July 26, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Kapitalisme Mencekik, Biaya Haji Melangit

Oleh: Agustin Pratiwi

Bisa beribadah ke Baitullah adalah hal yang paling dicitakan oleh umat muslim di seluruh dunia.  Indonesia yang merupakan negeri mayoritas muslim selalu memberangkatkan ribuan jamaah haji setiap tahunnya. Antrian yang bahkan hingga puluhan tahun tidak menyurutkan semangat untuk memenuhi panggilan Allah ke tanah suci.

Nahas, cita itu justru tengah di sambut dengan usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Pada Kamis, 19 Januari 2023 lalu, pemerintah melalui Kementerian Agama Mencetuskan hasil rapat kerja yang diselenggarakan bersama komisaris VIII DPR bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M rata-rata Rp90.050.637,26 per jemaah haji reguler (kemenag.go.id, 16/2/2023).

Putusan akan kenaikan ongkos naik haji tersebut dilandaskan beberapa hal, seperti Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp 49.812.700,26 (55,3%) dan penggunaan nilai manfaat per Jemaah sebesar Rp 40.237.937 (44,7%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp 8.090.360.327.213,67. (kemenag.go.id, 16/2/2023)

Hal ini juga karna melonjaknya biaya pendampingan penerbitan paspor sebesar Rp. 1,6 miliar. Padahal DPR sendiri mempertanyakan penting atau tidaknya biaya pendampingan tersebut hingga harus dimasukkan ke dalam komponen bipih 2023. Anggota Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menyampaikan jika layanan tersebut berasal dari ASN atau kasi haji yang memang tugasnya mencakup pendampingan maka merekareka sudah dapat anggaran dari APBN (cnbcindonesia.com 19/2/2023).

Biaya yang seharusnya tidak termasuk justru menjadi usulan dalam komponen biaya yang ditanggung jamaah haji. Disamping itu, per 10 Januari 2023 sebenarnya Kementerian Haji dan Umroh Pemerintah Saudi mengumumkan adanya pengurangan biaya asuransi komprehensif sebesar 63% untuk para jamaah (saudigazette.com.sa 16/2/2023).

Menjadi hal yang wajar jika timbul anggapan adanya kapitalisasi menyangkut persoalan biaya ibadah haji ini. Negara yang seharusnya memiliki fungsi untuk mengurusi kebutuhan rakyatnya justru seolah sedang berbisnis dengan rakyat, di mana rakyat dipandang sebagai objek mendapatkan keuntungan dari berbagai program yang dicanangkan termasuk dalam kepengurusan ibadah haji.

Sejatinya yang menjadi akar persoalan dalam hal ini adalah cengkraman tatanan yang berlandaskan paradigma kapitalistik yang bernafaskan sekulerisme. Semua hal yang dinilai bisa mendatangkan keuntungan menjadi niscaya untuk dimanfaatkan bahkan tidak peduli sekalipun itu adalah dana untuk menjalankan ibadah. Bahkan penguasa mengambil langkah mengembangkan dana ongkos haji yang telah dibayarkan masyarakat ke bidang investasi pada pihak korporat.

  Menurut pandangan Islam penguasa adalah pelayan bagi umat. Setiap kebijakan yang cetuskan ialah agar urusan rakyat bisa lebih mudah, tak terkecuali terkait ibadah haji. Dalam pengaturan menyelenggarakan ibadah haji  wajib bagi negara untuk memperhatikan pemenuhan syarat, wajib dan rukun haji serta hal-hal yang menyangkut perkara teknik dan administrasi para jamaah haji.

  Dalam kitab al-ajhizah ad-daulah khilafah menerangkan bahwasanya prinsip Islam di dalam pengaturan administrasinya adalah dengan sistem yang sederhana (basathah fi-an nizham), pelaksanaan yang cepat serta efisien (sur’ah fi al-injas) dan penanganan yang profesional. Adapun terkait dengan kebijakan yang akan diambil negara Islam dalam langkah kepengurusannya akan para jamaah haji ialah membentuk departemen khusus yang mengurusi urusan haji dan umroh dari pusat hingga daerah yang mana memiliki tugas untuk mengurusi perihal persiapan, bimbingan pelaksanaan hingga menyoal pemulangan ke daerah asal jamaah.

Dibentuk pula pihak Departemen Kesehatan dalam mengurus kesehatan jamaah hingga melibatkan Departemen Perhubungan untuk urusan transportasi massal. Sedangkan terkait dengan ongkos naik haji ONH, negara akan menentukan berdasarkan jarak wilayah jamaah haji dengan Mekkah dan Madinah dengan memberikan opsi rute yang bisa dipilih jamaah baik melalui darat laut dan udara dengan konsekuensi biaya yang berbeda tanpa ruh kapitalistik sebagaimana tatanan saat ini.

Negara Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah merupakan satu kesatuan negeri-negeri kaum muslimin, maka yang diperlukan hanyalah menunjukkan kartu identitas seperti KTP dan Paspor tanpa memerlukan visa. Terkait dengan kuota haji dan umroh negara akan menggunakan database warga dengan menentukan urutan prioritas pemberangkatan haji yang diwajibkan bagi mereka yang telah memenuhi syarat dan mampu.

Negara Islam juga akan sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur di Mekah dan Madinah agar semakin memudahkan para tamu Allah dalam beribadah. Tatanan Islam telah memberikan bukti nyata menyoal pengurusan ibadah haji. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah yang dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid 2 telah dibangun sarana transportasi massal berupa jalur kereta api (Hijaz Railway) dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah untuk mengantarkan jemaah haji.

Bahkan sebelum masa Kekhilafahan Utsmaniyah seorang Khalifah Abbasiyah Harun Ar-rasyid telah membangun jalur haji dari Irak hingga Jihaz yang mana pada masing-masing titik dibangunkan pos layanan umum yang akan menyediakan dan melayani masyarakat perihal kebutuhan logistik hingga pos dana zakat bagi jamaah yang kehabisan bekal. Masya Allah, betapa para jamaah haji akan termudahkan jika pengaturannya dikembalikan pada paradigma Islam, di mana peran negara adalah pengurus urusan umat.

Tatanan syariat kaffah akan menciptakan karakter penguasa yang menjalankan amanah atas dorongan iman dan menutup celah keserakahan mengeruk untung atas kepentingan segelintir orang atau organisasi dalam menjalankan kebijakannya. Maka untuk bisa menjalankan ibadah haji atau ibadah laiinya yang telah Allah gariskan di dalam Alquran serta mengikuti apa-apa yang telah dibawa dan dicontohkan Rasulullah Muhammad Saw ialah hanya dengan kembali pada pengaturan dalam sistem Islam yang salah satu pelaksanannya adalah Khilafah serta meninggalkan paradigma sekuler yang bobrok ini.[]

Wallahua’lam bissawab.