July 21, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Hukum Fintech (Bagian Kedua)

Oleh: H. Dr Dwi Chondro Triono Ph.D

2. Apakah Deposit Dapat Dianggap Sebagai Ujrah yang Dibayarkan di Depan ?

Pendapat yang kedua, yaitu pendapat yang menganggap bahwa dana yang telah di-deposit-kan ke dalam Go-Pay dianggap sebagai ujroh (upah) pembayaran terhadap akad ijarah yang akan diberikan pada waktu kemudian. Akad ijarah tersebut dikenal dengan istilah ijarah maushufah fi adz-dzimmah, yaitu suatu akad ijarah (jasa), dimana pengguna membayar terlebih dahulu terhadap jasa yang telah terdeskripsikan (jasa spesifik tertentu), sedangkan manfaat (jasa) akan diberikan belakangan.

Bagaimana kita dapat menilai pendapat ini? Untuk dapat menilainya, kita awali terlebih dahulu pembahasannya dengan melihat kembali definisi dari ijarah, yaitu:

أمَّا فِيْ الشَرْعِ فَالْإجَارَةُ هِيَ عَقْدٌ عَلىَ المَنْفَعَةِ بِعِوَضٍ

“Ijarah secara istilah syar’i adalah akad atas manfaat dengan kompensasi (iwadh)”.

Setelah kita faham apa yang disebut dengan ijarah, maka marilah kita melihat kembali terhadap dana yang telah di-deposit-kan ke Go-Pay.

Apakah deposit ke Go-Pay tersebut dapat dikategorikan sebagai ujrah yang dibayar di muka terhadap suatu ijarah tertentu, yang jasanya akan diberikan kemudian?

Jawabnya, deposit dalam transaksi tersebut tidak dapat disebut sebagai ujroh yang dibayar di muka. Mengapa? Sebab, akad ijarahnya sendiri yang spesifik (yang terdeskripsikan) belum terjadi. Apa contoh akad ijarah yang spesifik?

Kita dapat mengambil contoh akad ijarah yang telah spesifik, yaitu: misalnya akad ijarah untuk mengantar pengguna dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Hotel Sofyan Tebet pada Hari Ahad. Sedangkan akad tersebut dilakukan 2 hari sebelumnya, yaitu Hari Jum’at. Besarnya ujrah (upah) untuk mengantarkan adalah Rp. 50.000, yang dibayarkan dimuka. Inilah contoh akad ijarah maushufah fi adz-dzimmah.

Lantas, bagaimana dengan deposit dana ke dalam Go-Pay? Dalam transaksi tersebut, yang terjadi barulah akad untuk membayar sejumlah uang di Go-Pay atau membayar deposit. Sedangkan akad ijarah yang spesifik belum ada.

Dengan demikian, karena akad ijarah yang spesifik belum terjadi, maka sebenarnya ujrohnya sendiri juga belum ada secara hukum (de jure). Jika akad yang pokok, yaitu akad ijarah belum ada, maka ujroh yang harus dibayarkan sebagai konsekuensi dari akad ijarah juga belum ada. Kaidah fiqih menyebutkan:

إذَا سَقَطَ الْأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ

“Jika gugur persoalan pokok, gugur pula persoalan cabangnya”. (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 1/271).

Berdasarkan kaidah ini, jika akad ijarahnya belum terjadi, maka ujrah sebagai konsekuensi akad ijarah itu juga belum dianggap ada.

3. Apakah Deposit Dapat Dianggap Sebagai Utang-Piutang (Qardh) ?

Untuk pendapat yang ketiga, deposit yang telah dibayarkan ke Go-Pay dianggap sebagai utang-piutang atau qardh. Dengan kata lain, deposit tersebut dianggap sebagai uang atau dana yang diutangkan (dipinjamkan) oleh pengguna kepada Go-Pay. Apakah benar demikian?

Untuk dapat memahaminya, marilah kita lihat kembali, apa yang disebut dengan qardh. Pengertian qardh (pinjaman), menurut Syaikh Rawwas Qal’ah Jie dan Hamid Shadiq Qunaibi (1988), didefinisikan sebagai berikut:

القَرْضُ :مَا تُعْطِيْهِ مِنَ الْمِثُلِيَاتِ لِيُرَدَّ لَكَ مِثْلُهُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ

“Pinjaman (qardh) adalah apa-apa yang kamu berikan berupa harta mitsliyat (harta semisal) untuk dikembalikan kepadamu harta yang semisalnya pada masa yang akan datang” (Qal’ah Jie dan Qunaibi, 1988).

Sedangkan makna mitsliyat, menurut para ‘ulama, dapat didenisikan sebagai berikut:

اَلْمِثْلِيَّات فِي الْاِصْطِلَاحِ كُلُّ مَا يُوْجَدُ لَهُ مِثْلُ فِي الأسْوَاقِ بِلَا تَفَاوُتٍ يَعْتَدُ بِهِ، بِحَيْثُ لَا يَخْتَلِفُ بِسَبَبِهِ الثَّمَنِ

“Mitsliyat (harta semisal) menurut istilah adalah apa-apa yang didapati yang semisalnya di pasar tanpa ada perbedaan yang signifikan, dalam arti perbedaan yang ada, tidak mengakibatkan perbedaan harga” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Juz 36: 85).

Inti dari definisi qardh di atas adalah bahwa qardh adalah harta yang telah diberikan oleh peminjam kepada yang dipinjami. Oleh karena itu, harta yang telah dipinjamkan tersebut dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh peminjam. Selanjutnya harta yang dikembalikan bukanlah harta yang semula, namun harta yang semisal atau senilai. Dengan demikian, fakta yang paling tepat dari deposit yang telah dibayarkan pihak pengguna kepada Go-Pay adalah akad qardh.

Oleh karena itu, qardh yang ada di Go-Pay tersebut, secara Syariah boleh dimanfaatkan oleh pengguna sebagai harga bagi transaksi jual beli atau ujrah untuk transaksi ijarah, yaitu dengan menggunakan akad hawalah.

Apakah transaksi hawalah itu? Sebagaimana yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, definisi dari hawalah, yaitu:

الحَوَالَةُ هِيَ تَحْوِيْلُ مَنْ عَلَيْهِ الْحَقُّ مَنْ يُطَالِبُهُ بِالْحَقِّ عَلَى آخَرٍ لَهُ عِنْدَهُ حَقٌّ

“Hawalah adalah pemindahan hak oleh pihak pertama yang berkewajiban menunaikan hak, dari orang yang menuntut hak kepadanya, kepada orang lain yang berkewajiban menunaikan hak kepada orang pertama tadi” (Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, II/348).

Menurut definisi di atas, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa hawalah adalah pengalihan utang. Dalam transaksi hawalah menurut definisi di atas, ada tiga pihak yang terlibat dalam pengalihan utang.

Dari pemahaman hawalah ini, selanjutnya kita dapat mengkaji transaksi hawalah yang terjadi dalam aplikasi fintech ini. Praktik transaksi hawalah dalam aplikasi fintech ini juga ada 3 pihak, yaitu: pihak Pengguna, Go-Pay dan Go-Jek. Untuk memahami praktiknya secara lebih mendalam, dapat dijelaskan dengan contoh berikut ini:

Misalnya, pihak Go-Pay telah menerima deposit dari Bapak Joko sebesar Rp. 100.000. Deposit ini dapat dianggap sebagai utang Go-Pay terhadap Pak Joko. Selanjutnya, Pak Joko menggunakan layanan Go-Jek untuk mengantar Pak Joko dari rumahnya ke pasar. Ujrah atau biaya jasa pengantarannya adalah sebesar Rp. 50.000 dan belum dibayar secara tunai. Selanjutnya, karena Pak Joko memiliki piutang kepada Go-Jek, maka Pak Joko “memerintahkan” untuk mengalihkan piutangnya (hawalah) yang ada di Go-Pay untuk dibayarkan kepada Go-Jek.

Demikianlah contoh transaksi hawalah antara ketiga fihak di atas. Hukum hawalah tersebut boleh, dengan syarat: akad jual beli atau ijarah-nya telah ada, bukan yang belum ada.

Dari tinjauan hukum hawalah ini, semakin mempertegas bahwa deposit pembayaran dalam Go-Pay tersebut, lebih tepat masuk dalam kategori aqad qardh (utang-piutang). Sebab, pada hakikatnya hawalah adalah akad pengalihan utang-piutang (qardh). 

Selanjutnya, masih ada satu persoalan lagi. Jika deposit itu adalah qardh, maka manfaat apa saja yang muncul dari qardh, baik berupa uang, barang atau jasa, maka manfaat itu dapat dikategorikan sebagai riba. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, terdapat dalil-dalil yang mengharamkan manfaat yang muncul dari qardh. Manfaat tersebut dianggap sebagai riba. Dalil-dalil tersebut adalah:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا

“Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfa’at adalah riba”  (HR. Baihaqi).

Dalil berikutnya adalah:

الرَّجُلُ مِنَّا يُقْرِضُ أَخَاهُ الْمَالَ فَيُهْدِي لَهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا فَأَهْدَى لَهُ أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ فَلَا يَرْكَبْهَا وَلَا يَقْبَلْهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ

“Seorang laki-laki dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,’Jika salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya, maka janganlah dia menaikinya dan janganlah menerimanya. Kecuali hal itu sudah menjadi kebiasaan sebelumnya.” (HR Ibnu Majah).

Oleh karena itu, setiap ada diskon karena pengguna menggunakan aplikasi pembayaran yang menggunakan Go-Pay, dapat dianggap sebagai riba yang haram hukumnya.

Namun demikian, masih ada satu catatan lagi, yaitu jika pengguna mendapatkan diskon itu dari sebuah toko tertentu terhadap barang yang dibeli, bukan diskon dari Go-Pay, maka hal itu adalah boleh atau halal. Dengan syarat, diskon yang diperoleh pengguna itu sama antara yang menggunakan pembayaran secara tunai, maupun dengan yang menggunakan aplikasi Go-Pay. Jika ada perbedaan, yaitu jika membayar dengan menggunakan aplikasi Go-Pay mendapatkan diskon, akan tetapi jika membayar secara tunai tidak mendapatkan diskon dari tokonya, maka diskon tersebut tetap dianggap sebagai riba. Wallahu a’lam. Demikianlah pembahasan hukum fintech, terutama yang terkait dengan pembahasan fintech dalam startup pembayaran. Semoga bermanfaat. Allahumma aamiin. []

Lanjutan dari https://berandaislam.com/hukum-fintech-bagian-pertama/