March 28, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Penista Agama Tak Pernah Jera

Oleh : Ummu Nabila (Anggota Revowriter)

Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan yang di dalamnya umat Islam sedunia ingin meraih pahala dalam beribadah. Begitupun di Indonesia sebagai salah satu negeri Muslim terbesar di dunia. Namun sayangnya, kemuliaan bulan suci Ramadhan dinodai oleh kasus penistaan agama oleh seorang Youtubers bernama Joseph Paul Zhang. Dia mengaku sebagai nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad Saw serta menghina Allah SWT.

Sebagaimana diketahui, Jozeph Paul Zhang sudah berulang kali mengolok-olok dan menista ajaran Islam. Bahkan, ia membuat sayembara bagi siapa pun yang bisa melaporkannya ke polisi karena aksi tersebut. Aksinya menjadi viral di media sosial setelah rekaman videonya diunggah melalui  YouTube. Video berdurasi 3 jam 2 menit tersebut berjudul Puasa Lalim Islam. (INews.id, 17/4/2021)

Penistaan terhadap agama Islam bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, sudah yang kesekian kali dan terus berulang. Bahkan, terjadi di tengah kampanye toleransi beragama yang digaungkan pemerintah. Sampai-sampai anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Anton Tabah merasa heran dengan maraknya penistaan agama di era pemerintahan Jokowi. Ia pun mengatakan kasus penistaan agama seperti ada pembiaran, kadang aparat mengabaikannya. (Gelora.co, 19/4/2021)

Masalahnya adalah ketika agamanya dinista, umat Islam diminta harus lebih sabar dan menahan diri terlebih di bulan yang suci ini. Tidak boleh reaktif ataupun main hakim sendiri. Padahal seharusnya, jika umat Islam diminta bersabar, maka pemerintah harus menunjukkan ketegasan melalui aparat untuk mengerahkan segala daya upaya dalam menyelesaikan permasalahan ini. Bukan justru terkesan mendiamkan dan memberikan kelonggaran yang menyebabkan para penista tak pernah jera berulah.

Berulangnya Kasus Penistaan Agama

Berulangnya kasus penistaan agama membuktikan bahwa negara telah gagal menjamin dan melindungi agama. Meskipun telah ada payung hukum yang mengatur tentang penodaan agama yaitu Undang-undang tentang Penodaan Agama. Nyatanya, belum mampu menghentikan aksi-aksi serupa. Ditambah lagi dengan penegakkan hukum yang jauh dari kata adil.

Advokat muslim Ahmad Khozinudin, S.H. menyatakan, berulang kali penistaan agama terjadi akibat sanksi yang tidak tegas dari pemerintah. Para penista hanya dihukumi lima tahun penjara. Hal ini tentu tidak memberikan efek jera. Selain itu, norma yang mengatur penistaan agama juga masih terlalu longgar. Ada adagium tentang kebebasan berbicara, termasuk di dalamnya kebebasan menista agama. (Mediaumat.news, 19/4/2021)

Mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM), seseorang bebas berbuat sesuai kehendaknya tanpa boleh dibatasi oleh yang lain. Sebab nilai kebebasan ini dijamin dalam kehidupan sekuler sekarang. Baik kebebasan beragama, berpendapat, berperilaku dan berkepemilikan.

Kebebasan berpendapat inilah yang akhirnya membuat para penista agama dengan mudahnya menghina agama lain termasuk menghina Allah SWT, Nabi Muhammad saw, dan ajaran-ajaran Islam. Bahkan, bisa dikatakan bahwa agama Islam-lah yang paling sering dinistakan maupun disudutkan setiap kali ada peristiwa kekerasan. Padahal islam sendiri tidak pernah mengajarkan kekerasan maupun penghinaan terhadap ajaran di luar islam. Sebagaimana firman Allah SWT, yaitu:

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 256)

Islam Menindak Tegas Penista Agama

Islam memiliki aturan hidup yang sempurna dan paripurna. Islam adalah ajaran yang menjadi rahmat bagi semesta alam karena Allah SWT telah menjaminnya. Ketika diterapkan secara menyeluruh maka Islam mampu membuat harmonisasi kehidupan antarsesama pemeluk agama dengan saling menghormati serta menghargai ajaran masing-masing. Bahkan fakta kebersamaan ini telah tertulis indah dalam tinta emas peradaban selama kurang lebih 13 abad lamanya.

Akan tetapi, ketika ajaran Islam dinista terlebih penghinaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah Saw. Maka, islam mempunyai mekanisme yang tegas untuk menindak para penista agama agar tidak dengan mudahnya mempermainkan dan mengolok-olok ajaran agama tertentu. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Beliau memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah saw. (Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah hadis No. 4363 dalam kitab sunannya)

Begitupun dengan Khalifah Umar bin Kaththab ra. Beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah dari Mujahid rahimahullah)

Sultan Hamid II—sultan ke-34 Kekhalifahan Utsmaniyah—juga mengikuti jejak para Khulafaurasyidin. Ia pernah marah dengan tindakan pemerintah Prancis. Saat itu, surat kabar Prancis memuat berita tentang rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi Muhammad Saw. Sultan mengatakan, “Ini penghinaan terhadap Rasulullah. Aku tak akan mengatakan apa pun. Mereka menghina Baginda kita, kehormatan seluruh alam semesta.”

Bahkan, Sang Sultan siap bangkit dari kematian jika terjadi penghinaan atas agama Islam dan Nabi Muhammad saw. Beliau mengatakan, “Aku akan menarik pedang ketika sedang sekarat. Aku akan menjadi debu dan terlahir kembali dari debuku, dan berjuang bahkan jika mereka memotong leherku, mencabik-cabik dagingku demi melihat wajah Baginda Nabi saw.Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut,” ucap Sultan dengan nada geram sembari melemparkan koran kepada delegasi Prancis. (Bersumber dari catatan harian Sultan Abdul Hamid II).

Inilah sikap para pemimpin Islam, tegas dalam menindak para penista agama demi menjaga kemuliaan agama Allah. Sebab, salah satu maqashid syariat (tujuan-tujuan syariat) adalah hifdzhu ad-din (menjaga agama).

Sungguh ketegasan hukum harus ditegakkan ketika Islam berkuasa atas kehidupan manusia. Maka, sangat wajar jika kasus-kasus serupa minim terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Sekalipun ada, akan segera langsung ditindak tegas oleh negara. Begitulah seharusnya negara menjadi pelindung bagi kemuliaan agama.[]

Wallahu ‘Alam Bii Ash-Showwab