July 27, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Terbitnya Perppu Menunjukkan Sistem Demokrasi Hanya Ilusi

Oleh: W. Irvandi (Direktur Anspi Kalbar)

Terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) semakin menunjukkan bahwa demokrasi hanyalah ilusi. Apalagi perppu yang dibuat ternyata isinya demi memuluskan kepentingan para oligarki.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan legislative yang bertugas membuat undang-undang dipisahkan dengan kekuasaan eksekutif yang menjadi pelaksananya. Ditambah lagi dengan kekuasaan yudikatif yang menangani peradilan.

Kekuasaan legislative di tangan DPR yang diklaim sebagai wakil rakyat. Sementara Lembaga eksekutif dipimpin oleh presiden. Agar tidak terjadi diktatorisme, maka sistem demokrasi memisahkan berbagai kekuasaan tersebut. Namun dalam kenyataannya, konsep tersebut hanyalah ilusi, buktinya adalah diterbitkannya perppu yang seharusnya presiden menjalankan dan melaksanakan undang-undang sebagi fungsi eksekutif, tetapi malah membuat undang-undang yang merupakan fungsi legislative.

Walaupun secara praktik perppu tersebut harus mendapatkan persetujuan DPR, namun perlu diperhatikan, sebagian besar anggota DPR berasal dari partai yang menang dan berkuasa serta koalisi pendukung penguasa. Maka dapat dipastikan akan disetujui oleh DPR. Patut dipertanyakan, di mana demokrasinya? Dan di mana kedaulatan rakyat? Rakyat yang katanya berdaulat dan diwakili oleh DPR hanya dijadikan stempel kekuasaan, dan diklaim DPR menjalankan keinginan rakyat, padahal rakyat banyak yang menolak.

Pun jikalau mengatasnamakan rakyat karena voting, maka tidak ada yang namanya kedaulatan rakyat yang bersifat mutlak. Bagi yang kalah suara maka harus tunduk pada suara yang menang. Disinilah kekacauan sistem demokrasi terkait kedaulatan.

Menjadi lebih kacau lagi, ketika undang-undang yang disahkan justru banyak merugikan rakyat dan menguntungkan oligarki. Mana mungkin rakyat membuat aturan yang menyengsarakan diri mereka sendiri? Oleh karena itu sesungguhnya rakyat hanyalah atas nama, bukan pemilik kedaulatan seperti yang digaung-gaungkan.

Tentu saja berbeda dalam sistem Islam yakni sistem Khilafah. Perlu dipahami pula dalam Islam kedaulatan ada di tangan syara’. Konsekuensinya, maka seluruh aturan dan perundang-undangan bersumber dari sumber hukum Islam dan Alquran dan yang ditunjuk oleh keduanya yaitu ijma sahabat dan qiyas. Semua hukum yang dihasilkan tidak boleh menyelisihi dan bertentangan dengan hukum syariah. Jika ada pertentangan maka dikembalikan kepada hukum syariah.

Hanya saja, dalam syariah dan dalil syari terdapat dalil yang qathi (pasti) sehingga tidak terjadi ikhtilaf, seperti kewajiban sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Demikian juga dalil yang qathi terdapat pada larangan yang pasti seperti larangan zina, haramnya riba, khamar dan membunuh tanpa alasana yang haq serta larangan lainnya. Dan dalil qathi ini tidak ada satupun yang boleh menolak termasuk kholifah sebagai kepala negara.

Namun, jika terdapat ikhtilaf, sementara hukum tersebut diperlukan masyarakat untuk diamalkan, maka khalifah diberikan hak untuk melakukan tabanni (pengdopsian / pemilihan hukum). Yakni, Khalifah dapat melakukan tarjih terhadap hukum yang paling kuat, yang kemudian yang sudah ditarjih dan dipilih oleh khalifah kemudia diberlakukan kepada masyarakat sesuai kaidah amr-imam yarfa’u al-khilaf (perintah imam menghilangkan perbedaan) dan kaidah amr al-imam nafidzun dzahiran wa bathinan (perintah imam wajib dijalankan secara zhahir dan batin).

Jadi, khalifah diberikan kewenangan dalam menerbitkan aturan dalam perkara ikhtilaf, terutama dalam masalah hukum yang memerlukan kesatuan pendapat. Dan tidak bisa dikatakan bahwa khalifah otoriter. Karena Khalifah tidak membuat hukum sesuai dengan kepntingan hawa nafsunya atau kepentingan sekelompok orang saja. Namun, yang ada adalah Khalifah memilih salah satu hukum Allah SWT, dan Khalifah tidak boleh merubah hukum Allah termasuk perkara-perkara yang qathi (pasti).

Maka dictator justru dapat terjadi dalam sistem demokrasi, yang menganut asas menghilangkan kediktatoran dan dapat menguntungkan kepentingan segolongan pihak. Hal ini wajar saja terjadi, sebab dibalik partai yang bertarung dalam demokrasi ada para pemodal dan oligarki yang membiayai kebutuhan partai untuk memenangkan konstelasi politik. Apa yang mereka dapatkan? Tentu saja berbagai undang-undang yang dibuat oleh DPR dan kebijakan pemerintah akan memihak dan menguntungkan mereka.

Menjadi tidak wajar kalau sistem demokrasi, menjadikan DPR dan pemerintah mengatasnamakan rakyat. Dan lebih aneh lagi, rakyat diam dan setuju atas pengnamaan rakyat dalam berbagai kebijakan dan aturan yang dibuat untuk kepentingan oligarki tersebut. Tentu saja hal ini dapat terjadi dikarenakan rendahnya taraf berfikir politis rakyat ditambah beban kehidupan yang berat.

Secara sistem pula, dalam demokrasi dapat menyuburkan tumbuhnya oligarki dan mendikte pemerintah untuk membuat aturan yang lebih menguntungkan oligarki meskipun merugikan rakyat. Hal ini dapat terjadi karena partai politik membutuhkan dana yang sangat besar. Demikian juga biaya kampanye, saksi dan berbagai kebutuhan pemilu lainnya. Hal yang sama juga dalam pemilihan eksekutif yang membutuhkan dana yang sangat besar.

Pertanyaannya? Siapa yang memiliki dana besar untuk membiayai dan mensponsori itu semua? Maka sudah pasti didanai oleh para oligarki. Dan ketika mereka berhasil menduduki kekuasaan, semua dan ditambah keuntungan akan ditagih oleh para oligarki dengan berbagai undang-undang dan kebijakan yang menguntungkan. Hal ini disebabkan karena konsep demokrasi membuka ruang aturan dibuat oleh manusia.

Sedangkan dalam sistem Islam dan penerapan Khilafah, tidak bisa membuat hukum sendiri, karena kedaulatan (pembuat hukum) hanyalah ditangan syara’. Semuanya harus tunduk pada syara’. Maka ketika berbagai sumber daya alam itu melimpah dan merupakan milik umat, maka baik Khalifah dan siapapun dilarang untuk merubah kepemilikan tersebut. Apalagi diserahkan kepada swasta tentu saja haram hukumnya. Jadi Khilafah akan menerbitkan aturan hanya sesuai syariah dan tentunya syariah merupakan aturan yang baik, sempurna dan adil karena datang dari dzat yang maha adil yaitu Allah SWT.[]

Wallahu’alam bis showwab