March 23, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Bagian dari Fikih Pembaharuan: Rekayasa Sumber Pemasukan Baru Untuk Baitul Mal Kaum Muslim (Bagian Pertama)

Yusuf as-Sarisi

Dalam konteks penelitian praktis tentang struktur keuangan sumber daya dan pemasukan Daulah Islam yang memasok Baitul Mal berupa kekayaan fay’, kharaj, jizyah, ‘usyur, khumus dan zakat dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan finansial, jika pemasukan Baitul Mal tidak mencukupi untuk memenuhi pengeluaran yang meningkat yang dibutuhkannya, dikarenakan perkembangan luar biasa dalam sarana kehidupan dan bentuk materinya, khususnya yang berkaitan dengan senjata perang, industri berat dan proyek infrastruktur. Oleh karena itu, dimulai pemikiran serius tentang bagaimana menyediakan sumber pemasukan tambahan kepada negara agar tidak jatuh ke lautan kemiskinan dan kemelaratan dan karenanya Daulah tidak dapat menunaikan risalahnya, dan tidak dapat menjalankan perannya sebagai negara yang membawa pesan petunjuk kepada umat lain. Jadi bisakah kita mendatangkan pemasukan syar’iy baru untuk Baitul Mal yang menyelesaikan masalah ini, yang belum disebutkan di antara hukum syariah terkait dengan sumber pemasukan Baitul Mal kaum Muslim sebelumnya? Dan di dalamnya, ia menjadi inovasi yang menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh Daulah al-Khilafah di masa depan dengan realitas praktis.

Al-kharaj: solusi cerdas untuk mengadakan sumber pemasukan baru bagi Baitul Mal

Masalah kurangnya sumber pemasukan Baitul Mal untuk menutupi tugas-tugas besar yang diperlukan negara merupakan perhatian besar bagi al-Faruq Umar bin al0Khaththab radhiyallah ‘anhu dan itu menjadi masalah yang memenuhi pikirannya dan membuatnya tidak bisa tidur.  Dia menyadari, dengan wawasan politik dan administrasinya yang tajam, bahwa harus ada sumber pemasukan tambahan dan permanen untuk Baitul Mal sehingga tersedia dana yang darinya dikeluarkan berbagai tunjangan, dan darinya dibelanjakan untuk berbagai kepentingan negara, jihad dan tentara, memberi makan orang miskin, dan pembelanjaan terhadap semua pihak dan bab yang wajib. Oleh karena itu, Umar radhiyallah ‘anhu mengenakan kharaj atas tanah pertanian di negeri-negeri yang ditaklukkan melalui perang seperti Syam, Irak dan Mesir, dan Umar mencegah tanah pertanian itu dibagikan kepada para pejuang sebagai ghanimah, untuk mengadakan sumber keuangan yang stabil guna menutupi belanja negara yang meningkat. Dan perlu diketahui bahwa beberapa sahabat keberatan dengan ini hal itu.

Telah menjadi jelas bahwa keadaan defisit Baitul Mal dan kurangnya sumber pemasukannya merupakan suatu hal yang mungkin dan realistis. Dan hampir hal itu terjadi di masa lalu dan diselesaikan dengan al-kharaj. Tapi hal itu mungkin terjadi di negara Khilafah yang akan datang akibat dari perkembangan luar biasa dalam materi dunia kontemporer. Oleh karena itu, hal itu harus diselesaikan dengan ijtihad dan fikih pembaruan setelah memahami realitas dan tahqiq manath yang relevan untuk menghasilkan solusi untuk sumber pemasukan Baitul Mal, dan dengan cara yang merealisasi surplus finansial jika memungkinkan.

Wakaf kebaikan: ide kreatif dalam menyelesaikan masalah pembiayaan kebutuhan jamaah

Perlu dicatat disini bahwa kaum Muslim dalam sejarahnya yang panjang telah melakukan inovasi-inovasi besar dan banyak untuk menyelesaikan permasalahan pembiayaan kebutuhan umat Islam, seperti ide “wakaf” yang kreatif. Kaum Muslim, pada masa kejayaannya, mampu mengatasi banyak masalah mereka dengan solusi yang sangat kreatif yang masih berpengaruh bahkan hingga runtuhnya daulah al-Khilafah. Dan di antara solusi kreatif ini adalah wakaf untuk fasilitas publik untuk kaum Muslim. Yang mana sebagian orang kaya yang memiliki properti, tanah dan uang mewakafkannya untuk kepentingan tertentu, menurut dorongan Rasulullah saw. dalam hadits yang mulia kepada kaum Muslim agar beramal jariyah:

«إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ«

“Jika anak Adam meninggal,terputuslah amalnya kecuali dari tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya”.

Mengikuti hadits ini, kaum Muslimin melakukan shadaqah jariyah yang banyak, dan yang paling menonjol adalah wakaf kebaiikan.

Pembahasan sumber pemasukan tambahan untuk Baitul Mal

Harus dikatakan bahwa ketiga pemimpin dakwah (maksudnya syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, syaikh Abdul Qadim Zalum dan syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah) memperhatikan serius masalah ini. Dari pihaknya, syaikh Abdul Qadim Zalum, rahimahullah, dalam buku al-Amwâal fî Dawlah al-Khilâfah melontarkan masalah ini, dan membahas penyelesaiannya ketika beliau mendiskusikan bagaimana menutupi defisit dalam pengeluaran melalui tiga metode: berutang, hima -proteksi-, dan pajak. Adapun berutang, maka ditolak sebagai pilihan karena keterkaitannya dengan riba, di samping dapat membuat kaum kafir memiliki jalan untuk menguasai kaum Muslim. Adapun himâ -proteksi- dan pajak, keduanya termasuk prosedur syar’iy dengan patokan khusus dan bersifat temporer. Beliau dalam hal keduanya itu bersandar kepada ijtihad syar’iy dengan dua dalil:

Yang pertama: beliau berijtihad bahwa khalifah boleh memproteksi sebagian jenis kepemilikan umum secara temporer, agar darinya negara dapat menyediakan pemasukan finansial tambahan untuk Baitul Mal. Dalam hal itu beliau bersandar kepada hukum kharaj. Jadi khalifah boleh, min bâb al-awlâ, memproteksi apa yang termasuk kepemilikan umum untuk dibelanjakan pada pos-pos yang wajib dibiayai, dalam hal tidak ada uang di Baitul Mal. Daulah dapat memproteksi sebagian dari sumur minyak dan kemudian membelanjakan uang hasil proteksi itu untuk pos-pos yang wajib dibiayai.

Kedua: Kewajiban pembelanjaan atas persenjataan dan tentara untuk berjihad di jalan Allah. ketika Baitul Mal kosong, khalifah boleh mengenakan pajak tertentu kepada jamaah kaum Muslim, atau mengumpulkan dana ini dari pendapatan kepemilikan umum yang merupakan milik jamaah, dengan jalan memproteksi sebagiannya yang dapat menutupi pengeluaran ini, daripada mengenakan pajak.

Sandaran syar’iy untuk hima dan pajak, adalah bahwa beberapa hukum, seperti jihad dan memberi makan orang miskin merupakan bagian dari fadhu kifayah bagi umat. Maka umat wajib menyediakan dana yang diperlukan untuk itu jika tidak ada. Namun, karena kedua opsi tersebut bersifat sementara, dan bukan sumber pemasukan permanen seperti al-kharaj, oleh karena itu menjadi keharusan untuk mencari sumber pemasukan permanen baru untuk Baitul Mal agar negara dapat memenuhi tanggungjawabnya.

Sumber pemasukan baru dan permanen untuk Baitul Mal: Industri Berat milik Negara

Setelah meneliti, meninjau, dan memikirkan masalah pengadaan sumber pemasukan baru dan permanen untuk Baitul Mal, untuk menutupi biaya sangat besar untuk industri militer dan tentara, perlu diperhatikan bahwa kharaj sebagai sumber pemasukan permanen tidak akan cukup untuk menutupi biaya yang diperlukan, setelah perkembangan materi besar-besaran dalam industri, teknologi dan persenjataan.

Ketika kita mendalami lebih dalam tentang hukum kharaj yang ditetapkan terhadap lahan pertanian, kita menemukan bahwa di masa lalu, pertanian merupakan sumber pemasukan utama bagi individu dan negara. Sedangkan industri, hanya terbatas pada kerajinan tangan dan mesin sederhana, yang dibutuhkan terutama untuk perang, pertanian, peralatan rumah tangga, dll. Ketika itu belum ada industri nyata dalam bentuk modern. Industri dan kerajinan tangan merupakan perkara sekunder dalam pendapatan individu dan negara. Sedangkan saat ini, pertanian hanya menyumbang 3% atau kurang dari sumber pemasukan negara-negara industri yang hakiki, dan hanya kurang dari 3% tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor pertanian. Adapun industri, dia merupakan tulang punggung perekonomian dan sumber pemasukan dana utama di sebagian besar negara. Oleh karena itu kita harus memikirkan industri sebagai sumber pemasukan Baitul Mal.