March 28, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Radikalisme DeIslamisasi Ajaran Islam

Oleh : Dasih Widowati, SPd (Aktivis Pengusaha Muslimah-Klaten)

Kemenag kembali mengeluarkan statement yang menyakitkan hati umat Islam. Dalam acara Lounching Aplikasi ASN No Radikal dan Webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara’ Rabu (2/9/2020) , beliau mengatakan orang- orang dengan penampilan menarik ‘good looking’ yang rajin ke masjid, fasih menjadi imam, pintar berbahasa Arab, hafidz Al Qur’an harus diwaspadai sebagai sumber penyebar paham radikal.

Tuduhan Tersebut Tidak Berdasar

Seperti dilansir dalam Muslimah News (4/9), banyak pihak keberatan, diantaranya Ustadzah Asma Amnina. Ia menyatakan bahwa Institusi Depag sebagai lembaga yang kapabel harusnya mengeluarkan pernyataan yang bersumber dari data yang cerdas dan berdalil. Tidak asal bicara, terkesan melaksanakan pesanan perintah atasan. Hal ini justru berakibat menggiring umat pada narasi dangkal sangat provokatif dan penuh kebencian terhadap Islam.

MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9/2020).

Tugas Kementerian Agama yang utama menguatkan benteng pertahanan aqidah umat, memberikan ilmu serta semangat dalam menjalankan syariat Islam. Apabila ini terlaksana dengan baik, tentu memberikan kontribusi yang sangat positif dalam pembangunan sumber daya manusia.

Stigma, Khilafah Ajaran Radikal

Indonesia merupakan negara hukum. Segala aktivitas dan pemikiran yang mengarah pada tuduhan pelanggaran hukum, harus bisa dibuktikan melalui undang-undang. Upaya pemerintah  membenturkan ide Khilafah sebagai ide radikal yang bertentangan dengan aturan insitusi NKRI selalu menimbulkan konflik dan polemik.

Kenyataannya, materi khilafah hampir satu abad dijadikan bahan ajar di sekolah -sekolah Islam. Tidak ada yang salah dan tidak juga menimbulkan resiko kegaduhan baik dari aspek sosial maupun politik.

Dasar dalil kewajiban khilafah juga tidak perlu diragukan lagi. Al Qur’an, hadist, dan ijma’ shahabat. Ulama empat madzab tidak ada yang berselisih tentang hukum wajib-nya khilafah. Bahkan kitab Fiqih populer karangan H.Sulaiman Rasyid (1898-1976) dengan gamblang memberikan penjelasan terkait hal tersebut.

Berbicara tentang Khilafah sama halnya berbicara tentang Islam itu sendiri,  yaitu shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Antara  Khilafah dan Pancasila yang sering dibenturkan justru menjadi masalah, karena keduanya bukan _aple to aple_. Indonesia merupakan penganut dan menerapkan sistem demokrasi. Sementara Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam, simbol pengakuan ajaran Islam, yang sifatnya praktis, bersumber dari wahyu. Maka sebenarnya yang diperbandingkan adalah Khilafah dan demokrasi. Dan sungguh naif, serta tidak bijak menjadikan Khilafah sebagai sumber konflik di tengah mayoritas penduduk İndonesia yang mayoritas 87,5,% beragama İslam, karena Khilafah bagian dari ajaran Islam.

Merasa tidak punya hujjah lagi untuk menyudutkan konsep khilafah, akhirnya statement-statement asal-asalan dengan penyebutan anak hafidz ‘good looking ‘ yang masuk masjid dengan stigma radikal. Tentu saja hal ini membuat semua kalangan geram. Sangat tidak logis dan terkesan Menag putus asa.

Permasalahan bangsa ini sebenarnya apa dan solusi yang diambil juga bagaimana tidak dipikirkan dengan matang. Telah hilang rasa malu sebagai Menteri Agama. Lebih parah lagi, banyak kalangan menyimpulkan kondisi pemerintahan dalam phobia atau ketakutan yang luar biasa terhadap wacana penerapan syariat İslam.

Seperti berkaca pada sejarah, tak jauh beda dengan ketakutan rezim Fir’aun terhadap ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Musa as. Fir’aun marah membabi- buta dan membunuh semua bayi laki- laki yang ada dalam wilayah kekuasaannya.

Statement Menag bisa masuk ke dalam delik hukum. Pakar hukum Islam Dr. Abdul Chair Ramadhan dalam Fokus khilafah Channel, Sabtu (6/9/20) berpendapat bahwa ungkapan Menag mewaspadai anak ‘Good looking’ yang masuk masjid harus dicurigai membawa paham radikal terkategori pelanggaran Hukum Pidana pasal 14 ayat 1,2 UU No1/1946 tentang pemberitahuan, penyiaran kabar bohong atau setidaknya telah menyebarkan sesuatu yang belum jelas ke tengah masyarakat.

Termasuk pula ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, İndonesia adalah Negara Hukum bila ada persoalan hukum sebaiknya ditempuh dengan berhukum yang baik,  saling merangkul bukan memukul. Segala aktivitas yang itu dinilai mengusung atau menggunakan ide khilafah adalah sah-sah saja, tidak boleh dipersekusi dan dicap radikal. Bukankah paparan di atas merupakan implementasi kebebasan berpendapat, berorganisasi yang dijamin oleh pasal 28 E UUD1945?

Kembali Kepada Islam

Islam agama yang mulia. Sifat kaffah yang terkandung di dalamnya merupakan anugerah  yang mampu menyentuh semua persoalan bangsa. Terlebih Khilafah, hal itu merupakan taajul furudh ( mahkota kewajiban) yang sangat urgent, harus segera diwujudkan kembali demi menyelamatkan negari ini dari jurang kehancuran.

Penilaian apapun yang dilekatkan orang-orang yang dengki, munafik tidak akan mampu menghalangi gigihnya perjuangan.  Semakin ditentang, semakin dihinakan justru akan menambah keharuman perjuangan.

Sungguh keharaman dan azab pedih yang akan ditimpakan Allah SWT kepada para pemimpin dzalim yang selalu mengadu domba dan aniaya. Sebagaimana peringatan yang Allah kabarkan dalam.Al Qu’an :

هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍ

“Suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah”, (TQS Al-Qolam : 11)

كَذَٰلِكَ ٱلْعَذَابُ ۖ وَلَعَذَابُ ٱلْءَاخِرَةِ أَكْبَرُ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ

“Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui,” (TQS Al-Qolam : 33)

Akhirnya melalui skenario sistemik yang cukup panjang, umat menyadari siapa wajah asli yang sebenarnya yang pantas disebut radikal. Berikut pensikapan yang tegas untuk membongkar semua topeng kepalsuan yang sejauh ini dipakai untuk mengelabuhi, demi nafsu jabatan dan recehan duniawi.

Waallahua’lam bi Shawab.