July 27, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Liberalisme dan Narkoba : Double Big NO

Oleh : Agustin Pratiwi (Founder Mustanir Courses)

Pada Desember 2020 silam, Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan dihapusnya ganja dari kategori obat paling berbahaya dan diperbolehkan penggunaannya dalam keperluan medis (health.detik.com 3/12/2020). Hal tersebut mendorong munculnya wacana turut melegalkan ganja di beberapa negara dengan berbagai alasan, mulai dari kebutuhan medis dan pengobatan bahkan untuk meningkatkan sektor pariwisata. Wacana dilegalkannya ganja pun menjadi perbincangan di Indonesia.

Thailand merupakan negara pertama di Asia yang melegalkan kebijakan kebolehan ganja pada Kamis 9 Juni 2022 lalu (tribunnews.com 9/6/2022). Nahas, kebijakan pelegalan ganja di Thailand nyatanya berbuah pahit bahkan dalam pekan pertamanya. Diperoleh laporan bahwa terdapat empat pria termasuk  siswa berusia 16 dan 17 tahun yang dirawat di rumah sakit Bangkok akibat overdosis ganja dan salah satunya meningal dunia (tempo.co 15/6/2022). Di Indonesia sendiri, meskipun sempat ada sebagian kalangan yang menginginkan legalnya ganja untuk kebutuhan medis namun ganja masih dianggap sebagai obat-obatan terlarang atau jenis narkotika golongan 1, yaitu penggunaannya terbatas hanya untuk ilmu pengetahuan dan teknologi karena berpotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan dan memberi efek halusinasi berlebihan pada pemakainya.

Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan ada peningkatan prevalensi pengguna narkoba di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,15 persen, sehingga menjadi 1,95 persen atau 3,66 juta jiwa (mantaranews.com 10/2/2022). Walaupun telah dilarang peredarannya, ternyata  sebaran narkoba masih sulit untuk dikendalikan.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Petrus Reinhard Golose menegaskan bahwa pihaknya menolak legalisasi ganja untuk kebutuhan medis atau rekreasi di Indonesia meskipun beberapa negara mulai melegalkan hal tersebut. Ia juga memberikan peringatan kepada para turis mancanegara bahwa Bali bukanlah tempat yang aman atau safe heaven untuk penyalahgunaan narkotika (cnnindonesia.com).

Senada dengan hal tersebut, penolakan wacana legalisasi tanaman ganja juga datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Linda Amalia Sari Gumelar, menurutnya jika penggunaan ganja dilegalkan bisa menimbulkan adiksi dan berpotensi mengakibatkan banyak anak Indonesia ingin mencoba dan kemudian menyalahgunakannya.

Legalisasi ganja di Indonesia jelas akan membawa dampak buruk walau diklaim memberikan manfaat kesehatan, namun penggunaan ganja yang berlebihan dapat mengakibatkan penggunanya mengalami halusinasi, kecanduan yang berujung tindakan kriminal, gangguan jiwa hingga kematian.

Berbagai upaya telah dilakukan negara guna memberantas maraknya kasus narkoba. Mulai dari pengesahan UU NO 35 tahun 2009 tentang Narkotika, mengadakan berbagai sosialisasi juga konferensi dan rehabilitasi hingga turut dalam peringatan Hari Anti Narkoba Internasional tiap tahunnya. Namun segala upaya yang dilakukan belum membuahkan hasil. Hingga detik ini peredaran dan penyalahgunaan obat terlarang itu kian mengkhawatirkan. Bahkan kasus narkotika di negeri ini bagai fenomena gunung es yang hanya baru terlihat ujungnya, masih banyak sekali kasus yang belum terungkap di dasarnya.

Jika ditelisik lebih dalam, maraknya kasus narkotika adalah karena bercokolnya tatanan sistem kehidupan sekuler kapitalis. Agama hanya diletakkan dalam ranah private dan sebagai ibadah ritual semata yang telah dipisahkan dari berbagai aspek kehidupan. Sistem sekuler kapital telah mengagungkan ide kebebasan. Saat ide kebebasan diagungkan maka krisis generasi menjadi potret yang dipertontonkan.

Pemahaman liberalisme menjadikan generasi berperilaku jauh dari norma. Fenomena tawuran, bullying, seks bebas, LgBt, narkoba hingga aksi pembunuhan yang melibatkan generasi terus menjadi rapor merah negeri. Maka paham kebebasan tanpa batas yang terlahir dari sistem kehidupan sekuler kapilatis haruslah ditinggalkan untuk menjemput masa depan yang gemilang. Adalah mustahil menyelamatkan generasi selama orientasi kehidupan hanya untung rugi dengan kalkulasi duniawi tanpa memandang agama khususnya Islam yang memiliki konsep keteraturan yang jelas juga menyandarkan segala hal pada aturan dari Dzat Pencipta Yang Maha Pengatur.

Satu-satunya solusi tuntas atas problematika ini adalah dengan menerapkan Islam sebagai aturan kehidupan bermasyarakat dengan hadirnya institusi negara yang senantiasa berusaha mengkondisikan ketaatan kepada aturan Sang Pencipta. Islam yang merupakan addin yaitu agama pembawa rahmat bagi seluruh alam dan mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan manusia.

Islam memiliki berbagai langkah dalam tindakan pencegahan agar narkotika maupun paham liberal tidak marak bercokol di tengah-tengah generasi muda. Diantaranya penanaman aqidah yang kokoh dibangun sejak kecil dibarengi dengan kurikulum sekolah yang ditunjukkan untuk membentuk insan berkepribadian Islam. Kemudian Islam akan secara ketat memastikan informasi yang menyebar di tengah masyarakat adalah informasi yang akan meneguhkan keimanannya dan memfilter penyebaran pemahaman yang bertentangan dengan tsaqofah Islam, juga memberikan informasi mengenai bahayanya narkotika dan pemikiran liberal.

Selain itu, negara juga akan memberikan sanksi tegas kepada pengedar narkoba dan pengemban paham liberal dengan hukuman takzir yang akan ditentukan oleh qodhi (hakim). Upaya pencegahan maupun tindakan tersebut akan meminimalisir prilaku kriminal di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya kita tidak hanya mewaspadai narkotika tetapi juga menutup rapat-rapat celah menjamurnya ide liberalisme yang masih terus mengancam generasi dengan cara mengembalikan tata aturan yang bersumber dari Allah SWT.[]

Wallahua’lam bis showwab