July 21, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Problematika Larangan Ekspor Bauksit

Oleh : Zawanah FN

Larangan ekspor bauksit telah menimbulkan pro kontra. Tampak adanya diskriminasi kebijakan relaksasi ekspor-impor antara komoditas minerba satu dengan lainnya. Dampaknya terhadap ketenagakerjaan yang karena larangan ekspor bauksit akan memutuskan hubungan kerja karyawan oleh perusahaan. Tentu perusahaan pun tidak mau rugi, menggaji tanpa menghasilkan. Alhasil, peluang black market atau penyelundupan pun terancam subur.

Indonesia resmi melarang ekspor bauksit mulai hari ini, Sabtu (10/6). Menteri ESDM menyebutkan, ini sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi komoditas tambang agar tak lagi diekspor dalam bentuk ore atau belum diproses. Larangan ini diberlakukan karena pembangunan fasilitas pemurniannya (smelter) tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan. (www.suarapemredkalbar.com, 12/06/2023)

Sementara itu, untuk komoditas mineral lainnya, seperti tembaga, masih akan diberikan relaksasi izin ekspor. Ekspor konsentrat tembaga diperpanjang hingga Mei 2024. Besi, timbal, dan seng diberikan relaksasi ekspor karena pembangunan smelternya menunjukkan progres yang cukup baik. Perusahaan yang mendapat relaksasi yakni PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas Prima Coal, dan PT Kobar Lamandau Mineral.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, memastikan penumpukan bauksit usai kebijakan pelarangan ekspor tidak akan terjadi. Adapun kebijakan larangan ekspor bauksit berlaku mulai 10 Juni 2023.

Produksi bauksit di Indonesia mencapai kurang lebih 31 juta ton pada 2023. Sementara yang terserap sekitar 13 hingga 14 juta. Artinya, ada kemungkinan tersisa hingga 18 juta ton karena perusahaan tidak lagi bisa mengekspor. Perusahaan yang diberi kelonggaran harus mengikuti aturan yang berlaku. Pertama, memberi jaminan 5 persen dari penjualan satu periode. Kedua, membayar bea keluar.

Adapun larangan ekspor bijih bauksit diumumkan Presiden Jokowi dua tahun usai memberlakukan larangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020. Jokowi mengklaim kebijakan tersebut sudah meningkatkan nilai ekspor nikel dari Rp 17 triliun atau setara US$ 1,1 juta pada akhir 2014 menjadi Rp 326 triliun atau setara US$ 20,9 juta pada 2021. Jumlah tersebut meningkat 19 kali lipat.

Hal itu menjadi salah satu dorongan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan serupa terhadap komoditas tambang lain, seperti bauksit. Bauksit yang diolah dan dimurnikan bisa menjadi alumina yang bernilai delapan kali lipat. Sementara alumina yang ditingkatkan menjadi aluminium bernilai hingga 30 kali lipat dibandingkan dengan bijih bauksit.

Gubernur Kalbar, Sutarmidji mendukung langkah moratorium ekspor bauksit mentah agar tampilan ekonomi Kalbar semakin baik. Eksploitasi pertambangan membuat kondisi alam rusak yang berakibat banjir. Pasalnya aktivitas eksploitasi pertambangan yang dilakukan mengakibatkan lahan menurun. Sehingga ditengarai turut menjadi penyebab bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kalbar, mengungkapkan Kalbar memiliki potensi pertambangan bauksit yang cukup besar. Berdasarkan data 66,77 persen potensi bauksit di Indonesia terdapat di Provinsi Kalbar. Di samping itu dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 juga terdapat pasal mengamanahkan ekspor bauksit akan berakhir pada Juli 2023. Penyerapan tenaga kerja, karena pabrik tersebut membutuhkan tenaga hingga ribuan orang.

Ketua Bidang Industri Perdagangan dan ESDM HIPMI Kalbar meminta pemerintah juga harus memperhatikan aktivitas perdagangan pengusaha di daerah yang terlibat dalam bisnis pertambangan bauksit. Jangan sampai pemberhentian ekspor ternyata malah membuat masalah untuk pengusaha di daerah. Tapi khawatir akan memunculkan penyelundupan bauksit.

Namun, Ketua Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (ASPEBINDO) menilai larangan ekspor bauksit oleh pemerintah per 10 Juni 2023 lalu tidak adil. Pasalnya masih ada komoditas minerba lainnya yang saat ini diizinkan ekspor. Yang menjadi problem bukan soal implementasi larangan ekspor bauksit, tetapi soal keadilannya.

Perlakuan istimewa tersebut menunjukkan pemerintah hanya membela perusahaan besar dan sebaliknya, tidak mengacuhkan perusahaan kecil. Ia pun meminta hilirisasi di sektor mineral tidak hanya berhenti pada pembangunan smelter belaka, namun harus dilanjutkan dan didukung oleh penyerapan hasil olahan mineral oleh industri di dalam negeri. Ada komitmen dan political will berkesinambungan dari pemerintah.

Vice President PT Ratu Intan Mining (RIM), selaku kontraktor pertambangan di Ketapang mengatakan terpaksa membuat kebijakan untuk merumahkan 700 an karyawan akibat dampak kebijakan pemerintah menyetop ekspor bauksit. Ia meminta agar pemerintah memberikan relaksasi ekspor bauksit, selain agar ribuan karyawan tidak kehilangan pekerjaan.

Dampak-dampak ini adalah hal yang tak terpisahkan dari sistem kapitalisme yang diterapkan yang senantiasa mencari celah untung tanpa memperhatikan dampak kepada rakyatnya. Lebih bahaya lagi adalah terbuktinya kebijakan minerba di negeri ini berkelindan dengan oligarki yang menguat, menyebabkan kerusakan kehidupan kian parah.

Seharusnya, problematika dan kesejahteraan di Kalbar akan terwujud jika pengaturan urusan rakyat dikembalikan pada Islam. Dengan kebijakan politik ekonomi Islam, kekayaan alam yang dimiliki Kalbar diposisikan sebagai harta milik umum. Dalam Islam, pengelolaan harta milik umum harus dikelola oleh negara agar rakyat dapat memanfaatkan hasilnya. Tidak boleh ada swastanisasi dan kapitalisasi dalam harta milik umum.

Pengelolaan kekayaan tersebut, bukan hanya Kalbar yang sejahtera, bahkan bisa berguna untuk menghidupi rakyat seluruh Indonesia. Ini baru SDA di Kalbar, belum wilayah lainnya. Kalbar dan penduduk Indonesia bisa sejahtera asalkan pengaturan sistem dan kepemimpinan saat ini berganti menjadi sistem Islam kaffah dengan kepemimpinan yang amanah.[]

Wallahu’alam