March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Perjuangan legalitas Ganja, Sekedar Mengejar Keuntungan Ekonomi

Oleh: Mia Purnama, S.Kom

Kementerian Pertanian menetapkan ganja (Cannabis sativa) sebagai salah satu komoditas tanaman obat. Ketetapan tersebut tertuangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian.(CNN Indonesia, 29/08/2020)

Keputusan Kementrian Pertanian menjadikan ganja sebagai tanaman komoditas binaan pun menuai pro-kontra. Akhirnya Kementerian Pertanian mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No 104/2020 ini. (CNBC Indonesia, 30/08/2020)

Tanaman ganja sebelumnya dilarang di Indonesia karena mengandung  tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang termasuk dalam psikotropika. Penggunaan ganja yang berlebihan bisa membuat sesorang kecanduan. Ganja termasuk narkotika golongan I dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika golongan I, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. (kompas.com, 30/08/2020)

Kontroversi terjadi dalam penetapan ganja sebagai salah satu tanaman obat yang menawarkan keuntungan materi, karena disisi lain ganja digolongkan sebagai narkotika golongan I. Hal itu menuai pro kontra apakah ganja dapat dilegalkan atau tidak, karena meskipun ada keuntungan ekonomi yang dihasilkan tanaman ganja sangat besar, tetapi bahaya sebagai bahan narkotika juga mengancam.

AS sebagai salah satu negara yang sudah melegalkan ganja telah memperoleh keuntungan dari tanaman ini. Laporan dari Lembaga riset Grandview mencatat pasar ganja AS mencapai US$11,3 miliar pada tahun 2018. (CNN Indonesia, 31/01/2020)

Keberhasilan tanaman ganja dalam memberikan keuntungan materi dibeberapa negara, membuat pemerintah Indonesia juga tergiur untuk melakukan impor ekspor tanaman ganja. Tercatat pada bulan Januari-Juni 2020 Indonesia melakukan ekspor ke luar negeri tanaman ganja dalam 2 golongan barang turunan ganja. Dengan keuntungan masing-masing sebanyak US$12.936 dan US$34.174. (CNBC Indonesia, 30/08/2020)

Ganja dilihat sebagai komoditas yang bisa menghasilkan keuntungan membuat pemerintah tergiur dan berencana untuk melegalkan tanaman ini. Padahal dampak negatif yang akan dihasilkan dari tanaman ganja jauh lebih besar. Mengapa pemerintah tergiur dan mau menetapkan ganja sebagai komoditas yang legal? Semua itu terjadi karena sistem kapitalis sekuler yang diterapkan negara ini.

Dalam sudut pandang sistem kapitalis selama ada manfaat maka akan dilakukan, termasuk apabila ada keuntungan materi maka dapat diutamakan. Tidak lagi melihat manfaat atau mudharat, halal atau haram barang yang diperjualbelikan. Sedangkan kapitalis sendiri berasaskan pada asas sekuler, yakni pemisahan agama dari negera atau publik. Jadi aturan agama khususnya Islam, tidak dapat ikut campur dalam kebijakan negara. Wajar saja negara tidak lagi melihat halal atau haram, boleh atau tidak boleh.

Hal ini sangat berbeda dengan kepemimpinan islam. Sistem islam yang menjadikan syariat Allah SWT sebagai standar dalam membuat kebijakan. Islam pun sangat tegas dalam membedakan barang yang boleh diperjualbelikan ataupun tidak. Tidak menjadikan keuntungan materi semata-mata sebagai dasar penetapan kebijakan, tapi juga memperhatikan standar hukum syariah. Karena menurut kaidah ushul, selama ada kewajiban syariah maka pasti ada manfaat, sedangkan selama ada keharaman syariah makan akan menimbulkan mudharat.

Hukum jual beli dalam Islam dasarnya mubah atau boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa segala bentuk jual beli diperbolehkan kecuali barang yang mengandung keharaman.

Aturan Islam juga sangat tegas dalam menjualbelikan barang haram. Barang haram karena objeknya termasuk juga barang terlarang untuk dijualbelikan seperti khamar, ganja, bangkai, babi dan berhala .

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram.” Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya’” (HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim, no. 4132).

Maka dari itu, dalam pengeleolaan kebijakan dan mengurus urusan rakyat, semestinya negara menerapakan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi dalam Islam tidak melihat materi sebaga satu-satunya ukuran untuk menetapkan kebijakan. Islam juga memperhatikan kepemilikan harta apakah milik individu, umum/masyarakat, ataupun negara.

Saat ini negara-negara kapitalis mempunyai banyak masalah karena banyak harta milik umum misalnya sumber daya alam yang dikelola dan dimiliki oleh individu, sehingga negara tidak mempunyai pemasukan kecuali dari pajak atau menjual barang-barang yang haram. Sistem ekonomi Islam juga memperhatikan cara pengelolaan harta dan termasuk pendistribusian kebutuhan pokok untuk menjamin kebutuhan masyarakat.

Demikianlah sistem Islam dalam melindungi rakyatnya dari berbagai keharaman, sehingga rakyat bisa merasakan ketenangan dan terlindungi. Peraturan tersebut hanya bisa diterapkan jika negara menerapkan sistem ekonomi Islam dan didukung oleh sistem politik Islam yang diemban oleh negara yaitu Khilafah. []

Wallahualam