March 23, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Perpres Penyaluran Premium Merupakan Liberalisasi Terhadap Migas

Oleh : Fitri Khoirunisak,A.Md (Aktivis Back To Muslim Identity)

Adanya Perpres tentang penyaluran BBM saat ini memang belum menghapus premium sebagai daftar list penghapusan, namun secara pasti pemerintah akan menghapus produksi-distribusi premium dengan alasan energi hijau yang ingin diwujudkan namun tanpa memikirkan dampak bagi rakyat.

BBM RON 88 dianggap sebagai penyumbang emisi karbon terbesar. Rencana penghapusan BBM oktan rendah ini pun mengikuti standar euro 2, yaitu minimum BBM RON 90, dan euro 3 dan 4 sejak 2013 dengan BBM RON 91—92, meskipun saat ini daya konsumsinya pun telah rendah akibat program pengalihan Premium ke Pertalite secara sistematis bertahap sejak 2015.

Pemerintah berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah jenis Premium dan Pertalite secara bertahap mulai tahun depan. Rencana ini berpotensi mengarah pada inflasi dan menekan konsumsi masyarakat di masa yang akan datang.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, dampak perubahan kebijakan tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi. Dampak langsungnya terhadap sektor transportasi terutama darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite. (katadata.co.id, 28/12/2021)

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, penghapusan Premium tidak akan berdampak pada masyarakat. Sebab, saat ini konsumsinya relatif kecil. Penghapusan Premium tidak akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Alasannya, konsumen Premium sudah semakin kecil. (finance.detik.com, 26/12/2021)

Ini akan berbeda apabila Pertalite yang akhirnya dihapuskan. Sebab, saat ini konsumsinya telah mencapai 80% sehingga tentu saja akan berdampak pada terkereknya inflasi dan tergerusnya daya beli masyarakat. Hal ini pun berakibat buruk pula bagi pemulihan ekonomi di tengah pandemi.

Sebenarnya tanpa adanya penghapusan premium ditengah-tengah masyarakat saat ini saja sudah menyebabkan terjadinya kekacauan perekonomian terlebih sejak pandemi melanda. Harga dan biaya bahan pangan naik secara bersamaan, seperti minyak makan, cabai dan telur dan belum memiliki tanda-tanda penurunan sampai saat ini.

Penghapusan BBM oktan rendah berganti ke oktan tinggi secara bertahap dengan mencabut atau mengurangi subsidinya, secara hakikat merupakan upaya terselubung liberalisasi migas di sektor hilir. Harga BBM akhirnya diserahkan ke mekanisme pasar. Hal ini sebagai bentuk terselubung untuk menaikan harga BBM dan melepas harga BBM sepenuhnya ke harga pasar.

Sejatinya, hal ini dapat dianggap sebagai tindakan inkonstitusional atau bertentangan dengan spirit undang-undang dan amanah konstitusi terkait penguasaan negara terhadap sumber daya alam (SDA) dan peruntukannya bagi kemakmuran rakyat secara penuh. Hal ini tertuang dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas).

Apabila BBM diserahkan kepada mekanisme pasar maka pasti akan terjadi multiplier effect bagi kondisi ekonomi dan kualitas hidup rakyat. Perubahan kebijakan tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi. Dampak langsungnya terhadap sektor transportasi terutama darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite.

Berbanding terbalik dari pengelolaan sistem kapitalis, pengelolaan BBM yang sesuai dengan syariat Islam akan mengedepankan kemaslahatan publik. Islam juga tidak terjerat komitmen global yang merugikan negara dan Islam juga akan menjamin rakyat mendapatkan dengan mudah dan murah BBM tersebut karena adanya negeri-negeri Muslim yang kaya energi seperti Indonesia.

Negara di dalam Islam (Khilafah_red) yang akan menerapkan sistem Islam secara kafah, tidak akan menyerahkan pengelolaan migas kepada mekanisme pasar dengan mencabut subsidi seperti paradigma negara kapitalisme. Sistem kapitalisme mengurusi rakyatnya dan pengelolaan BBM dengan spirit jual beli dan berbasis untung/rugi.

Jelaslah sistem mana yang harus kita diterapkan untuk kemaslahatan rakyat. Tentu kita tidak ingin lagi berlama-lama hidup dalam sistem kapitalisme yang senantiasa melanggengkan hegemoni segelintir pihak, terutama asing demi terus menimbun cuan. Sementara pada sisi lain, rakyatlah yang terus-menerus dikorbankan.[]

Wallahualam