April 25, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Pantaskah Gelar Seminar Cegah Terorisme dan Antitoleran Ditujukan Kepada para Santri?

Oleh : Dwi Apriyani,S.Pd (Aktivis Back To Muslim Identity)

Indonesia sudah tak asing lagi dengan kata terorisme dan antitoleran. Namun seiring berkembangnya zaman serta teknologi yang semakin modern, masyarakat semakin  cerdas dalam menanggapi suatu problematika yang ada pada kehidupan saat ini. Perlukah umat memahami makna terorisme dan antitoleran? Jelas umat harus memahami dengan benar.

Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) Kalimantan Barat bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar kegiatan seminar nasional bersama forkopimda Kalbar dan Dewan Pengurus Wilayah IPI Kalbar. Ketua panitia sekaligus ketua DPW IPI Kalbar, KH. Zuhdi menyatakan kegiatan seminar nasional untuk merekatkan dan mendekatkan pengurus IPI dan para Kyai kepada pejabat pemerintah daerah atau forkopimda di tempat keberadaan pesantren.

Selain menghadirkan Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Refli Amar, acara ini juga mengundang Gubernur Kalbar, Pangdam XII/Tpr, Kapolda Kalbar, Bupati, Wali Kota serta Dandim, Kapolres serta para tokoh yang ada di Kalbar. Dari seminar ini diharapkan terjalin kerjasama pengurus DPW dan DPC IPI  serta para ulama bersama Kodam, Polda, Kodim, Polres dan instansi terkait lainnya, agar seluruh Pondok Pesantren di Kalbar ini bersih dari paham-paham  terorisme dan bersih dari para santrinya yang intoleran (kalbar.antaranews.com, 20/10/2022)

Fakta ini menunjukkan bahwa, masih banyak umat yang menganggap mendalami ilmu agama Islam secara sempurna dan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat menimbulkan sikap antitoleran. Padahal justru saat sekarang inilah sekolah agama sangat dibutuhkan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan perilaku anak kedepannya. Karena dengan bekal agama dan keimanan yang kuat, pemuda dapat berperilaku dan berakhlak mulia, serta berpengetahuan luas dengan menyeimbangkan antara kehidupan dan akhirat. Dalam hal ini, penting setiap sekolah agama diberikan keleluasaan dalam rangka memberikan pendidikan  yang terbaik untuk santri dan santriwati, terutama dalam hal mengenal dan memahami Islam secara kaffah.

Patut dipertanyakan, apakah yang dimaksud dengan antitoleran? Apakah seseorang yang berpengatahuan Islam dengan menganggap semua agama sama? Sehingga mendukung perayaan semua agama? atau ikut berpartisipasi dengan perayaan hari raya umat agama lain? Maka dari itu umat harus cerdas akan makna antitoleran yang sebenarnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) toleransi bermakna memiliki sikap toleran yaitu menenggang, menghargai, membiarkan atau membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Dari makna di atas jelas antitoleran berarti tidak toleransi.

Jelas pula, muslim itu sejatinya telah memiliki rasa toleransi sejak dulu. Dalam sejarah Islam yang panjang, tidak ditemukan kasus penindasan yang dilakukan oleh umat Muslim terhadap umat lain. Bahkan ketika umat Muslim berkuasa melalui sistem Kekhilafahan di dunia, tidak ada pemaksaan terhadap umat lainnya untuk memeluk Islam.

Justru umat non-Muslim tetap dilindungi untuk melaksanakan aktivitas ibadah sesuai agama mereka. Menarik apa yang dikatakan oleh Karen Armstrong “There was no tradition of religious persecution in the Islamic empire “ (Tidak ada tradisi persekusi agama dalam imperium [Khilafah] Islam).” (Karen Armstrong, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, McMillan London Limited, 1991, hlm. 44).

Toleransi yang diatur oleh syariah Islam telah diterapkan dalam kehidupan nyata umat Muslim. Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai kebijakan Khilafah Islamiyah yang berlangsung selama 14 abad. Sangat banyak ilmuwan dan sejarahwan dunia yang menuliskan aspek toleransi dalam kebijakan Khilafah tersebut. Maka tuduhan bahwa Islam itu anti-toleransi sebenarnya tidak sekedar ahistoris, namun juga sebuah penyesatan politik. Ketika seorang muslim, ormas dan yang lainnya ikut serta dalam program moderasi beragama yang bertujuan untuk mengindahkan toleransi seraya  agama Islam adalah corong intoleransi untuk kemudian menyandarkan toleransi pada tolak ukur Barat, maka sejatinya itu adalah bentuk argumen yang menyesatkan.

Islam juga sudah mengatur bagaimana cara bertoleransi dengan sesama manusia, baik dengan Ketika melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti melakukan muamalah, pendidikan, maupun dalam kehidupan beragama. Allah SWT juga sudah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa agama yang Allah ridhoi adalah Islam sehingga diharapkan tidak ada perselisihan di dalamnya, Allah SWT berfirman :

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” (QS. Ali ‘Imran [3] : 19)

Kemudian Allah menyeru hamba-hambaNya untuk masuk dan mempelajari islam secara keseluruhan tanpa memilah apakah terdapat manfaat di dalamnya atau tidak mengandung manfaat. Dalam hal ini, Allah SWT juga meyeru dalam firmanNya berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”(QS Al-baqarah [2] : 208)

Namun tidak ada paksaan atasnya sudah Allah SWT tegaskan dalam Al-qur,’an surah Al Kafirun, bahwa agama Islam untuk orang Islam dan sebaliknya. Sehingga Islam telah megajarkan cara penerapan toleransi. Arti dari surat Al Kafirun dari ayat 1-6 sebagai berikut “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!”, “aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”, “dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”, “dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah”, “dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah”, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Jelaslah bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak memaksa umat agama lain untuk masuk Islam, dan aktifitas kehidupan tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada aktifitas saling mengganggu dalam peribadatan, dan membiarkan umat agama lain beribadah tanpa paksaan. Inilah bentuk toleransi yang sudah ada dalam islam jauh sebelum Indonesia berdiri.[]

WallahuAlam Bish-shawab