March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Perbandingan Tsaqofah Islam Dan Barat

Komparasi antara tsaqofah islam dengan barat (tsaqofah asing) sudah sangat jelas dari asasnya yang masing-masing terpancarkan dari aqidah tertentu. Islam dari aqidah yang benar dan barat dari aqidah sekular yang salah. Namun makalah ini akan membandingkan dari beberapa segi yakni kedudukan ilmu, falsafah ilmu, dan profil penuntut ilmu.

Kedudukan ilmu

Di saat eropa pada zaman era kegelapan (The dark age) pada abad pertengahan, tingkat buta huruf penduduknya adalah 95%, merupakan fakta yang mengerikan. Tetapi itu lah Eropa pada abad 9 – 12 M. Bahkan sang kaisar Karl dari Aachen masih berusaha mempelajari keterampilan yang sangat langka tersebut.  Biara-biara hanya sedikit pendeta yang dapat membaca. Di saat yang sama jutaan anak di desa dan di kota Daulah Khilafah duduk di atas karpet dan mengeja huruf-huruf Al-qur’an, menulisnya dan menghafalnya. Lalu mempelajari gramatika Bahasa Arab dan menulis sampai dengan mengarang sebuah kitab (baca:buku).

Untuk kitab suci, hanya pendeta yang memiliki akses, membaca dan mengerti bahasa kitab suci. Bahkan para pengkhutbah dengan bahasa latin sudah sangat sulit di mengerti orang kebanyakan, yang menikmati sekolah hanya beberapa para rohaniawan. Hal ini berbeda dengan daulah khilafah. Anak-anak semua kelas sosial mengunjungi pendidikan dasar, dengan biaya yang terjangkau. Di berbagai tempat banyak sekolah gratis, misalnya Cordoba – Spanyol, selain 80 sekolah umum yang di dirikan al-Hakam-II pada 965 M, masih ada 27 sekolah khusus untuk anak-anak miskin. Di Kairo-Mesir, alMansur Qalawun mendirikan sekolah untuk anak yatim, dan menganggarkan setiap hari ransum makanan yang cukup dan satu stel baju untuk musim dingin dan satu stel baju untuk musim panas. Bahkan untuk orang-orang Badui yang berpindah-pindah, dikirim guru yang juga siap berpindah-pindah mengikuti muridnya.

Dari paparan di atas bisa dilihat bahwa, sudah menjadi tradisi Barat menjadikan ilmu pengetahuan itu sebagai previlege untuk kalangan tertentu saja. Tidak jauh berbeda dengan saat ini, kalau dulu gereja berperan menghargai ilmu, sementara di luar lingkup gereja merasa kesulitan. Saat ini perdagangan bebas yang menghargai ilmu, untuk kelas bawah merasa kesulitan. Sedangkan Islam memiliki cara yang khas dalam menghargai ilmu, bukan dengan memberikan harga. Tapi islam memuliakan ilmu pengetahuan sebagai saudara kembarnya iman, untuk membentuk kepribadian manusia. Setiap orang wajib menuntut ilmu baik pria maupun wanita.

TQS. Az-Zumar : 9

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

“…Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat (mau menerima nasehat) yang dapat menerima pelajaran (orang-orang yang mempunyai pikiran).”

TQS. Al-Mujadalah : 11

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“(Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, “Berlapang-lapanglah (berluas-luaslah) dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kalian” (sholat dan amalan lain), maka berdirilah niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”

Rasulullah juga bersabda :

ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة

“Barangsiapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka Allah telah menuntunnya jalan ke surga”[HR Muslim]

“Barangsiapa didatangi kematian dimana dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan islam, maka anatara dia dan para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat [HR addarimi dan ibn sunni dengan sanad hasan]

Falsafah keilmuan

Falsafah ilmu pengetahuan merupakan cara pandang manusia terhadap ilmu pengetahuan yang dibagi menjadi 3 macam :

  • Falsafah epistmologi (bagaimana ilmu itu dibangun)
  • Falsafah ontologi (hakekat objek ilmu pengetahuan yaitu : manusia, alam dan kehidupan)
  • Falsafah aksiologi (sikap manusia dalam menggunakan ilmu)

Ilmu yang sama dapat dipandang berbeda oleh orang yang berbeda dengan cara pandang yang berbeda (terutama dalam aspek ontologi dan aksiologi).

Tabel komparasi Falsafah Ilmu Pengetahuan (Widiharto. A, 2016)

Profil Intelektual

Oxford dan Cambridge adalah simbol penting pendidikan di Inggris. Oxbridge – begitu biasa disingkat- menjadi pusat riset dan teknologi yang menyangga peradaban Inggris dari abad ke abad. Banyak peraih Nobel penghargaan dari kedua tempat tersebut. Sementara Madinah merupakan kota pendidikan yang lebih daripada Oxbridge. Bukan karena fasilitas, tetapi karena pendidikan di Madinah menghasilkan peradaban yang menyatukan iman, ilmu, amal dan jihad.(Komara.F, 2016)

Di Oxbridge seorang profesor bisa sangat pakar dalam ilmu fisika atau filsafat etika, pada saat yang sama dia bisa saja seorang homoseks, pecandu alkohol, dan meremehkan gereja. Dia akan tetap dihormati karena penguasaan pengetahuannya. Di Madinah, jika seorang ilmuwan memisahkan akidah, maka keimanannya batal. Jika memisahkan akhlak dengan ilmu yang dikuasainya, maka akan tidak dianggap, bahkan seorang yang menjadi simpul sanad hadis, apabila ketahuan berdusta sekali saja, maka namanya tercatat sampai akhir zaman dalam kitab mustahalah hadis sebagai pendusta (kadzab) yang riwayatnya tidak valid. Apalagi melanggar hukum syara’ yang lain.

Tradisi keilmuan islam kaya dengan contoh-contoh ulama yang sangat tinggi ilmunya dan sekaligus orang-orang yang memiliki tingkat ketakwaan yang juga tinggi. Imam syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Hanafi, Al-Ghazali, Ibn Taimiyah, untuk masa saat ini semisal Taqiyudin An-Nabhani, Syeikh Abu Rusthoh, Az-Zuhaili, Syeikh Ramadhan Al-Buthy dan sebagainya yang menjadi teladan bagi umat islam. Apabila ada orang yang berilmu tapi tidak menjalankan ilmunya maka ia akan dicap tidak adil, fasik secara otomatis akan tersisih dari tata sosial islam, karena ditolak kesaksian dan pemberitaannya diragukan.

Dalam sejarah Oxbridge jika terjadi pertentangan antara ilmu dan doktrin gereja, maka ketegangan tersebut akan reda ketika gereja “tahu diri” dan membatasi peran hanya di mimbar saja. Gereja harus sekuler (baca:memisahkan) dari ilmu, agar tidak dijauhkan masyarakat, bahkan inilah awal spesialisasi ilmu yang sempit. Sebaliknya di kota-kota islam, Madinah, Damaskus, Kairo, Baghdad para ilmuwan memetik mutiara ilmu yang banyak, yang terus menerus dijabarkan sampai saat ini. Bahkan ilmuwan-ilmuwan dulu dikenal luas memiliki penguasaan ilmu di berbagai bidang. (Husaini.A, 2010)

Tabel Perbandingan Profil Intelektual (Komara.F, 2011)

Walhasil sebagai intelektual muslim, maka harus memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalehan sosial, dan keberanian dalam menegakkan amar makruf nahi munkar.

Sumber Bacaan :

  1. Adian Husaini. 2010. Pendidikan Islam Membangun Manusia Berkarakter dan Beradab. Program Studi Pendidikan Islam. Program Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun. Bogor.
  2. Fika Komara. 2016. Menjadi Muslimah Negarawan. Sukoharjo : Granada Publisher.
  3. http://www.fahmiamhar.com/2010/04/satu-negeri-pergi-sekolah.html
  4. Jalaluddin Al-Mahalli, Jalaluddin As-Suyuti. 2007. Tafsir alquran al-azhim. Indonesia : Al-haramain.