July 22, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

BBM Naik Lagi, Rakyat Bisa Apa?

Oleh : Annisa

BBM Non subsidi mengalami kenaikan harga setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU (Katadata.co.id). Semua jenis BBM non-subsidi mengalami kenaikan harga, mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Dex, Dexlite, hingga Pertamax Green 95.

Adapun BBM jenis Pertamax, setelah tiga bulan tidak dilakukan perubahan harga, kini harganya resmi naik. Di wilayah Jabodetabek, jenis bensin ini dibanderol seharga Rp13.300 per liter pada 1 September 2023, sebelumnya dipatok Rp12.400 per liter. Sementara itu, harga BBM jenis Pertalite dan solar subsidi tidak mengalami kenaikan harga, keduanya dibanderol masing-masing seharga Rp10.000 per liter dan Rp6.800 per liter (Katadata.co.id)

Kenaikan BBM Non-subsidi sinyal kenaikan BBM subsidi?

Memang yang mengalami kenaikan harga adalah BBM non subsidi. Sedangkan yang kebanyakan digunakan oleh rakyat kecil adalah BBM subsidi yakni pertalite dan solar. Mungkin efek yang ditimbulkan tidak secara langsung menyentuh rakyat.

Namun, kita patut curiga dengan kebijakan kenaikan ini, bisa jadi rangka ‘test the water’ atas usulan Pertamina kepada Menteri ESDM mengenai penghapusan Pertalite yang sedang dikaji Pertamina dan pemerintah. Dalam usulan tersebut, Pertalite direncanakan diganti dengan BBM jenis Pertamax Green 92. Ini artinya, harga Pertamax dan Pertalite kemungkinan tidak sama. Harapannya ketika pertalite naik, rakyat tidak kaget dan dapat menerima kenaikannya sebab sudah dikondisikan sedari awal.

Liberalisasi energi pangkal mahalnya bahan bakar

Alasan ramah lingkungan menjadi alasan pertamina ingin menganti pertalite ke pertamax green. Kita semua tentu menginginkan bahan bakar yang ramah lingkungan, namun hal itu harus disesuaikan dengan kemampuan beli rakyat. Apakah rakyat tidak bertambah sulit dengan naiknya bahan bakar minyak yang mereka gunakan sehari-hari? Atau benarkah ini semata-mata demi kebaikan lingkungan bukan kepentingan pemodal?

Imbas kenaikan BBM tentu akan berdampak pada mahalnya harga-harga kebutuhan pokok. Kebijakan penghapusan premium secara permanen pada Januari 2023 dan kenaikan harga Pertalite saja sudah membebani rakyat, apalagi jika BBM bersubsidi seperti Pertalite diganti ke Pertamax Green 92 yang kemungkinan harga jualnya di atas Pertalite. Ini jelas akan menambah beban pengeluaran rakyat.

Mahalnya bahan bakar sejatinya berpangkal pada liberalisasi migas yang menjadi konsekuensi diterapkannya ekonomi kapitalisme. Respon baik menteri ESDM atas usulan pertamina mengindikasikan liberalisasi migas yang tengah berjalan. Bukankah ketika pertalite diganti, negara  harus membayar dan menanggung biaya penggantian? Ditambah, jika negara harus menyubsidi Pertamax Green 92 sebagaimana subsidi untuk Pertalite, tentu menambah biaya dua kali lipat. Itupun kalo subsidi masih diberlakukan, sebab subsidi dianggap beban bagi negara kapitalis

Selain itu, Pertamina yang menjadi representasi dari negara tentu bukan pemain tunggal. Di sektor hulu banyak sekali i vestor yang bermain, mengingat pertamina terbuka dengan tawaran investasi luar. Dalam kamus ekonomi kapitalisme neoliberal, investasi bisa datang dari mana saja, yakni individu, swasta, bahkan asing. Siapa pun berpeluang menanamkan investasi di sektor strategis, seperti migas dan tambang lainnya.

Beginilah paragdima pengelolaan harta dalam kapitalisme, dimana liberalisasi berjalan di semua lini. Tidak terkecuali dalam pengelolaan Sumber daya energi. Padahal sejatinya energi adalah harta milik umum yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dampak dari liberalisasi ini ialah rakyat makin menderita dan tidak sejahtera.

Paradigma Islam soal energi yang penuh keberkahan

Migas atau bahan bakar minyak dan gas dipandang oleh negara Islam sebagai kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga negara Islam wajib menjamin ketersediaannya dan bisa diakses murah hingga gratis oleh masyarakat. Islam yang Allah turunkan menetapkan energi sebagai harta milik umum yang kepemilikannya tidak boleh dimonopoli oleh swasta dan negara. Negara hanya berperan mengelola harta milik umum agar dapat dinikmati oleh warganya.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw.,

 “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud).

 Larangan penguasaan harta milik umum yang jumlahnya banyak berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy, “Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya.’” (HR Tirmidzi)

Syekh Abdul Qadim Zalum menjelaskan dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah, tindakan Rasulullah Saw. yang meminta kembali (tambang) garam yang telah diberikan kepada Abidh bin Hamal dilakukan setelah mengetahui bahwa (tambang) garam tersebut jumlah (deposit)-nya sangat banyak dan tidak terbatas.

Tersebab migas membutuhkan tahapan proses yang panjang dan berdana besar, seperti pengeboran, penyulingan, dan pendistribusian, maka negaralah yang diserahi kewenangan tersebut untuk mengelolah dan mendistribusikannya kepada masyarakat.

Namun, tjuan pendistribusian minyak ke rakyat bukanlah untuk berbisnis, tetapi untuk memenuhi hajat hidup masyarakat. Dengan begitu, biaya yang dikenakan atas BBM untuk masyarakat bisa murah bahkan gratis. Tidak boleh ada tujuan komersialisasi dalam pengelolaan kekayaan milik umum. Semua hasilnya harus dikembalikan ke masyarakat.

Negara juga harus memastikan hasil penyulingan minyak benar-benar berkualitas dan ramah lingkungan. Dengan pengelolaan migas berdasarkan syariat Islam, semua aspek diperhatikan, baik dari sisi lingkungan, pengelolaan hingga pendistribusiannya.[]