April 17, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Perubahan Sistem, Solusi untuk Pandemi

Perubahan Sistem, Solusi untuk Pandemi
Oleh: Mia Purnama, S.Kom (Aktivis Back to Muslim Identity)

Situasi pandemi di Indonesia tidak bertambah baik malah semakin memburuk. Para pakar juga mengingatkan bahwa gelombang kedua Covid-19 di tanah air sudah di depan mata. Peningkatan kasus harian membuktikan. Kasus harian indonesia bahkan tertinggi di dunia pada 27 Juni 2021. sebanyak 21.342 kasus dalam 24 jam. Hingga total kasus 2.115.304 orang. (Kompas.com, 27/6/2021)

Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia karena beberapa faktor. Pertama faktor kejenuhan masyarakat menerapkan prokes, kedua faktor mobilitas setelah Hari Raya Lebaran lalu, ketiga faktor varian baru Covid-19 yang muncul, diantaranya Alpha, Beta dan Delta. Keempat berkaitan dengan kapasitas kesehatan atau health-system capacity, di mana testing, tracing ini lemah dari awal. (Merdeka.com, 15/6/2021)

Kita tau bahwa sejak ditemukannya varian baru Covid-19 di berbagai negara-negara. Pemerintah sudah berulangkali diingatkan untuk waspada bahkan untuk melarang WNA masuk ke Indonesia. Tapi sayangnya peringatan tersebut seolah tak dihiraukan oleh pemerintah. Kondisi ini diperparah dengan tidak konsistennya pemerintah dalam melakukan pengendalian penanggulangan Covid-19.

Pada satu sisi aktivitas mudik dilarang. Di sisi lain justru orang dibebaskan untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata. Masyarakat dapat dengan mudah untuk berbelanja ke pasar, hingga tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan penuh pengunjung. Di sisi yang lain TKA dari China terus berdatangan.

Inkonsistensi kebijakan pemerintah menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Akhirnya yang ada rakyat mulai abai terhadap prokes. Seruan-seruan pemerintah untuk terus menerapkan 5M seolah menjadi seruan yang kosong tanpa makna.

Ditambah lemahnya testing, tracing, dan treatment yang dilakukan pemerintah, semakin menjadikan kasus Covid-19 di Indonesia bagai gunung es. Berdasarkan studi seroprevalense (studi yang menguji antibodi) berskala besar periode Desember hingga Januari 2021, diperkirakan penduduk Indonesia yang terinfeksi Covid-19 sekitar 15 persen atau sekitar 40,5 juta. (Kompas.com, 6/6/2021)

Kondisi Indonesia yang semakin mengkhawatirkan membuat para ahli menawarkan solusi yang harus diterapkan oleh pemerintah. Para ekonom bahkan politikus menyerukan agar pemerintah menerapkan lockdown. Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyebutkan bahwa krisis kesehatan harus lebih dulu diselesaikan sebagai persyaratan pemulihan ekonomi. Bila krisis dari sisi kesehatan tak tertangani dengan baik, ongkos pemulihan pasca-Covid 19 akan semakin mahal. (Tempo.co, 25/6/2021)

Tapi sayang seruan yang dilakukan para pakar tersebut tak membuat pemerintah mau menerapkan lockdown. Pemerintah masih saja ngotot untuk melakukan “penguatan” pembatasan sosial dalam skala mikro di zona merah Covid-19.

Dijelaskan oleh presiden Joko widodo alasan pemerintah pusat tetap melakukan PPKM adalah sebagai upaya langkah berimbang antara sektor kesehatan dan ekonomi untuk menyelesaikan krisis kesehatan dan krisis ekonomi harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan. (BBCNews.com, 22/6/2021). Jauh sebelum itu pada awal pandemi tahun lalu, presiden Jokowi pernah mengungkapkan alasannya tidak memilih lockdown karena akan mengganggu perekonomian. (Kompas.com, 2/4/2020)

Lagi-lagi penyebab pemerintah tidak mau lockdown adalah dengan alasan ekonomi. Faktanya setelah lebih dari setahun pandemi di Indonesia, kondisi perekonomian juga tidak membaik. Bahkan di tahun 2021 ini Indonesia berpotensi mengalami defresi ekonomi.

Permasalahan ekonomi tak kunjung selesai, bahkan sistem kesehatan Indonesia mulai kolaps. Rumah sakit kewalahan menangani pasien yang semakin meningkat. Banyak rumah sakit yang terpaksa tidak menerima pasien non-Covid, penuhnya RS menjadi alasan. Akhirnya Jutaan nyawa terancam, puluhan ribu nyawa telah melayang.

Beginilah jika negara menjadikan kepentingan ekonomi sebagai asas kebijakan. Nyawa rakyat terancam bahkan melayang tak jadi masalah. Ditambah dengan kemiskinan yang semakin mengrogoti rakyat. Wajar rakyat bertanya-tanya, kepentingan ekonomi siapa sebenarnya yang dibela pemerintah?

Tidak harus menunggu jawaban. Saat harapan tak mampu kita gantungkan di bawah pemerintahan yang berasaskan kapitalisme. Maka perubahan harus segera terjadi. Bukan hanya perubahan wajah rezim. Tapi perubahan yang mendasar dan tersistem. Dimulai dari perubahan politik dari kapitalisme ke sistem Islam yang berbasis kesadaran ideologis umat. Sistem Islam yang berasal dari pencipta Allah telah terbukti mampu menangani pandemi dan mensejahterakan rakyat.

Pemimpin yang hadir sebagai pengurus dan pengayom rakyat. Menjadikannya mencari ikhtiar penyelesaian wabah sebagai bagian dari amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Mengutamakan keselamatan dan nyawa manusia daripada ekonomi dan yang lain. Paling penting adalah apa yang dilakukan dengan mencontoh Rasulullah saw. Cara Rasulullah saw dalam menangani wabah yakni dengan mengisolasi daerah yang terkena wabah atau lockdown suatu wilayah.

Solusi pragmatis lain juga harus dijalankan. Menerapkan 5M (memakai masker, menjaga jarak,mencuci tangan, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) dan melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment). Jika dilakukan dengan baik maka insya Allah dalam waktu singkat pandemi bisa berakhir.

Tapi untuk mewujudkan perubahan itu, umat harus terlebih dahulu disadarkan. Didakwahkan Islam yang ideologis untuk mengokohkan keimanan. Tak lupa pula menjelaskan kesempurnaan sistem Islam yang memiliki pengaturan semua bidang kehidupan termasuk pengaturan dalam bidang kesehatan.[]

Wallahu’alam Bisshowwab