July 27, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Generasi Bermental Preman Terbentuk Oleh Sistem

Oleh : Fitri Khoirunisa, A.Md (Aktivis Muslimah Kubu Raya)

Jika berbicara soal tawuran berarti kita berbicara tentang pemuda dan pelajar, tidak sah jika tidak ada tawuran yang terjadi di antara pelajar yang ada di Indonesia ini. Fenomena tawuran pelajar terjadi di banyak tempat. Permasalahan seputar remaja selalu berkutat pada persoalan kerusakan moral, seperti pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan termasuk tawuran. Mengapa tawuran pelajar seakan menjadi “tradisi” yang mengakar di dunia pendidikan? Bahkan baru-baru ini tawuran pelajar terjadi kembali di berbagai daerah, mirisnya  terjadi di awal tahun ajaran baru Islam.

Sebagaimana dilansir dari beritasatu.com (23/07), sebanyak 20 pelajar menangis massal dan bersimpuh di kaki orang tua mereka saat dipertemukan di Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/7/2023). Para pelajar ini sebelumnya diamankan karena hendak tawuran dengan membawa senjata tajam. Para remaja yang rata-rata baru saja masuk di bangku kelas 1 sekolah menengah atas (SMA) ini, menangis bersimpuh di kaki orang tua mereka saat dipertemukan di depan kantor Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Beritasatu.com, 23/07/2023)

Di Kota Tanggerang, 69 pelajar dari dua sekolah yang berbeda diamankan kepolisian karena akan tawuran. (Beritasatu.com, 18/7/2023). Tawuran pelajar juga terjadi di Kota Jakarta. Dua kelompok pelajar berseragam SMA melakukan tawuran di Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka menggunakan senjata tajam, (Antara.com, 18/7/2023). Di hari yang sama, terjadi juga tawuran pelajar SMK di Purworejo, Jawa Tengah hingga viral di media sosial. (Tribunjogja.com, 18/7/2023).

Tawuran yang terjadi tersebut tentu saja telah membuat orang tua cemas akan pergaulan anaknya di luar rumah. Alih-alih ingin mendidik anaknya di bangku sekolah, yang ada malah menjadi preman dan tawuran antar sekolah. Tingkah laku mereka sudah seperti gangster di film-film. Dengan senjata tajam, mereka saling serang. Korban pun berjatuhan, bahkan nyawa pun sampai hilang. Mirisnya, budaya tawuran ini seolah diwariskan dari generasi ke generasi. Ada “regenerasi” dari alumni ke siswa baru sehingga tawuran pelajar layaknya rantai yang sulit diputuskan.

Fenomena ini menunjukkan lemahnya kepribadian anak dan sistem pendidikan hari ini yang berbasis sistem sekuler kapitalisme. Maraknya tawuran bukan semata karena jiwa muda yang menyala-nyala dalam dada para pemuda. Buktinya, ketika diamankan polisi dan dipertemukan dengan orang tuanya, mereka menangis tersedu-sedu seperti anak kecil tepergok berbuat salah. “Kegagahan” mereka ketika bersama kelompoknya langsung sirna ketika masing-masing mereka sedang sendirian.

Meski fisik para pelajar ini tampak dewasa, ternyata jiwanya masih kekanak-kanakan. Mereka tidak paham konsekuensi atas perbuatannya. Mereka sekadar ikut-ikutan dan ingin eksis, lantas melakukan hal yang membahayakan nyawanya dan orang lain. Mereka juga tidak peduli dengan hidupnya. Para pelaku tawuran tersebut memiliki catatan merah di sekolah, seperti suka membolos dan berbuat onar.Mereka tidak paham bahwa melukai orang lain, apalagi sampai membunuhnya, merupakan perbuatan dosa yang akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Di sisi lain, penguasa tampak tidak ada tindakan tegas dalam menyelesaikan tawuran pelajar. Meski sudah berbuat onar, para pelaku hanya diberikan pembinaan kadarnya, lantas dilepaskan kembali. Maka wajar, jika besar kemungkinan mereka akan tawuran lagi. Sistem hukum juga tidak bisa menjerakan para pelaku. Mereka dianggap masih anak-anak karena belum berusia 18 tahun. Akibatnya, hukum tidak bisa berlaku tegas meski mereka berbuat kriminal dengan melukai orang lain.

Dengan kegagalan sistem dalam menyelesaikan masalah tawuran pelajar, peristiwa ini akan terus terjadi tanpa henti. Yang menjadi korban bukan hanya pelaku tawuran, tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah, seperti pelajar lain atau pengendara yang sedang melintas. Tidakkah ini membuat kita berpikir ulang tentang kelayakan sistem kapitalisme untuk menyelesaikan persoalan kehidupan kita? Faktanya, sistem kapitalisme bukan sekadar gagal menyelesaikan masalah, melainkan justru menjadi biang masalah.

Sungguh islam memiliki modul khusus bagaimana cara mendidik anak berdasarkan usianya, sehingga ketika mereka terjun ke masyarakat dan menghadapi suatu masalah, mereka akan mengetahui bagaimana cara mengatasinya tanpa harus ada melibatkan kekerasan.  Islam memiliki konsep jelas dan tegas dalam menyelesaikan masalah tawuran pelajar.

Hal yang paling mendasar adalah menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara sehingga seluruh aturan kehidupan tegak berdasarkan asas keimanan. Ini menjadikan setiap perilaku warga negara, termasuk pemuda, terikat dengan pemahaman Islam. Setiap individu akan paham bahwa Allah Taala menghisab setiap amal perbuatan manusia sehingga tidak ada yang bisa berbuat seenaknya.

Dalam hal ini negara memiliki tanggung jawab. Negara dalam Islam disebut dengan istikah Khilafah. Khilafah akan membentuk kepribadian warga negara melalui sistem pendidikan. Agama Islam tidak sekadar diajarkan di sekolah, tetapi menjadi spirit dalam pendidikan. Dari sistem pendidikan, lahirlah output berupa para pemuda bervisi akhirat dan sekaligus cakap dalam ilmu pengetahuan.

Para pelajar dalam Khilafah mafhum betul tentang hakikat hidup seorang muslim bahwa seorang muslim harus membaktikan hidupnya di jalan Islam, yaitu dengan mewujudkan ketaatan total pada Rabb-nya. Para pemudanya juga akan mafhum tentang visi dakwah dan jihad, yaitu mereka harus menjadi generasi pembebas, tidak hanya generasi emas.

Para pemudanya akan menghabiskan hidupnya di jalan Allah Taala. Mereka akan menjadi ulama, ilmuwan, mujahid, penguasa yang menerapkan syariat kafah, serta menjadi apa pun yang berkontribusi terhadap kejayaan Islam.

Hasil dari sistem pendidikan Islam adalah akan lahir pemuda-pemuda gagah yang berani maju ke medan jihad untuk meninggikan panji Islam. Hati mereka terikat keimanan dan ketakwaan, langkah mereka jauh melintasi benua untuk menyebarkan Islam dan meruntuhkan segala kezaliman.

Rasulullah saw. bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan, kecuali naungan-Nya, yakni imam yang adil, seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, ….” (HR Bukhari).

Selain sistem pendidikan, Islam juga memiliki sistem sanksi yang efektif. Setiap orang yang sudah balig harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan syariat. Jika terbukti melakukan tindakan kriminal, ia harus dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Dalam hal melukai dan membunuh orang, akan ada sanksi qisas. Dengan penerapan sistem Islam, masalah tawuran pelajar akan tersolusi nyata. Para pemuda pun akan menjadi generasi pembebas yang mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.[]

Wallahualambisshawwab