March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

PP Ciptaker : Menyulap Limbah B3 Menjadi Tak Berbahaya, Demi Pengusaha?

Oleh: Dini Azra (Muslimah Peduli Umat)

Aroma kapitalisme semakin menyeruak di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pergeseran sistem demokrasi menjadi oligarki nampaknya semakin terbukti. Oligarki telah menjadikan sekelompok orang yang memiliki kekuatan uang, dapat mempengaruhi kebijakan pemangku negara. Dan pemerintah akan berusaha mengabulkan aspirasi mereka dengan menerbitkan aturan yang menguntungkan. Kendati harus mengorbankan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

Baru-baru ini pemerintah menerbitkan aturan yang mengeluarkan limbah batubara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jenis limbah yang dikeluarkan dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), boiler, atau keperluan sektor konstruksi.

PP tersebut adalah aturan turunan dari UU Ciptaker Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sedangkan PP 22/2001 ini diteken langsung oleh presiden Jokowi untuk menggantikan PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3. Pada pasal 458 (3) huruf C PP 22/2021 dijelaskan bahwa FABA dari kegiatan lainnya kini dikategorikan sebagai limbah non-B3 .

Sebelumnya, usulan datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Ketua Umum Dewan Pimpinan APINDO Haryadi B. Sukamdani menyebut sebanyak 16 asosiasi di APINDO sepakat mengusulkan penghapusan FABA dari kategori limbah berbahaya. Mereka berargumen bahwa beberapa hasil uji menyatakan FABA bukan limbah B3. (Katadata.co.id, 12/3/2021)

Padahal banyak pihak justru menyatakan sebaliknya, salah satunya lembaga yang fokus pada kampanye energi keterbatasan, Trend Asia. Dalam cuitan di akun Twitter resminya mengatakan, dikeluarkannya FABA dari kategori limbah B3 merupakan kabar buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

“Limbah batubara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat karena mengandung senyawa kimia seperti arsenik, timbal, merkuri, kromium, dsb. Karena itu, mayoritas negara di dunia masih mengkategorikan limbah batubara sebagai limbah berbahaya dan beracun,” demikian kutipan utas di akun Twitter Trend Asia pada 10 Maret 2021.

Mungkin sebab inilah mengapa dahulu UU Cipta Kerja ditolak banyak pihak. Sudah tercium adanya ketidakberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat. Dan bahwa UU ini nantinya lebih menguntungkan para pengusaha. Selain menyisakan persoalan antara pengusaha dan pekerja, juga menyangkut lingkungan hidup yang bisa terancam pencemaran.

Hal itu pernah disampaikan oleh guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar. Menurutnya, dengan prosedur AMDAL yang eksisting dan relatif ketat saja masih banyak terjadi pencemaran lingkungan, apalagi jika dipermudah seperti yang tercantum dalam UU Ciptaker. Pada Pasal 88 UU Ciptaker berbunyi : Setiap orang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan masalah serius terhadap lingkungan hidup bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

Sementara pada pasal 88 UU 32 Th 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) sangat ketat terhadap lingkungan. Bahwasanya, setiap orang atau korporasi bertanggungjawab mutlak apabila kegiatannya mencemari lingkungan, tanpa perlu pembuktian unsur kejahatan. (Media Indonesia, 7/10/2020).

Inilah salah satu kebusukan sistem kapitalisme apabila diterapkan dalam sebuah negara. Meski sebenarnya kapitalisme berprinsip bahwa setiap warga negara dibolehkan untuk menguasai modal dan bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Namun dalam persaingan ekonomi bebas yang tak berimbang, tentu yang paling kuat finansialnya yang akan menang. Sehingga terjadilah monopoli pasar. Akibatnya, kekayaan hanya dikuasai oleh segelintir orang saja dan diwariskan untuk keturunannya. Sehingga kekayaan tidak beredar ke semua lapisan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan manusia.

Intervensi negara juga sangat minim. Pemerintah dalam berbagai hal hanya berperan sebagai regulator bagi pengusaha dan pekerja. Misalnya pemberian izin usaha, atau menentukan besaran upah minimum, akan tetapi pemerintah tak terlibat aktif dalam perencanaan produksi nasional. Sementara di sisi lain regulasi dibuat untuk menyenangkan para pemodal, agar mereka nyaman dan betah melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Sedangkan rakyat, hanya mendapatkan remah-remah rezeki dari upah yang tak seberapa. Terkadang harus menghirup polusi udara, dan bencana alam akibat kerusakan lingkungan.

Memang benar, para kapitalis hanya berorientasi pada uang semata, mereka tidak ambil pusing dengan urusan lainnya. Kesejahteraan buruh diabaikan, lingkungan hidup tercemar dibiarkan, dan sumber daya alam dieksploitasi besar-besaran tanpa memikirkan aspek keberlanjutannya. Sebab prinsip dasar ekonomi kapitalisme adalah bagaimana mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, dengan modal sekecil-kecilnya.

Dalam perspektif sistem Islam (syariah), sudah memberikan pengaturan tentang kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Setiap orang boleh memiliki kekayaan dari apa yang diusahakan, harta warisan, atau hibah. Namun, individu atau korporasi tidak boleh menguasai apa yang menjadi milik umum seperti jalan, sungai, dan sumber daya alam berupa barang-barang tambang. Sumber daya alam tersebut akan dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan rakyat.

Baitul mal merupakan suatu badan yang berfungsi mengelola pemasukan dan pengeluaran negara. Selain itu juga akan menyalurkan harta dari orang kaya berupa zakat, infaq dan sedekah untuk diberikan kepada yang berhak menerima. Dengan begitu kesejahteraan akan terwujud dan dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Adapun tentang menjaga lingkungan hidup, Islam jelas mewajibkan setiap individu bersikap ramah terhadap lingkungan. Manusia diperbolehkan mendayagunakan hasil alam dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan hidupnya. Namun, kelestarian alam harus dijaga, tidak boleh dirusak. Sebab kerusakan alam akan membahayakan bagi kehidupan manusia itu sendiri, serta mengancam keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Kewajiban menjaga alam dan larangan berbuat kerusakan, telah tertulis dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman :” Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”[al-A’râf/7:56]

Maka, tidak seharusnya upaya mendapatkan kesejahteraan hidup di dunia diraih dengan mengorbankan kehidupan manusia lainnya. Begitupun negara, haruslah membuat kebijakan yang menguntungkan bagi semua pihak dengan aturan yang adil dan berimbang, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam.[]

Wallahu a’lam bishawab.