April 19, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Umat Butuh Perubahan Revolusioner

Oleh: Agustin Pratiwi S.Pd (Muslimah Ideologis Khatulistiwa)

Belum usai dengan ancaman wabah yang mengintai, rakyat terus dikejutkan dengan rentetan kebijakan yang diusung pemerintah. Mulai dari pengesahan RUU Omnibus Law Cipta kerja yang sebelumnya telah mengundang banyak penolakan dari rakyat. Saat ini kasus korupsi yang tidak ada kejelasan ujungnya, harga kebutuhan yang meroket, dan ketimpangan hukum sebagaimana UU ITE yang digunakan hanya untuk membekuk oposisi. Ditambah lagi dengan maraknya PHK sedangkan di sisi lain berduyun-duyun TKA datang mangambil alih kerjaan pribumi.

Slogan demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat nyatanya hanya manis dibibir. Rakyat hanya diperhatikan saat masa kampanye namun setelahnya suara rakyat yang tak sejalan dengan rezim justru dibungkam. Tak heran rakyat merindukan sosok seorang pemimpin yang peduli untuk mengurusi mereka juga mencintai mereka dengan tulus.

Kepulangan imam besar Habib Rizieq Shihab mengundang kegembiraan di hati masyarakat. Sosok yang dikenal tak pernah gentar melawan kezaliman kembali hadir di tengah umat. Tak heran berjuta orang turun ke ibu kota untuk menyambut sang Habib. Masyarakat menaruh harapan besar kehadiran Habib Rizieq Shihab agar dapat menghantarkan pada perubahan yang lebih baik.

Sejumlah massa dari berbagai ormas seperti KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) menegaskan pengambilan sikap untuk bekerja sama dengan Habib Rizieq Shihab dalam rangka membela keadilan, kebenaran dan untuk melawan kezaliman (tribunnews.com, 10/11/2020). Gaung Revolusi Akhlak oleh Imam Besar FPI tersebut disambut baik oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan tokoh lainnya. Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga mengajak masyarakat mendukung seruan Habib Rizieq Shihab. (detik.com 15/11/2020).

Betapa umat sudah wegah dengan hiruk pikuk negeri di saat pengasa tak peduli lagi dengan rakyat dan juga maraknya kezaliman yang terjadi. Jika kita coba telisik, bertubi-tubi ketidakadilan di negeri ini bukan hanya sebab kurangnya akhlak dalam bernegara, namun juga dalam sistem demokrasi-kapitalis yang diterapkan saat ini untuk menduduki kursi kekuasaan butuh biaya tinggi. Sehingga semakin kentara terlihat, siapapun yang duduk di tampuk kekuasaan senantiasa berlari untuk mengambil keuntungan dalam rangka mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan.

Sebagaimana yang disampaikan Plt Dirjen Politik dan Pemerintah Dalam Negeri, Bahtiar, bahwa paling sedikit merogoh kantong Rp.25 miliar untuk pilkada, ratusan miliar untuk pemilihan bupati dan peserta pilkada akan menghabiskan uang triliunan untuk kursi gubernur (tribunnews, 3/12/220). Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (menko polhukam) menyatakan “ Hampir 92% calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong” (CNNIndonesia, 11/9/2020).

Maka merupakan hal yang wajar apabila terjadi korupsi, karena dalam sistem demokrasi-kapitalis kebijakan berstandar untung-rugi, tidak ada yang gratis. Kebijakan-kebijakan pun dibuat sebagai hubungan timbal balik yang menguntungkan kelompok tertentu bukan untuk mensejahterakan rakyat. Yaitu keuntungan para pemodal, cukong, atau pengusaha.

Di tengah arus sekulerisasi (red : pemisahan agama dari kehidupan/negara), kehidupan aqidah umat terus tergerus. Kondisi masyarakat juga cenderung individualis tanpa ada kontrol sosial untuk saling menguatkan. Ditambah dengan kebijakan negara yang semakin membuat peliknya kehidupan. Fix, beruntunnya masalah negeri merupakan persoalan sistemik. Masyarakat bukan hanya sekedar kumpulan individu saja, melainkan akumulasi dari manusia, pemikiran, perasaan dan sistemnya yaitu aturan yang mengatur kehidupan dan interaksi antar manusia. Oleh karena itu, corak yang terdapat dalam masyarakat sangat ditentukan oleh sistem yang menaunginya. Pemimpin yang lahir dari sebuah sistem yang rusak dan merusak hanya akan mengantarkan kezaliman demi kezaliman di tengah umat.

Sirnanya awan kezaliman hanya dapat dicapai jika manusia dinaungi sistem shahih yang sesuai dengan fitrahnya manusia. Yaitu sebuah tatanan kehidupan yang disandarkan pada aturan Dzat yang Maha Adil, Dzat yang Maha Tahu dan Maha Segalanya, ialah Allah SWT. Islam memiliki solusi akan tiap problematika negeri. Kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mengurusi urusan rakyatnya, bukan untuk kepentingan golongan.

Dorongan iman dan aqidah Islam inilah maka penguasa akan menjalankan kepemimpinan wajib terikat dengan aturan Islam, yakni harus sesuai koridor syariah. Penguasa menyadari bahwa kepemimpinan yang ia punya hari ini kelak akan dipertanggung jawabkan. Masyarakat juga akan hadir sebagai kontrol sosial yang siap memuhasabahi (menasehati) penguasa dan saling amar ma’ruf nahi mungkar di tengah mereka. Yakni saling nasehat dan menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Maka dari itu, yang kita butuhkan adalah perubahan yang revolusioner, dengan cara mencampakkan pemikiran sekuler liberal-sekuler dan  juga meninggalkan sistem batil demokrasi-kapitalis. Kemudian menghadirkan kembali sebuah sistem yang shahih, yakni Islam. Bahkan hanya dengan kembali pada sistem Islam inilah kita bisa mendapatkan keberkahan di dunia dan keselamatan di akhirat. []

Wallahua’lam bissawab