July 27, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Jangan Biarkan Pemuda Terjebak Pada Konten Nirfaedah

Oleh: Khairani (Aktivis Muslimah Pontianak)

Flexing menjadi sebuah kata yang sering digunakan di sosial media akhir-akhir ini. Jika diartikan, flexing adalah istilah yang merujuk pada seseorang yang menyombongkan gaya hidupnya demi memberikan kesan mampu pada orang lain.

Ketika kita menyelami sosial media, maka konten flexing bertebaran dimana-mana. Orang-orang berlomba untuk memamerkan harta demi mendapatkan like alias pujian dari orang lain. Sekalipun harta tersebut bukan miliknya secara pribadi.

Virus ini juga menghinggap pada sebagian besar pemuda muslim. Demi pujian ataupun cuan, mereka berpikir seribu cara agar dapat membuat konten menarik di sosial media agar bisa meraih tujuan yang mereka inginkan.

Dulu, jika ingin terkenal maka kita harus giat belajar dan berusaha. Namun hari ini, pemuda-pemudi melakukan cara apapun demi bisa terkenal. Ada yang dengan memamerkan aurat, pamer kebersamaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, pamer harta kekayaan, bahkan membuat konten nirfaedah lainnya walau sampai berujung tragis meregang nyawa.

Seperti seorang pemudi (21 tahun) dari Bogor, yang membuat konten candaan gantung diri. Nahasnya, ia tergelincir dan nyawanya tidak dapat tertolong. Masih ingat konten mandi lumpur atau gemis online? Ini juga salah satu contohnya, mereka rela membahayakan diri sendiri atau anggota keluarga mereka demi meraih cuan.

Salahkah jika pemuda ingin eksis?

Secara fitrah, Allah menganugerahkan kepada manusia sebuah naluri untuk mempertahankan diri (gharizah baqa’). Diantara perwujudan naluri ini adalah adanya keinginan manusia untuk menunjukkan eksistensi dirinya atau aktualisasi diri dengan menunjukkan kelebihan yang dimilikinya.

Maka secara fitrah, manusia menyukai sebuah pujian. Akan tetapi jika naluri ini tidak disalurkan dengan aturan yang benar, maka akan membawa manusia pada marabahaya.

Berbagai perilaku eksistensi diri yang dilakukan oleh pemuda hari ini, sejatinya menunjukkan rendahnya perilaku mereka yang  muncul dari  taraf berpikir yang rendah pula. Tidak habis pikir, mereka melakukan perbuatan yang rendah dan merugikan demi meraih materi yang tidak ada apa-apanya. Perilaku ini sekaligus menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan ini. Dan ini tentulah hasil dari sistem kehidupan yang diyakini masyarakat dalam seluruh aspeknya.

Seperti yang kita ketahui, saat ini kita hidup dengan diterapkan aturan sekuler yakni dipisahkannya agama dari kehidupan. Oleh sebab itu, porsi agama dalam mengatur kehidupan sangat dikerdilkan. Peran agama akhirnya sebatas pada aspek ibadah spiritual, itupun dikembalikan kepada individu masing-masing yang ingin menjalankannya.

Jauhnya agama dari kehidupan ini, membuat manusia tidak mengenal apa sebenarnya tujuan hidup mereka ada di dunia ini. Ideologi Kapitalisme yang tegak diatas akidah sekulerisme ini, membuat manusia mengedapankan materi diatas segala-segalanya. Bahkan mengubah standar bahagia mereka sebatas pada aspek manfaat semata.

Maka menjadi suatu kewajaran, jika eksistensi diri menjadi hal yang diprioritaskan pada hari ini. Ditambah adanya kemajuan media membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Masyarakat akhirnya mewajarkan aktivitas eksistensi dengan berbagai konten, bahkan masyarakat pula yang menjadi konsumen dari konten-konten tersebut.

Islam Mengatur agar Pemuda Menjadi Manusia yang Mulia

Sistem hari ini gagal menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya. Bukannya bertindak tegas, penguasa justru memfasilitasi ajang untuk eksistensi diri bagi para pemuda dengan eksistensi tanpa aturan dan tanpa batas.

Berbeda dengan Islam, keberadaan pemuda sangat diperhatikan. Mereka adalah generasi emas pemimpin masa depan. Islam memandang generasi muda Islam adalah generasi terbaik umat yang perlu disiapkan menyongsong peradaban dan kebangkitan Islam.

Lihatlah bagaimana Rasulullah mendidik para sahabatnya, yang kebanyakan berasal dari kalangan pemuda. Misalnya Mush’ab bin Umair, salah satu sahabat Rasulullah yang sebelum tersentuh Islam merupakan pemuda kaya dan keren dikalangannya. Namun setelah tersentuh Islam, ia rela meninggalkan fasilitas yang ia miliki dan mendedikasikan hidupnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya.

Ia rela kehilangan segala kemewahan demi ber-Islam secara kafah dan menjadi duta Islam pertama dalam sejarah umat Islam. Inilah sosok pemuda panutan yang akidahnya kuat, tutur katanya bernas, dan perannya sangat besar dalam memotori perubahan masyarakat.

Oleh sebab itu, begitu pentingnya posisi pemuda, membuat penguasa di dalam Islam akan memfasilitasi mereka agar menjadi generasi emas yang tangguh. Salah satu upaya penguasa adalah dengan memberikan pendidikan yang terbaik, sehingga membentuk mereka berkepribadian Islam dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

Penguasa di dalam Islam juga akan menutup segala celah yang membuat manusia lalai dalam menjalankan perannya sebagai Khalifah diatas muka bumi. Diantaranya, hanya menjadikan media sosial sebagai media edukasi dan syiar Islam.

Oleh sebab itu, sangat masyhur dalam sejarah, bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang agung, serta melahirkan generasi hebat yang konstribusinya dapat dirasakan hingga masa modern sekarang. Tentu sangat berbeda dengan peradaban Kapitalisme yang sedang tegak hari ini. Kita dapat melihat tampak buruknya peradaban Kapitalisme yang terlihat dari rendahnya taraf berpikir manusia yang berujung pada rendahnya perilaku mereka.

Maka dari itu, mengharapkan kebangkitan yang shahih hanya bisa kita dapatkan pada Islam, yang telah terjamin menghasilkan peradaban yang agung dan membawa rahmat bagi semesta alam

Oleh sebab itu, pemuda muslim saat ini harus diselamatkan dari paparan aktivitas yang rusak, seperti flexing (yang merupakan buah dari ideologi Kapitalisme), sehingga mereka dapat menjadi salah satu motor perubahan ditengah masyarakat dengan memperjuangkan tegakkannya Ideologi Islam. Merekapun akhirnya menjadi manusia yang mulia, mengikuti jejak generasi Islam terdahulu.[]

Wallahu a’lam bish-shawab