March 23, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Mewujudkan Pariwisata dengan Menggelar Konser Musik Kelas Dunia?

Oleh : Neng Erlita (Pontianak-Kalbar)

Rainforest World Music Festival 2022 baru saja digelar 17-19 Juni lalu di Kuching. Acara dengan puluhan ribu penonton tersebut tentu saja menjadi konser musik pertama, terbesar dan paling ramai ditonton sejak Malaysia mengumumkan berakhirnya pandemi pada April lalu. 60 grup musik dari 20 negara tampil bergantian secara hybrid (jawapos.com, 22/06/2022).

Namun, event musik skala internasional ini tak berhenti sampai di sini. Sarawak Tourism Board sebagai pelaksana event, kembali menggelar konser musik jazz di Miri 24-26 Juni 2022. Musisi jazz kelas dunia tampil dalam konser ini.

Konser musik tersebut merupakan penanda bangkitnya wisata di Sarawak. Di hari pelaksanaan festival, hampir seluruh hotel dan penginapan di Kuching terisi penuh. Bahkan, beberapa rumah di sekitar area festival berubah menjadi homestay untuk para wisatawan.

Rumah makan pun tak ketinggalan untuk diserbu pengunjung. Top Spot, salah satu food court di Kuching, nyaris tak berhenti didatangi pengunjung. Sejak petang, tempat ini sudah ramai dikunjungi, bahkan harus mengantri untuk dapat tempat duduk saat waktu makan malam tiba.

Sektor pariwisata nampaknya menjadi tren global sebagai sektor unggulan di mayoritas negara dunia. Tidak terkecuali negara jiran kita, Malaysia dan tentu saja Indonesia pun latah mengikuti tren global ini.

Tak hanya itu, sektor pariwisata juga menjadi salah satu pemasukan devisa negara Indonesia. Tahun 2022 ini, ditargetkan kontribusi PDB Pariwisata adalah 4,3%. Harapannya juga, pariwisata bisa membantu perekonomian masyarakat yang hidup di sekitar wilayah pariwisata.

Namun, harus kita cermati dengan baik, bahwa yang diuntungkan dari bisnis pariwisata tetap saja para pebisnis yang memiliki modal besar. Pada faktanya masyarakat hanya diposisikan sebagai pedagang dan karyawan saja. Tetap yang mendapatkan keuntungan besar adalah para pemodal.

Perlu dicermati juga untuk membangun tempat wisata, maka masyarakat harus rela memberikan tempat tinggalnya dengan kompensasi ganti rugi. Namun, kompensasi yang diberikan tentu tak akan bertahan lama dan tidak berdampak jangka panjang. Akhirnya masyarakat akan dihadapkan dengan kesulitan ekonomi karena kompensasi menipis sedangkan lapangan pekerjaan terbatas dan sudah berganti menjadi tempat pariwisata.

Perlu dikhawatirkan lagi adalah program pariwisata tersebut selalu identik dengan hiburan ala Barat. Konser musik seperti yang dilaksanakan di Sarawak, telah dijadikan program penting untuk menarik pariwisata. Nampaknya hal tersebut menjadi bagian dari program pariwisata bagi negeri-negeri Muslim lainnya seperti Arab Saudi dan Indonesia.

Padahal tentu saja di dalam acara konser musik tersebut dapat dipastikan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan syariah Islam, terlebih keyakinan mayoritas bagi penduduk di negeri-negeri Muslim. Peredaran Miras, narkoba, ikhtilat (red_aktivitas campur baur antara laki-laki dan perempuan), menari tanpa batas, bahkan bisa jadi berujung dengan perzinaan dan pertikaian.

Seharusnya, sebagai seorang Muslim, harus berfikir bahwa program yang diunggulkan akan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan dan penjagaan kehormatan bagi diri masyarakatnya. Jangan sampai dengan adanya pariwisata, alam menjadi rusak, bahkan masyarakat didalamnya juga rusak secara moral dan akhlak.[]

Wallahu’alam Bisshowab.