March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Percepatan Revisi UU PPP, Peluang Kekacauan Regulasi

Oleh : Yeni (Pontianak-Kalbar)

Tujuh menteri Kabinet Indonesia Maju menggelar rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR. Mewakili Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan penjelasan mengenai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) (https://pontianak.tribunnews.com 07/04/2022).

Airlangga menegaskan, pemerintah serius untuk membahas revisi UU PPP. Menurutnya, penyelesaian perubahan UU PPP menjadi dasar perbaikan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) inskonstitusional bersyarat. Indonesia memerlukan berbagai terobosan dan inisiatif terutama dalam upaya meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja.

Pada rapat kerja pembahasan revisi UU PPP kali ini, pemerintah menyerahkan sebanyak 362 DIM. Terdiri dari 210 DIM tetap, 24 DIM perubahan substansi, 17 DIM substansi baru, 64 DIM perubahan redaksional, dan 47 DIM dihapus. RUU Perubahan Kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini diinisiasi DPR.

RUU PPP yang menjadi inisiatif DPR RI ini memiliki 15 poin perubahan dalam UU PPP. Intinya mendukung UU Cipta Kerja dengan memasukan metode omnibus didalamnya. Perubahan UU PPP disetujui 8 dari total 9 fraksi yang ada di DPR. Hanya Fraksi PKS yang menolak. Bulan lalu Partai Buruh bersama FSPMI dan KSPI pun menggugat revisi UU PPP dengan melakukan judicial review.

Padahal metode omnibus yang terjadi pada UU Cipta Kerja sudah diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga mesti diperbaiki dalam kurun waktu dua tahun sejak pembacaan putusan atau 25 November 2021. Disitu tidak memerintahkan perubahan UU PPP tersebut. Namun agar tidak cacat formil atau terjadi pembangkangan konstitusi, dipaksakanlah upaya Revisi UU PPP.

Revisi UU PPP akan membawa kekacauan regulasi dalam pembentukan perundang-undangan. Penggemukan regulasi dengan metode omnibus, akan meminimkan partisipasi masyarakat khususnya yang telah mengkritik kluster demi kluster UU Ciptaker.

Hak masyarakat akan sebatas meaningful participation yang formalitas. Kritik hanya dilihat sekilas. Itulah keruwetan perundang-undangan dalam sistem demokrasi. Semua bisa direvisi demi memuluskan kepentingan oligarki.

Islam memiliki sistem pemerintahan yang menjadikan sumber hukum hanya pada Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga bisa menelurkan kebijakan yang menjamin stabilitas hukum, penjaminan sistem ekonomi Islam yang memberdayakan, mewujudkan kesejahteraan umum berdasarkan Islam. Kepentingan politik dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada pun, hanya berorientasi pada kepentingan ummat (geopolitik umat).[]