July 20, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

SKB 3 Menteri terindikasi Islamophobia? (Bagian 3)

Oleh : Farhan – Intelektual Muslim

Bagian Ketakwaan

Yang jelas, sesuai prinsip Pasal 31 ayat (3) UUD 1945: pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Dan, sesuai UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bukankah mengenakan busana Muslim bagi siswi Muslimah merupakan bagian dari meningkatkan ketakwaan ? Menjadi janggal ketika pendidik dilarang mendidik anak-anak Muslim menjalankan bagian dari ajaran agamanya yakni berbusana Muslim.

Padahal, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, memakai pakaian khusus keagamaan (seragam khas Muslimah) merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran agama sebagaimana dijamin Pasal 29 UUD 1945. Seharusnya, pemerintah melindungi hak dalam menjalankan ajaran agamanya.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa menegaskan, menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait aturan pakaian sekolah.

“MUI Sumbar dan ormas Islam serta organisasi adat akan mengirim surat dan akan menggerakkan elemen masyarakat Minang dari setiap negeri untuk menolak SKB 3 Menteri itu,”

Menurutnya, muatan SKB 3 Menteri soal pakaian sekolah itu dinilai rentan akan penerapan sekularisme di bidang pendidikan.

Saya tahu kesesatan tuan-tuan dalam melihat pakaian umat Islam. Bagi tuan-tuan, beribadah yang dijaminoleh Undang-undang Dasar 1945 itu hanyalah shalat, puasa dan semisalnya. Perkara penampilan itu hanya soal selera. Masalah aurat hanyalah perkara sudut pandang,” katanya di situs MUI Sumbar.

Ia melanjutkan: “itulah di antara racun yang tuan-tuan bungkus dengan “moderasi beragama” yang sejatinya adalah sekularisme, liberalism dan pluralism beragama yang telah diharamkan MUI.” Ia mengajak para ulama dan cendikiawan siuman dari pingsan dari kondisi yang ada sekarang.

Wajib bagi orang tua mengajak anak perempuannya untuk berjilbab. Berjilbab merupakan kewajiban yang telah disyariatkan kala sang anak perempuan telah baligh.

Setiap orang tua juga dapat memberikan pendidikanbagi anaknya. Jilbab merupakan simbol harga diri, kemuliaan, penjagaan, dan malu. Allah SWT berfirman dalam QS An Nur ayat 31:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Menurut Ibnu Mas’ud RA, maksudnya adalah pakaian, seperti selendang, sedangkan Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa yang dimaksud adalah celak, cincin, dan pacar untuk telapak tangan. Adapun Ibnu Jubair berpendapat, yang dimaksud adalah muka dan kedua tangan.  

Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menyeru wanita mukminah untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan dengan tidak menampakkan perhiasan kepada non mahram kecuali apa yang tampak sesuai tabiatnya, seperti pakaian. Hendaklah mereka menjulurkan kerudung mereka sampai ke dada mereka agar mereka dapat menutupi rambut, leher, dan dada mereka.  

Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, keponakan-keponakan mereka, saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara mereka, anak-anak saudara perempuan mereka atau para muslimah, atau budak laki-laki dan budak perempuan yang mereka miliki, atau orang-orang yang tidak memiliki syahwat seperti laki-laki yang yang sudah tua dan pikun, yang bodoh atau anak-anak yang tidak pernah mengerti aurat wanita atau tidak mengetahui aurat, seperti anak kecil.

Tiga Menteri yang menandatangani SKB, semuanya Muslim. Tapi mereka punya pandangan yang sama: memisahkan agama dari kehidupan alias sekuler. Mereka adalah produk sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan sekuler menjadikan lulusannya cenderung anti Islam. Terlebih lagi mereka yang didik secara mendalam di Barat. Ini sesuai ideologi Barat itu sendiri yaitu sekuler.

Output pendidikan ala Barat ini lemah dari Visi dan Misi sebagai generasi pemimpin yang mampu menjadi garda terdepan kebangkitan Bangsa.

Pendidikan diposisikan sebagai bagian dari industrialisasi kapitalis, sehingga pengelolaanya mengambil sudut pandang kapitalis. Misalnya, tujuan pendidikan sekadar memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Bukan membentuk kepribadian yang Tangguh yang siap memimpin peradaban. Privatisasi pendidikan menyebabkan bangku sekolah sebagai komoditas. Bukan hak warga negara.

Ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Sejarah emas di era Khilafah mencatat, pendidikan Islam menghasilkan para ahli di segala bidang. Bahkan melahirkan generasi terbaik yang tidak hanya ahli di bidang sains dan teknologi, juga memiliki kepribadian Islam terbaik.

Lembaga pendidikan menjadi institusi kelas satu. Peradaban Islam mencapai zaman kegemilangan sebagai mercusuar ilmu pengetahuan dan teknologi dunia saat itu. Peradaban maju dikarenakan ditopang oleh kebijakan pendidikan yang komprehensif, berbasis akidah Islam. Sarana dan prasarana pendidikan disediakan negara secara maksimal sehingga setiap warga negara mampu mengecap pendidikan, termasuk anak perempuan.

Sayangnya, era Khilafah telah lenyap. Saat ini, generasi Muslim harus bahu membahu membangun kepribadian Islam di sekolah-sekolah ditengah kepungan nilai-nilai dan hukum sekuler. Tidak mudah mencetak generasi Islam di dalam habitat peradaban sekuler. Karena sesungguhnya, kepribadian Islam yang kuat tidak dapat dibangun secara massif pada generasi muda tanpa adanya khilafah.[]

Wallahu’alam Bisshowwab

– Jumat, 5 Maret 2021 | 20 Rajab 1442 H –