March 23, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Perhelatan Presidensi G20 Tidak Membawa Perubahan

Oleh : Henny Meilisa (Pontianak-Kalbar)

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan perhelatan Presidensi G20 Indonesia yang sukses digelar menciptakan berbagai peluang dan kerja sama. Ia menginfokan bahwa G20 menghasilkan berbagai kesepakatan atas inisiatif di sektor pangan, energi, kesehatan yang bisa ditindaklanjuti oleh pelaku usaha. Penyelenggaraan berbagai acara pendukung dan acara utama G20 pun banyak melibatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) mampu membuka peluang bisnis bagi pelaku usaha nasional. (kalbar.antaranews.com 18/11/2022)

Diklaim bahwa kepemimpinan Indonesia berhasil menghasilkan deklarasi pemimpin G20 atau G20 Bali Leaders Declaration. Deklarasi Bali terdiri atas 52 paragraf. Deklarasi tersebut termasuk menyepakati sejumah poin penting terkait perang dan penanganan krisis energi. Presidensi G20 juga menghasilkan concrete deliverables yang berisi daftar proyek kerja sama negara anggota G20 dan undangan, misalnya, pembangunan PLTS, baterai EV, pembangunan dan revitalisasi pelabuhan, restorasi terumbu karang, renewable energy, infrastruktur biru, dan sebagainya.

Sungguh gegap gempita perhelatan presidensi G20 di Bali. Bagai hanya menggantungkan harapan tinggi membawa pertumbuhan menghidupkan ekonomi bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia paska pandemi. Bermimpi ingin menyerap tenaga kerja ditengah PHK yang tinggi serta mendapatkan posisi politik strategi global ditengah ancaman resesi dunia.

Tetapi sungguh disayangkan harapan tersebut bagaikan ditelan bumi, mengingat sistem kapitalisme liberalisme tidak akan memberi sedikitpun ruang bagi rakyat, karena sistem ini secara tabiatnya hanya menguntungkan negara besar serta pemodalnya. Negara dan pemodal besar hanya menjadikan negeri ini sebagai pasar bagi kepentingan negara mereka saja.

Selain itu kemiskinan dan kerawanan konflik sosial yang saat ini sedang dihadapi, menjadikan keberadaan perhelatan yang diadakan di Indonesia hanya seperti penyelenggara acara saja untuk melayani kepentingan negara besar.

Indonesia tidak mempunyai “bargaining position” selepas agenda G20. Ketergantungan Indonesia terhadap negara besar pengemban kapitalisme sangat tinggi. Tidak akan ada keuntungan yang akan dirasakan oleh rakyat dan negeri ini hanya sekedar dijadikan pasar bagi negara besar tersebut. Kebijakan yang dihasilkan dari acara ini malah memperkuat hegemoni penjajahan kapitalisme terhadap negeri ini.

Apabila dibandingkan dengan sistem Islam yang menjadikan syariat sebagai pengatur kehidupan, maka hasilnya bagai langit dan bumi. Sistem ekonomi Islam berbasiskan pada pengaturan syariat, tidak akan mengadakan kerjasama yang akan menjadikan negara menjadi ketergantungan kepada negara lain terlebih lagi harus mengeluarkan biaya besar untuk perhelatan semacam ini.

Khalifah sebagai pemimpin yang diamanahi tidak akan memberi ruang bagi negara asing untuk bekerja sama, sehingga tidak akan ada benturan kepentingan dalam mengelola negara. Semua pengaturan hanya berbasiskan pada syariat ekonomi dan politik Islam semata.[]