July 27, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Memberantas Korupsi Dalam Demokrasi Hanya Halusinasi

Oleh : Fitri Khoirunisa, A.Md (Aktivis Muslimah Kubu Raya)

Betapa besar harapan rakyat kepada KPK untuk memberantas korupsi yang semakin menggila di negri ini. Dari tingkat desa hingga pusat pemerintahan tak luput dari tangan nakal para tikus berdasi. Bayangkan saja berulang kali berganti pemerintahan, tindak korupsi tidak bisa diatasi, malah makin mendapat kelonggaran dalam hukum.

Adapun Gerakan Selamatkan Negeri (GSN) berharap semua pihak mendukung penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Ketua umum GSN sangat membutuhkan dukukan penuh kepada KPK agar bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel. (antaranews.com, 08/10/2023)

Presiden Joko Widodo pun bertemu dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di Istana Merdeka Jakarta dalam rangka membicarakan kasus korupsi yang menimpa dirinya. Seperti diketahui, Syahrul Yasin Limpo mundur dari jabatan mentan karena ingin fokus dengan kasus hukum yang menimpa dirinya. Seperti diketahui, Syahrul dikabarkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).(liputan6.com, 08/10/2023)

Berderetnya nama para menteri yang terseret dugaan korupsi menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini seolah hanya ilusi. Pemerintahan yang bersih seolah menjadi hal yang tidak mungkin terwujud. Yang ada, korupsi justru makin menjadi-jadi.

Sepanjang semester I tahun ini saja, KPK telah menerima 2.707 laporan dugaan korupsi. Berdasarkan laporan yang dirilis Transparency International, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 sebesar 34 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara. Capaian ini turun dari tahun sebelumnya yang mencatat skor 38 di peringkat 96.

Berdirinya KPK yang diharapkan bisa menjadi akselerator pemberantasan korupsi, ternyata jauh dari harapan. Berbagai upaya KPK untuk menaikkan skor IPK ternyata gagal. Malah, lembaga ini dilemahkan, kewenangannya dikurangi, penyidiknya yang “garang” dibatasi geraknya, dan bahkan kini kredibilitas pimpinannya dipertanyakan. Hal ini membuat jalan pemberantasan korupsi kian suram dan gelap.

Sangat wajar jika terus terjadi tindak korupsi di kalangan pejabat negri, dilihat dari modal menjabat mereka harus merogoh kocek yang dalam, ditambah lagi gaji yang tak sesuai harapan untuk mengembalikan modal. Karena politik demokrasi sungguh sangat mahal.

Kasus korupsi bisa demikian masif karena ada faktor pendorong dan ada faktor kesempatan. Saat ini, kehidupan masyarakat dan negara sangat sekuler sehingga para pejabat dan aparat negara melakukan apa saja demi mendapatkan kekayaan, termasuk jalan haram, yaitu korupsi. Azab neraka tidak lagi mereka takuti sehingga enteng saja mereka mengambil uang negara yang seharusnya dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat. Korupsi telah menjadi cara singkat untuk menjadi kaya dalam sekejap.

Adapun faktor kesempatan terwujud karena lemahnya hukum di Indonesia. Banyak koruptor yang melenggang dengan bebas karena bisa membeli hukum. Adapun koruptor yang tertangkap dan dipenjara, mereka tidak bertobat karena hukuman yang diterima tidak menjerakan. Mereka juga leluasa beraktivitas di dalam lapas karena mendapatkan fasilitas mewah. Alhasil, sistem demokrasi sekuler merupakan penyebab maraknya korupsi di Indonesia. Oleh karenanya, sistem ini harus diganti dengan sistem Islam yang sahih.

Islam sangat tegas dalam  memberantas korupsi. Dari sisi asas kehidupan, Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan kaum muslim. Tujuan hidup umat Islam bukanlah mengumpulkan materi/kekayaan, tetapi meraih ridha Allah Ta’ala. Dengan demikian, dorongan perilaku korup bisa diminimalkan.

Kejujuran dan sikap amanah yang merupakan bagian dari ketakwaan dibentuk melalui sistem pendidikan. Hal ini mewujudkan kontrol internal pada tiap individu untuk menghindari korupsi yang terkategori ghulul, karena ghulul merupakan perkara yang diharamkan berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam QS Ali Imran: 161.

“Siapa yang berbuat ghulul, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu.”

Menurut An-Nasafi, orang disebut berbuat ghulul apabila mengambil sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, segala macam bentuk pengambilan dan penyelewengan harta, seperti korupsi, suap, dan manipulasi termasuk perbuatan ghulul.

Rasulullah saw. bersabda, “Aku katakan sekarang, (bahwa) barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), hendaklah ia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, ia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.” (HR Muslim no. 3415; Abu Dawud no. 3110).

Selain kontrol internal berupa ketakwaan individu, kontrol eksternal juga diberlakukan. Negara Khilafah akan mengaudit harta kekayaan pejabat dan pegawainya sebelum menjabat dan setelah menjabat. Jika ada kenaikan yang tidak wajar, pejabat tersebut harus membuktikan asal kenaikan hartanya.

Jika tidak mampu membuktikan, harta tersebut akan disita negara. Adapun pejabat tersebut akan mendapatkan hukuman, baik berupa pemberhentian dari jabatan maupun sanksi yang menjerakan. Sanksi korupsi terkategori takzir, yaitu sanksi yang ditetapkan oleh khalifah atau kadi. Sanksi tersebut harus adil dan menjerakan, bisa berupa penjara, pengasingan, atau bahkan hukuman mati. Selain itu, pelaku korupsi akan disiarkan kepada publik melalui media massa sehingga menjadi sanksi sosial dan sekaligus mencegah orang lain berbuat serupa. Dengan solusi yang integral tersebut, pemberantasan korupsi akan berjalan efektif. Terwujudnya negara yang bersih dari korupsi bukan lagi ilusi, tetapi mewujud nyata.