July 22, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Kapitalisme Mencengkram, Badai PHK Mengancam

Oleh: Agustin Pratiwi

Dunia Tengah dihantui Resesi global, sebagaimana yang diprediksi oleh World Bank. Resesi diprediksi akan terjadi pada tahun 2023 mendatang. Hal ini tentu akan berdampak pada stabilitas ekonomi negara yang dapat menjadikan penurunan tingkat kesejahteraan pada masyarakat. Badai gelombang PHK pun mengancam di depan tak bisa terelakkan.

Di Indonesia, badai besar pemutusan hubungan kerja kembali melanda. Alasan yang dikemukakan adalah sebagai bentuk upaya strategi guna efisiensi perusahaan. Beberapa perusahaan besar seperti shopee, tokocrypto dan Indosat telah melakukan pemangkasan karyawan. Sebanyak lebih dari 300 karyawan Indosat terkena PHK, toko crypto mem-PHK sekitar 45 orang (tribunnews.com 29/10/2022).

Sejumlah perusahaan raksasa teknologi dan startup dunia seperti Byju(India), Better.com (Amerika Serikat), Tesla, Twitter, Getir (Turki), Seagate hingga Peleton (Taiwan) telah merumahkan karyawannya. Bahkan dari perusahaan tersebut ada yang telah mem-PHK pekerja sebanyak 3.000 karyawan (cnbcindonesia.com 7/11/2022).

Jika ditelisik, PHK massal selalu menjadi alternatif pilihan bagi perusahaan sebagai solusi ketika ekonomi dan persaingan bisnis tidak lagi stabil. Fakta ini menunjukkan bahwa posisi buruh sangat lemah dalam kontrak kerja. Terlebih pemerintah baru akan akan menyediakan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan persyaratan, yakni saat pekerja yang terkena PHK masih menjadi bagian aktif dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat membayar iuran.

Ironi nasib pekerja dalam sistem kapitalisme, mereka direkrut dan di-PHK sesuai kepentingan pengusaha kapitalis. Dalam sistem kapitalisme, pekerja dipandang sebagai salah satu bagian dari biaya produksi, sementara konsep produksi kapitalisme harus menekan biaya dan beban produksi, akhirnya keputusan PHK akan selalu menjadi solusi yang dianggap lumrah bagi pengusaha demi menyelamatkan perusahaan.

Terlebih lagi setelah lahirnya kebijakan dalam UU Omnibus Law, yang semula diklaim akan menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perlindungan tenaga kerja nyatanya justru merugikan pekerja dan hanya menguntungkan para pemilik modal. Bahkan penetapan pesangon bisa lebih kecil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 40 ayat 2 PP 35/2021 bahwa pekerja/buruh yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) karna perusahaan tempatnya bekerja tutup atau merugi akan mendapat pesangon 0,5 kali dari upah. (cnnindonesia.com, 22/2/2021)

Jika banyak perusahaan melakukan PHK maka jumlah pengangguran akan semakin meningkat. Hal itu tentu membawa ancaman serius dalam tatanan sosial di tengah masyarakat sebab kesenjangan ekonomi yang tinggi dapat disertai dengan kriminalitas yang tinggi pula.

Penyebab PHK massal sejatinya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini mencengkram dunia. Sistem mata uang kertas yang tidak dijamin oleh komoditas berharga akan terus mengintai kondisi ekonomi pada krisis dan resesi.

Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, bisa memproduksi dolar dengan mudah untuk mengendalikan perekonomian dunia sementara mata uang yang bergantung padanya tidak bisa stabil. Jika AS menaikan suku bunga, maka akan terjadi resesi, namun jika AS munurunkan suku bungayang terjadi adalah infaflasi.

Nasib para pekerja lah yang seolah  telah diujung tanduk. Selama sistem kapitalisme masih mencengkram maka selama itu pula lah resesi, inflasi hingga badai PHK terus menghantui.

Islam yang merupakan ideologi memiliki sistem ekonomi dimana negara betul-betul memposisikan diri sebagai pihak yang meriayah atau mengurusi urusan rakyatnya dengan sungguh-sungguh atas dasar keimanan, bukan hanya sekadar mencari untung untuk memenuhi kepentingan segelintir orang atau pihak swasta semata.

Dalam menjamin kesejahteraan hidup para pekerja, sistem ekonomi Islam telah terbukti berhasil dalam sejarah penerapannya selama 1300 tahun. Islam menetapkan akad ijarah atau kontrak kerja harus memenuhi keridhaan antara pengusaha dan pekerja. Sehingga keduanya akan saling menguntungkan dan tidak saling menzalimi. Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa yang dilakukan pekerja begitu pula pekerja mendapat keuntungan berupa imbalan yang diberikan pengusaha setelah melakukan tugas yang disepakati dalam akad ijarah.

Syekh Taqiyuddin Annabani menjelaskan di dalam kitab An-Nizam Al-iqtishady Fil Islam (Sistem Ekonomi Islam), bahwa penentuan upah seorang pekerja diserahkan kepada ahli yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan ditentukan dari kebiasaan penduduk suatu negara, bukan pula berdasarkan perkiraan produksi seorang pekerja ataupun berdasarkan batas taraf hidup yang paling minimal dalam komunitas tertentu. Upah juga tidak boleh dikaitkan dengan harga barang yang dihasilkan karena bisa berdampak keluarnya pekerja saat barang di pasaran mengalami kemerosotan secara keseluruhan. Oleh karenanya mekanisme tersebut dapat membawa keuntungan untuk kedua belah pihak dan mencegah kezaliman yang dilakukan pengusaha terhadap pekerja.

Sejarah juga telah membuktikan bahwa hanya Islam yang mampu memimpin dunia tanpa adanya krisis keuangan yang berkepanjangan. Sistem mata uang emas (Dinar) mewujudkan kestabilan moneter dan anti krisis. Sejak tahun 1971 ketika awal ditetapkannya mata uang kertas sebagai sistem moneter internasional, dunia menjadi sangat rentan dengan resesi dan inflasi.

Penggunaan mata uang emas dalam sistem ekonomi Islam dapat mewujudkan iklim ekonomi yang stabil karena nilai intrinsik dan nominal yang sama pada mata uang tidak dapat dimanipulasi. Potensi terjadinya inflasi akan sirna sebab pemerintah tidak akan mencetak uang seenaknya.

Kestabilan kurs yang dimiliki sistem uang dengan standar emas membawa kestabilan dalam transaksi antar negara dan mengurangi permasalahan perdagangan internasional. Importir tidak perlu khawatir jika barangnya lebih mahal saat mata uang negaranya melemah begitupula eksportir.

Oleh karnanya, kondisi tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sistem uang emas juga akan memelihara kekayaan emas dan perak yang dimiliki setiap negara.

Ekonomi dalam Islam juga tidak bergantung pada investasi asing. Karena hal tersebut justru dapat menjadikan negara tidak mandiri dan ketergantungan kepada negara lain sehingga mengancam kedaulatan negara dalam melahirkan kebijakan.

Sistem ekonomi Islam memiliki tiga asas, yakni tentang cara diperolehnya harta, pengelolaan harta dari kepemilikan tersebut dan masalah distribusi dari kekayaan yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi. Dengan demikian, yang dibutuhkan dunia untuk keluar dari kubangan persoalan ekonomi hari ini adalah dengan kembali pada sistem ekonomi Islam dengan menerapkan syariat Islam.[]

Wallahua’lam bissawab