March 23, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Peristiwa-Peristiwa Amerika dan Dampaknya Terhadap Konstelasi Internasional (Episode Pertama)

Ditulis oleh al-ustadz As’ad Manshur

Surat Kabar ar-Rayah: 02-09-2020

Konstelasi internasional diartikan sebagai struktur hubungan internasional yang berpengaruh, yaitu berkaitan dengan negara-negara yang berpengaruh. Dan untuk itu dilakukan penelitian mengenai sejauh mana pengaruh negara ini atau itu terhadap negara lain. Setiap kali pengaruh itu meningkat maka posisi negara tersebut naik secara internasional. Jika tingkat pengaruhnya itu terus berlanjut hingga sampai pada tingkat negara besar jika negara itu memiliki karakteristik-karakteristik negara besar, dan jika mampu mengendalikan dalam berbagai peristiwa global dan variabelnya dan mampu  mempengaruhi negara-negara besar lainnya serta memaksakan kehendaknya kepada mereka, maka negara itu menjadi negara adidaya di dunia.  Kajian ini memerlukan monitoring berkelanjutan terahdap berbagai peristiwa global dan perubahan-perubahannya serta mengkaji faktor dan faktor-faktor dan unsur-unsur pengaruh dan sejauh mana kekuatan dan kelemahan faktor tersebut sehingga bisa dipahami bahwa negara ini atau itu telah melemah atau kuat pengaruhnya, jatuh atau bangkit.

Itulah sebabnya konstelasi internasional itu tidak bersifat tetap. Di dalamnya ada kemungkinan untuk berubah dan berganti sesuai dengan faktor dan elemen tersebut. Perubahan-perubahan ini terkait dengan posisi negara-negara besar secara internal dari setiap aspek atau posisinya di wilayah pengaruhnya, atau intensitas persaingannya terhadap posisi negara pertama dan bekerja untuk menggoyannya dari posisi ini, atau sejauh mana partisipasinya kepada negara pertama itu dalam aktivitas-aktivitas internasional dan pengaruhnya di situ, dan sejauh mana pengaruh negara besar ini atau itu terhadap negara-negara kecil untuk meningkatkan kontribusinya secara internasional sehingga memperluas lingkup pengaruhnya, yang akan memperkuat posisi internasionalnya dan kemampuannya di hadapan negara pertama.

Negara-negara besar dengan semua kekuatan, sarana dan metode mereka, bekerja untuk menggusur negara besar pertama dari posisi ini atau mempengaruhinya untuk menyertainya guna meningkatkan levelnya secara internasional dan untuk berbagi rampasan dan memperkuat pengaruh. Juga bekerja untuk mengeksploitasi krisis negara pertama dan kelemahannya serta fluktuasi kondisi dalam negeri negara pertama itu dan di wilayah pengaruhnya dan situasi dunia secara umum, untuk mencapai hal itu. Negara besar itu tidak istirahat dan memejamkan mata sampai bisa mencapainya. Hal itu salah satu ciri negara besar. Dan kalau tidak maka kita tidak menyebutnya sebagai negara besar secara riil. Begitu pula negara lain yang berupaya menjadi negara besar, harus memiliki ciri-ciri tersebut, yaitu aktif di level ini. Negara yang tidak memiliki karakteristik ini dan tidak melakukan seperti tindakan tersebut serta tidak memiliki motivasi untuk melakukannya, kita tidak menilainya sebagai negara besar secara global. Negara itu ada kalanya merupakan negara besar secara regional dan independen seperti Cina, atau merupakan negara kecil dan indepednen seperti Swiss dan Belanda, atau merupakan negara yang satelit seperti Kanada dan Jepang, atau merupakan negara pengikut seperti kebanyakan negara di dunia di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.

Berbagai kondisi baru-baru ini terjadi pada posisi Amerika sebagai negara pertama yang menunjukkan kemungkinan adanya perubahan konstelasi internasional. Oleh karena itu, kita harus membahas perubahan yang terjadi ini. Bagaimana itu terjadi, skalanya dan keadaannya yang akan terjadi. Karena nasib dunia bergantung pada negara-negara besar. Merekalah yang menjalankan urusan, memicu perang besar dan kecil di wilayah-wilayah pengaruh, dan melahirkan krisis besar dan terkadang krisis di negara-negara pengikut.  Negara-negara kecil merupakan negara-negara yang terkena dampak. Dan kadangkala satu negara kecil lebih besar dari negara kecil lainnya.

Dia mempengaruhi negara yang lebih kecil itu sejauh yang diizinkan oleh negara yang besar yang diikuti. Misalnya, Mesir mempengaruhi Sudan, Suriah mempengaruhi Lebanon, Arab Saudi mempengaruhi Bahrain, dan sebagainya. Fluktuasi politik di negara-negara kecil seringkali terkait dengan negara-negara besar yang diikutinya dan terkait dengan pergolakan internasional memperebutkan pengaruh atas mereka. Satu negara kecil jika terjadi sebuah perubahan independen di situ maka dengan cepat negara-negara besar ikut campur tangan dengan berbagai cara untuk mencegah perubahan itu sempurna, terutama jika terjadi di negeri Islam yang memiliki kualifikasi untuk menjadi negara adidaya dan bukan hanya negara besar di dunia. Inilah yang terjadi ketika perlawanan dan revolusi pecah secara spontan di negeri-negeri Islam, terutama di negeri-negeri Arab. Negara-negara besar pun bergegas untuk campur tangan dan mencegah kemerdekaannya, mengepung dan mempertahankannya agar tetap berada dalam lingkaran pergolakannya. Dan jika ada campur tangan dari negara-negara besar, maka persoalan tersebut berputar dan menjadi persoalan pergolakan antar negara-negara besar, seperti yang baru-baru ini terjadi di Libya, dan mencegahnya untuk berubah menjadi pergolakan antara ummat dengan negara-negara besar seperti yang terjadi di Suriah.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1989 dan kejatuhannya secara final pada tahun 1991 dan hilangnya blok timur Uni Soviet yang dianggapnya sebagai wilayah strategis yang penting dan garis pertahanan terdepan, yang dibentuknya menjadi aliansi Pakta Warsawa. Hal itu terjadi karena masalah internal, konsesi ideologis dan guncangan ekonomi, terutama setelah Uni Soviet terjun dalam perang bintang ilusif, dan kemudian terjadinya berbagai kekalahan militer padanya, seperti yang terjadi di Afganistan, Uni Soviet pun turun dari peringkat adikuasa kedua yang menyaingi Amerika sebagai adikuasa pertama. Kemudian Amerika memanfaatkan situasi internasional baru ketika tidak ada lagi pesaing yang menyainginya memperebutkan posisi adikuasa pertama, amerika memanfaatkan kondisi itu dengan tegak dan menyatakan keunilateraniannya dalam konstelasi internasional untuk menjadi negara adikuasa tanpa pesaing atau mitra. yang mana Uni Soviet sebagai mitra satu-satunya dalam memanaje hubungan internasional sejak penandatanganan kesepakatan kebijakan detente di antara keduanya pada tahun 1961 ketika keduanya membagi dunia dala pengaruh keduanya.

Rusia tidak dapat menggantikan Uni Soviet, sehingga Rusia menjadi kekuatan yang kelelahan dan hancur setelah sebelumnya menjadi pemimpin Uni Soviet. Bahkan dahulu Uni Soviet diwakili oleh Rusia dan empat belas republik lainnya menjadi pengikutnya. Republik-republik itu menjadi wilayah pengaruh alami bagi Rusia. Sehingga degan kondisi itu Rusia kehilangan pengaruhnya di beberapa dari republik itu meski Rusia bersama sebelas republik itu membentuk Persemakmuran Negara-negara Merdeka (Commenwelt Independent States – CIS) untuk mengikatnya dan mempertahankannya tetap ada dalam pengaruhnya. Bahkan Rusia kehilangan sebagiannya semisal Ukraina dan Georgia. Dan berikutnya Rusia mengejar sisanya agar tetap dalam pengaruhnya, terutama di lima negara Asia Tengah. Dengan demikian, sebagai akibat dari keruntuhan Uni Soviet, Rusia menerima pukulan telak yang membuat Rusia tidak mampu bangkit pada kedua kakinya dari lumpur itu kecuali setelah sepuluh tahun lebih setelahnya. Bahkan setelah itu, Rusia tidak mampu kembali lagi ke keadaan semula.

Begitulah, perubahan pada konstelasi internasional telah terjadi tanpa terjadinya perang dunia atau perang besar yang menyebabkan kekalahan negara besar, sebagaimana yang biasa terjadi dalam sejarah jatuhnya negara-negara besar.

Tidak ada perang besar yang menjatuhkan Uni Soviet atau Rusia yang mewakilinya yang mana negara itu kalahkan dan runtuh dan musuh yang menang memasuki ibu kota negara itu sebagaimana yang terjadi dengan daulah Utsmaniyah dan Jerman dalam Perang Dunia Pertama, dan seperti yang terjadi dengan Jerman, Jepang, dan Italia dalam Perang Dunia Kedua dan musuh yang menang itu mendektekan syarat-syarat yang dia inginkan dan memaksakannya pada musuh yang dikalahkannya, sehingga negara-negara pemenang menjadi penguasa konstelasi internasional.

Amerika ditimpa kesombongan setelah jatuhnya Uni Soviet, saingan utamanya. Amerika pun menunjukkan kesombongan dan arogansi dan menolak dan mencampakkan permintaan dan keberatan dari negara-negara besar lainnya. Amerika bertindak dan melakukan intervensi secara militer di Balkan tanpa keputusan internasional, menduduki Afghanistan, dan kemudian menduduki Irak dengan alasan palsu dan tanpa keputusan internasional dari Dewan. Keamanan PBB, sebagaimana yang disepakati untuk tunduk pada hukum internasional sejak didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia II ketika konstelasi internasional berubah. Dengan begitu, Amerika telah melanggar hukum internasional yang dia setujui di Perserikatan Bangsa-Bangsa padahal Amerika merupakan pihak utama dalam pembentukan organisasi ini pada tahun 1945.

Dengan demikian, Amerika telah merusak kepercayaan terhadapnya dan terhadap organisasi internasional. Ini adalah salah satu faktor kejatuhannya dan organisasi. Karena setiap kali Amerika melanggar hukum internasional yang disetujuinya atau konvensi yang telah diterima oleh masyarakat internasional maka itu melamahkan kepercayaan terhadapnya dan kredibilitasnya, sehingga membuatnya jatuh dalam pandangan orang-orang dan mereka tidak lagi menghormatinya dan tidak siap untuk mengikutinya. Maka mereka mulai menyerang, menentang dan memberontak melawannya, satu perkara yang memperumit masalah terhadap pengaruh Amerika atas negara dan bangsa-bangsa lain. Sebab pengaruh Amerika bergantung kepada kepercayaan terhadapnya, kredibilitasnya, dan komitmennya terhadap hukum internasional dan konvensi umum.

Untuk contoh, di awal tahun 2001 ketika Amerika untuk kedua kalinya mengumumkan kembali kebijakan eksklusivitasnya di dalam konstelasi internasional tak diacuhkan oleh negara-negara besar lainnya dan ditentang oleh bangsa-bangsa. Presiden AS, George Bush Jr. menyatakan bahwa siapa saja yang tidak bersama Amerika berarti melawan Amerika. Hal itu menimbulkan kemarahan dunia terhadapnya. Akhirnya banyak orang mulai membencinya dan menuntut diambil sikap menentangnya. Negara-negara besar lainnya mengambil keuntungan dari kenyataan itu. Prancis bangkit dan mengajak serta Jerman dan Rusia bersamanya, membentuk poros oposisi terhadap pendudukan Amerika di Irak. Hal itu berdampak terhadap Amerika yang memaksa Bush Jr. untuk mengunjungi Brussel pada 21/2/2005 demi orang-orang Eropa dalam kunjungan yang dikenal sebagai perjalanan Bush untuk memperbaiki hubungan dengan Eropa. Bush Jr. menyatakan di sana: “Amerika Serikat mendukung munculnya Eropa yang kuat, karena kita membutuhkan mitra yang kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas besar di depan kita, terutama merealisasi kebebasan dan demokrasi di dunia” (laman Radio Jerman 21/2/2005). Dia berkata pada hari yang sama ketika dia bertemu Chirac: “Kami memiliki perbedaan, tetapi kami harus mengesampingkannya sekarang“ (laman Radio Jerman 21/2/2005). []

Sumber :

http://www.hizb-ut-tahrir.info/en/index.php/alraiah-newspaper/70287.html

http : //www.alraiah.net/index.php/political-analysis/item/5444-2020-09-01-20-20-08