April 25, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Pemeliharaan Kesehatan di Daulah Islamiyah (Episode 25)

Oleh : Radhiyah Abdullah

Setelah kami menjelaskan dalam dua episode sebelumnya hal pertama yang harus disediakan negara untuk rakyatnya dalam hal pengobatan dan bantuannya, yaitu pengobatan, perawatan dan obat-obatan, kita beralih ke:

B- Bantuan selama masa pemulihan:

Bagian dari baiknya perawatan orang yang sakit bahwa ia tidak perlu memaksakan diri selama masa pemulihan sampai ia pulih sepenuhnya. Jadi selama masa pemulihan dia tidak dibebani perkara sulit atau pekerjaan yang perlu tenaga besar yang bisa melemahkannya. Oleh karena itu, negara menyediakan harta yang dibutuhkan oleh orang yang sedang dalam masa pemulihan, jika dia tidak punya harta, selama masa pemulihannya. Lamanya masa pemulihan itu ditentukan oleh dokter agar dia tidak memaksakan diri mencari nafkah.

Kami telah menyebutkan di episode ketiga bagaimana dahulu pasien di rumah sakit-rumah sakit Daulah Islamiyah yang mendapatkan kembali kesehatan mereka dan kelihatan sembuh, mereka dipisahkan dari pasien lainnya selama masa pemulihan mereka. Untuk setiap pasien ketika ia meninggalkan Bimaristan diberikan sebanyak lima keping emas, sehingga mereka tidak terpaksa segera kembali bekerja berat “.

C- Memberikan pelayanan dan bantuan kepada orang yang cacat, yang lemah dan yang gila:

Bagian dari rahmat rahmat Allah bagi mereka yang berkebutuhan khusus adalah bahwa dosa diangkat dari mereka. Allah SWT berfirman:

﴿لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ﴾ [الفتح 17]

“Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang)” (TQS al-Fath [48]: 17).

Dan kerabat mereka yang termasuk kerabat mahram diwajibkan untuk menanggung nafkah orang-orang yang membutuhkan ini, termasuk makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dan Daulah Islamiyah mengumpulkannya secara paksa dari orang yang berkewajiban itu.

Adapun bagi mereka yang tidak memiliki kerabat mahram, atau ada kerabat mahram yang tidak mampu menanggung nafkah, syariah mewajibkan nafkah mereka terhadap negara dari harta Baitul Mal. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ra yang mengatakan: Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِلْوَرَثَةِ وَمَنْ تَرَكَ كَلاً فَإِلَيْنَا

“Barangsiapa meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya dan siapa yang meninggalkan kalan maka kepada kita (tanggungjawabnya)”.

Al-kalan adalah sorang yang lemah yang tidak memiliki anak atau bapak.

Adapun perlengkapan, perangkat, atau layanan yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas dan orang yang lemah berupa peralatan, perangkat, atau layanan yang membantu mereka dalam kelemahannya dan meringankan disabilitasnya, seperti kursi roda, kruk, atau alat bantu dengar, maka negara harus menyediakannya untuk mereka, karena semua itu termasuk kebutuhan yang kekurangannya menyebabkan dharar bagi mereka yang membutuhkannya itu. Sementara dharar itu adalah haram sesuai sabda Rasul saw:

«لا ضَرَرَ وَلا ضِرارَ»

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain”.

Selain itu, peralatan dan layanan ini termasuk dalam pengobatan -dan itu adalah wajib bagi negara- karena tujuannya adalah untuk mengobati kelemahan akibat hilang atau disfungsinya suatu organ dari tubuh.

Daulah Islamiyah juga mendirikan rumah-rumah perawatan (panti) para penyandang cacat mental atau fisik yang keluarga mereka tidak bisa merawat mereka dikarenakan parahnya cacat mereka dan kebutuhan mereka atas perawatan khusus, atau mereka yang mungkin membahayakan keluarga mereka atau masyarakat jika mereka tidak diisolasi dan diawasi. Dan rumah perawatan (panti) ini dilengkapi dengan apa yang dibutuhkan para penyandang cacat ini, dan perawatan dan perlakuan terhadap mereka di dalamnya harus dilakukan dengan baik.

Diantara perhatian Rasul saw kepada mereka adalah beliau memperhatikan mereka dan memenuhi kebutuhan mereka dan berbelaskasihan kepada mereka. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Anas ra bahwa:

أَنَّ امْرَأَةً كَانَ فِي عَقْلِهَا شَيْءٌ (أَيْ مِنْ الْفُتُورِ وَالنُّقْصَانِ)، فَقَالَتْ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً”، فَقَالَ: «يَا أُمَّ فُلانٍ انْظُرِي أَيَّ السِّكَكِ شِئْتِ حَتَّى أَقْضِيَ لَكِ حَاجَتَكِ».

“Seorang wanita yang ada sesuatu di akalnya (suatu kerusakan dan kekurangan) dia berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya saya ada keperluan kepada Anda”. Beliau bersabda: “Hai ummu Fulan pikirkan as-sikak (yakni keperluan) apa yang Anda inginkan sehingga saya penuhi kebutuhan Anda”.

Umar bin al-Khaththab ra sering mendatangi wanita tua yang buta di salah satu gang Madinah pada malam hari lalu dia menyedikan minum untuknya dan melakukan urusannya. Suatu ketika Umar mendatanginya dan dia menemukan orang lain telah mendahuluinya dan memperbaiki apa yang wanita tua itu inginkan. Maka Umar mendatanginya pada waktu yang berbeda supaya tidak didahului. Maka Umar mencarinya dan ternyata dia adalah Abu Bakar ra dan dia ketika itu menjabat Khalifah.

Umar bin Abdul Aziz ra menulis surat ke berbagai penjuru Syam agar kalian sampaikan kepadaku semua orang buta di dalam Diwan atau di tempat duduk, atau siapa pun yang lumpuh atau yang memiliki cacat yang menghalanginya dari menunaikan shalat. Maka mereka mengangkatnya kepadanya. Lalu Umar memerintahkan untuk setiap orang buta orang yang menuntunnya dan memerintahkan untuk setiap dua orang cacat seorang pembantu. Demikian juga, Khalifah Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik memberi orang-orang, memberi orang kusta, dan berkata kepada mereka: “Jangan meminta-minta kepada orang-orang!”. Dan dia memberi setiap orang yang lumpuh seorang pembantu, dan untuk setiap orang buta seorang penuntun jalan.

Bimaristan (rumah sakit) untuk penyakit jiwa didirikan pada masa Bani Umayyah. Dinyatakan di dalam piagam wakaf yang hasilnya diwakafkan untuk kepentingan rumah sakit an-Nuri atau al-‘Atiq di Aleppo bahwa setiap orang gila ditangani oleh dua orang pembantu khusus dan mereka melepas pakaiannya setiap pagi, dan mereka menyiraminya dengan air dingin, kemudian memakaikan padanya pakaian bersih dan membawanya untuk melaksanakan shalat. Mereka memperdengarkan bacaan al-Qur’an, yang dibaca oleh seorang yang bersuara baik, lalu membawanya berjalan-jalan di udara terbuka.[]

Sumber :
http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/radio-broadcast/others/71812.html