March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Pemanfaatan Bagian-Bagian Tubuh Hewan, Organ dan Tulangnya

Soal:

Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu

Dengan menyebut asma Allah. Segala pujian hanya milik Allah. Dan shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw, keluarga beliau dan para sahabat beliau seluruhnya.

Saya perhatikan di beberapa tempat perdagangan, mereka menjual tasbih, kalung, gelang … dll berasal dari tulang hewan. Pertanyaan saya tentang hewan, apakah boleh memanfaatkan organ-organ dan bagian-bagian tubuh hewan?

Rasulullah saw bersabda:

«مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ»

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan dengannya, Dia faqihkan dia dalam perkara agama”.

Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik dan semoga Allah meneguhkan kita di atas kebenaran dan berjuang untuk tegaknya Daulah Islam-Nya.

Ahmad al-Khathib

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Masalah pemanfaatan bagian-bagian hewan dan organ-organnya merupakan masalah yang banyak rinciannya dan di situ ada perbedaan-perbedaan pendapat dalam mazhab-mazhab fikih dan ijtihad para ulama. Dan saya ringkas dalam jawaban ini sebagai berikut:

Pertama: pemanfaatan tulang termasuk di dalamnya tanduk, gigi, kuku dan cakar.

1- Tulang hewan yang dagingnya boleh dimakan yang disembelih dengan penyembelihan syar’iy:

Boleh memanfaatkan tulang hewan yang dagingnya boleh dimakan jika disembelih dengan penyembelihan syar’iy sebab sembelihan yang boleh dimakan dagingnya yang disembelih dengan penyembelihan syar’iy adalah suci sehingga halal dimanfaatkan semuanya baik daging, tulang dan lainnya. Itu merupakan perkara yang tidak ada perbedaan pendapat di antara kaum Muslim. Dahulu kaum Muslim memasak daging hewan sembelihan dengan tulang-tulangnya dan mereka memakannya. Seandainya tulangnya najis niscaya mereka tidak melakukan hal itu. Hal itu menunjukkan bahwa tulangnya adalah suci sehingga boleh dimanfaatkan … Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra:

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَكَلَ كَتِفَ شَاةٍ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ»

“Rasulullah saw memakan bahu domba kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu”.

Dan bahu (al-katifu) itu di situ ada tulang.

2- Tulang bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan:

Hewan yang dagingnya boleh dimakan kadang mati secara wajar dengan sendirinya dan kadang mati karena disembelih dengan penyembelihan tidak syar’iy misalnya disembelih oleh orang Budha … Hewan itu dalam dua keadaan itu dinilai sebagai bangkai… Berkaitan dengan pemanfaatan tulang bangkai itu maka ada perbedaan pendapat dalam hal itu di antara para ulama. Siapa di antara mereka yang berpandangan bahwa tulangnya najis maka mereka berpendapat, haram memanfaatkan tulang bangkai itu. Dan mereka adalah jumhur dari kalangan malikiyah, asy-syafi’iyyah, al-hanabilah dan selain mereka. Dan siapa yang berpandangan bahwa tulangnya itu suci, dia mengatakan boleh memanfaatkan tulangnya. Di antara mereka adalah ulama kalangan al-hanafiyah, Ibnu Sirin, Ibnu Juraij …

Yang saya rajihkan adalah pandangan orang yang mengatakan bahwa tulang bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan adalah najis dan berlaku atasnya sifat bangkai. Hal itu karena firman Allah SWT:

﴿قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ﴾

“Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (TQS Yasin [36]: 78).

Dalalah lafal yuhyî terhadap tulang memberi pengertian bahwa tulang bangkai adalah juga bangkai, sehingga tidak boleh dimanfaatkan sebab itu adalah najis dan karena itu merupakan bangkai … Dan karena sabda Rasul saw dalam hadits yang telah dikeluarkan oleh imam al-Bukhari di at-Târîkh dan Ibnu Hibban di Shahîh-nya dan selain keduanya dari Abdullah bin ‘Ukaim, dia berkata: “telah menceritakan hadits kepada kami para tetua kami dari Juhainah bahwa Nabi saw menulis kepada mereka:

«لا تنتَفِعُوا من الميْتةِ بشيءٍ»

“Jangan kalian manfaatkan bangkai dengan sesuatu pun”.

Al-Albani menyebutkannya di Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah dan sesuatu dari fikih dan faedahnya (VII/366), dan ia berkata: “ini adalah sanad shahih, para perawinya tsiqah para perawi ash-shahîh”. Dan riwayat Ibnu Hibban yaitu:

«لَا تَسْتَمْتِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بشيء»

“Jangan kalian memanfaatkan dari bangkai dengan sesuatu pun”.

Jelas dari hadits ini tidak bolehnya memanfaatkan bangkai dari semua aspek, dan bukan hanya haram memakan dagingnya saja, kecuali jika terdapat dalil yang mengkhususkan. Sementara tidak ada semisal dalil yang mengkhususkan ini terkait dengan tulang.

3- Tulang yang dipotong dari hewan yang dagingnya boleh dimakan:

Yang dimaksud dengan tulang yang dipotong adalah tulang yang dipotong dari hewan yang masih hidup. Tulang ini mengambil hukum bangkai sehingga menjadi najis dan tidak boleh dimanfaatkan. Hal itu karena apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim di al-Mustadrak dan yang lain, dari Abu Waqid al-Laitsi, dia berkata: “orang-orang pada masa jahiliyah sebelum Islam memotong lemak punuk unta dan memotong ekor domba lalu mereka makan dan mereka jadikan al-wadak (lemak atau gemuk), ketika Nabi saw datang mereka bertanya tentang itu maka Nabi saw bersabda:

«مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ»

“Apa yang dipotong dari hewan ternak yang masih hidup maka itu adalah bangkai”.

Al-Hakim berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya meskipun al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya”. Adz-Dzahabi berkata: “shahih”. Al-Wadak adalah lemak daging dan minyak yang dikeluarkan darinya. Dan tentu saja tulang yang dipotong dari hewan yang mati adalah juga bangkai sebab itu adalah bagian dari bangkai sehingga tidak boleh dimanfaatkan.

4- Tulang hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan:

Yaitu tulang hewan yang diharamkan oleh Allah SWT untuk dimakan seperti binatang buas, gajah, burung nasar dan sebagainya … Ada perbedaan pendapat tentang hukum pemanfaatan tulang hewan-hewan ini dan dia masih hidup dipotong tulangnya. Dan ada perbedaan pendapat tentang hukum pemanfaatan tulangnya setelah hewan itu mati. Sebagian membedakan antara keberadaan hewan itu mati secara wajar dengan mati disembellih … dll, tentang rinciannya dan banyak perbedaan pendapat di antara para ulama … Dan yang saya rajihkan adalah haramnya pemanfaatan tulang hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan:

a- Jika tulang yang diambil darinya dengan cara dipotong dari hewan itu ketika masih hidup, maka itu merupakan bangkai yang tidak boleh dimanfaatkan. Hal itu sesuai sabda Rasul saw:

«مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ»

“Apa yang dipotong dari hewan ternak yang masih hidup maka itu adalah bangkai”.

b- Jika hewan itu mati secara wajar maka itu menjadi bangkai seperti hewan yang boleh dimakan dagingnya. Bahkan itu lebih dari hewan yang boleh dimakan dagingnya. Dan terhadapnya dalam kondisi ini berlaku sabda Rasul saw:

«لا تنتَفِعُوا من الميْتةِ بشيءٍ»

“Jangan kalian memanfaatkan bangkai dengan sesuatu pun”.

c- Jika hewan itu mati disembelih maka itu juga bangkai, sebab penyembelihan itu tidak menjadi penyembelihan syar’iy kecuali dalam kondisi hewan itu merupakan hewan yang boleh dimakan dagingnya. Adapun hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya maka itu bukanlah penyembelihan syar’iy. Jadi penyembelihan itu tidak punya pengaruh dalam mendudukkan posisi hewan yang disembelih itu sebagai sembelihan syar’iy, sehingga hewan itu menjadi bangkai dan tidak boleh dimanfaatkan tulangnya. Dan terhadapnya dalam kondisi ini juga berlaku sabda Rasul saw:

«لا تنتَفِعُوا من الميْتةِ بشيءٍ»

“Jangan kalian memanfaatkan bangkai dengan sesuatu pun”.

5- Tulang ikan dan bangkai hewan laut:

Ikan dan bangkai hewan laut adalah halal sebagaimana yang ada di dalam hadits-hadits. Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

«أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ الْحُوتُ وَالْجَرَادُ»

“Telah dihalalkan untuk kita dua bangkai: ikan dan belalang”.

At-Tirmidzi telah meriwayatkan di Sunan-nya dari al-Mughirah bin Abi Bardah bahwa dia mendengar  Abu Hurairah berkata: “seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw, dia berkata: “ya Rasulullah, kami naik perahu dan kami membawa sedikit air, jika kami berwudhu menggunakan air itu maka kami kehausan, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Rasulullah saw bersabda:

«هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ»

“Laut itu airnya suci dan bangkainya halal”.

Abu Isa (at-Tirmidzi) berkata: “hadits hasan shahih”.  Imam al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shahîh-nya dari Jabir ra, dia berkata: “kami berperang melawan pasukan al-khabtha dan Abu Ubaidah diangkat menjadi amir, lalu kami sangat kelaparan lalu laut memberikan ikan yang mati yang belum kami lihat semisalnya disebut al-‘Anbaru lalu kami makan selama setengah bulan lalu Abu ‘Ubaidah mengambil sebagian tulangnya lalu seorang penunggang lewat di bawahnya, lalu Abu az-Zubair memberitahu bahwa dia mendengar Jabir berkata: “Abu ‘Ubaidah berkata: “makanlah”. Ketika kami tiba di Madinah kami sebutkan hal itu kepada Nabi saw maka beliau bersabda:

«كُلُوا رِزْقاً أَخْرَجَهُ اللَّهُ، أَطْعِمُونَا إِنْ كَانَ مَعَكُمْ فَأَتَاهُ بَعْضُهُمْ فَأَكَلَهُ»

“Makanlah sebagai rezki yang telah dikeluarkan oleh Allah, beri makan kami jika masih ada bersama kalian”, maka sebagian dari mereka memberikannya kepada beliau lalu beliau memakannya”.

Ini berarti bahwa bangkai hewan laut adalah suci dan halal boleh dimanfaatkan, termasuk memanfaatkan tulangnya.

Kedua: pemanfaatan kulit:

1- Kulit hewan yang dimakan dan disembelih dengan penyembelihan syar’iy:

Boleh memanfaatkan kulit hewan yang boleh dimakan dagingnya, yang disembellih dengan penyembelihan syar’iy dikarenakan kesuciannya melalui penyembelihan tersebut. Hal itu karena apa yang diriwayatkan oleh an-Nasai di Sunan-nya dan dishahihkan oleh al-Albani dari Salamah bin al-Muhabbiq bahwa Nabiyullah saw pada perang Tabuk meminta air dari seorang wanita, wanita itu berkata:

مَا عِنْدِي إِلَّا فِي قِرْبَةٍ لِي مَيْتَةٍ قَالَ: «أَلَيْسَ قَدْ دَبَغْتِهَا؟» قَالَتْ: بَلَى، قَالَ: «فَإِنَّ دِبَاغَهَا ذَكَاتُهَا»

“Aku tidak punya kecuali kecuali yang ada di geriba dari kulit bangkai”. Beliau bersabda; “bukankah engkau telah menyamaknya?” Wanita itu berkata: “benar”. Beliau bersabda: “penyamakannya adalah penyembelihannya”.

Jadi Nabi saw menjadikan penyamakan kulit bangkai berposisi seperti penyembelihan syar’iy pada hewan yang boleh dimakan dagingnya sebab penyembelihan syar’iy tidak terjadi kecuali pada hewan yang boleh dimakan dagingnya. Hal itu menunjukkan bolehnya memanfaatkan kulit hewan yang dagingnya boleh dimakan, yang disembelih dengan penyembelihan syar’iy .. Dan kami tidak menemukan perbedaan pendapat tentang kebolehan hal itu.

2- Kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan:

Terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum memanfaatkan kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan. Yang saya rajihkan bahwa boleh memanfaatkan kulit hewan yang dagingnya boleh dimakan baik hewan itu mati secara wajar atau disembelih secara tidak syar’iy seperti disembelih oleh orang Budha … tetapi dengan syarat telah disamak. Sebab kulit bangkai adalah najis dan penyamakan menyucikannya jika itu merupakan kulit bangkai dari hewan yang dagingnya boleh dimakan … Hal itu karena dalil-dalil berikut:

a. Karena apa yang diriwayatkan oleh an-Nasai di di Sunan-nya dan dishahihkan oleh al-Albani dari Salamah bin al-Muhabbiq bahwa Nabiyullah saw pada perang Tabuk meminta air dari seorang wanita, wanita itu berkata:

مَا عِنْدِي إِلَّا فِي قِرْبَةٍ لِي مَيْتَةٍ قَالَ: «أَلَيْسَ قَدْ دَبَغْتِهَا؟» قَالَتْ: بَلَى، قَالَ: «فَإِنَّ دِبَاغَهَا ذَكَاتُهَا»

“Aku tidak punya kecuali kecuali yang ada di geriba dari kulit bangkai”. Beliau bersabda; “bukankah engkau telah menyamaknya?” Wanita itu berkata: “benar”. Beliau bersabda: “penyamakannya adalah penyembelihannya”.

Jelas dari hadits tersebut bahwa penyamaan kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan, penyamakan itu menjadikannya suci dan membuat pemanfaatannya boleh sebagaimana perkara tentang geriba yang disebutkan di dalam hadits tersebut.

b- Ibnu Hibban telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari al-‘Aliyah binti Subai’ bahwa ia berkata: “saya punya domba di Uhud lalu mati, lalu aku menemui maimunah dan aku sebutkan hal itu kepadanya, Maimunah berkata kepadaku: “andai engkau ambil kulitnya dan engkau manfaatkan?” Al-‘Aliyah berkata: “aku katakan: “hal itu boleh?” Maimunah berkata:

نَعَمْ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ على رِجَالٍ مِنْ قُرَيْشٍ يَجُرُّون شَاةً لَهُمْ مِثْلَ الْحِمَارِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا» قَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «يُطَهِّرُهَا الماء والقَرَظُ»

“Benar, Rasulullah saw melalui beberapa laki-laki dari Quraisy mereka menyeret domba milik mereka seperti keledai maka Rasulullah saw bersabda kepada mereka: “seandainya kalian ambil kulitnya”. Mereka berkata: “ini bangkai”. Rasulullah saw bersabda: “itu disucikan oleh air dan al-qarzhu (daun pohon untuk menyamak)”.

Dan al-qarzhu adalah daun pohon yang digunakan menyamak. Demikian juga hadits domba maula perempuan Maimunah ra. Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam Shahîh-nya dari Ibnu Abbas bahwa:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَرَّ بِشَاةٍ مَطْرُوحَةٍ أُعْطِيَتْهَا مَوْلَاةٌ لِمَيْمُونَةَ مِنْ الصَّدَقَةِ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَلَّا أَخَذُوا إِهَابَهَا فَدَبَغُوهُ فَانْتَفَعُوا بِهِ»

“ Rasulullah saw melewati domba yang dibuang yang diberikan kepada maula perempuan Maimunah dari domba shadaqah, maka Nabi saw bersabda: “kenapa tidak mereka ambil kulitnya lalu mereka samak dan mereka manfaatkan”.

c- At-Tirmidzi telah meriwayatkan di Sunan-nya dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ»

“Kulit mana saja yang disamak maka telah suci”.

Abu ‘Isa (at-Tirmidzi) berkata: “… hadits Ibnu ‘Abbas hasan shahih”.

Dalil-dalil ini menjelaskan bahwa penyamakan kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan membuat kulit itu suci dan halal dimanfaatkan. Jadi keberadaan kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan dikecualikan dari keharaman pemanfaatan bangkai yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah saw:

«لا تنتَفِعُوا من الميْتةِ بشيءٍ»

“Jangan kalian memanfaatkan bangkai dengan sesuatu pun”.

3- Kulit hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan:

Para ulama berbeda pendapat tentangnya dalam banyak cabang seputar hukum pemanfaatan kulit hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan … Yang saya rajihkan dalam masalah ini adalah keharaman pemanfaatan kulit semua hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan. Hal itu karena larangan Nabi saw dari pemanfaatan bangkai:

«لا تنتَفِعُوا من الميْتةِ بشيءٍ»

“Jangan kalian memanfaatkan bangkai dengan sesuatu pun”.

Pemanfaatan kulit hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan tidak biasa dilakukan kecuali setelah hewan itu mati (menjadi bangkai). Dan bangkai adalah najis dan kulitnya adalah najis sebab Nabi saw menyebutkan tentang bangkai yang dagingnya boleh dimakan:

«لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا» قَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «يُطَهِّرُهَا الماء والقَرَظُ»

“Seandainya kalian ambil kulitnya”. Mereka berkata: “ini bangkai”. Rasulullah saw bersabda; “itu disucikan oleh air dan al-qarzhu (daun pohon untuk menyamak)”.

Hal itu menunjukkan kenajisan kulit bangkai.

Tidak bisa dikatakan bahwa kulit bangkai hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan itu menjadi suci dengan disamak karena keumuman sabda Rasul saw:

«أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ»

“Kulit mana saja yang disamak maka telah suci”.

Dan hadits Nabi saw tentang domba yang mati:

«لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا» قَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «يُطَهِّرُهَا الماء والقَرَظُ»

“Seandainya kalian ambil kulitnya”. Mereka berkata: “ini bangkai”. Rasulullah saw bersabda; “itu disucikan oleh air dan al-qarzhu (daun pohon untuk menyamak)”.

Dan hadits maula perempuan Maimunah ra bahwa:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَرَّ بِشَاةٍ مَطْرُوحَةٍ أُعْطِيَتْهَا مَوْلَاةٌ لِمَيْمُونَةَ مِنْ الصَّدَقَةِ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَلَّا أَخَذُوا إِهَابَهَا فَدَبَغُوهُ فَانْتَفَعُوا بِهِ»

“Rasulullah saw melewati domba yang dibuang yang diberikan kepada maula perempuan Maimunah dari domba shadaqah, maka Nabi saw bersabda: “kenapa tidak mereka ambil kulitnya lalu mereka samak dan mereka manfaatkan”.

Tidak dikatakan demikian karena hadits-hadits tersebut meskipun mungkin bersifat umum pada sucinya kulit bangkai mana pun jika disamak, tetapi ini dikhususkan pada kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan, sebab hadits-hadits tersebut berkaitan dengan domba yang dinyatakan di dalam hadits Nabi saw:

«فَإِنَّ دِبَاغَهَا ذَكَاتُهَا»

“Penyamakannya adalah penyembelihannya”.

Mafhum itu adalah menurut dalâlah at-tanbîh memberi pemahaman bahwa penyamakan itu menyucikan seperti halnya penyembelihan yang menyucikan, dan karena penyembelihan itu tidak terjadi kecuali pada hewan yang dagingnya boleh dimakan maka begitu pula penyucian melalui penyamakan juga tidak terjadi kecuali pada kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan. Jadi keumuman itu tetap dalam topik itu sendiri, dan topik itu di sini adalah penyucian kulit bangkai hewan yang dagingnya boleh dimakan, dan bukan penyucian sesuatu yang lain. Jadi hadits-hadits ini tidak mencakup kulit semua bangkai … Atas dasar itu, kulit bangkai hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan adalah najis dan tidak disucikan dengan penyamakan dan tidak pula dengan yang lain, dan haram dimanfaatkan.

4- Kulit ikan, ikan paus dan semua bangkai hewan laut:

Boleh memanfaatkan kulit ikan, ikan Paus dan semua bangkai hewan laut karena dalil-dalil yang telah kami sampaikan dalam penjelasan hukum pemanfaatan tulang bangkai hewan laut:

«أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ الْحُوتُ وَالْجَرَادُ»

“Telah dihalalkan untuk kita dua bangkai: ikan dan belalang”.

«هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ»

“Laut itu airnya suci dan halal bangkainya”.

«كُلُوا رِزْقاً أَخْرَجَهُ اللَّهُ، أَطْعِمُونَا إِنْ كَانَ مَعَكُمْ فَأَتَاهُ بَعْضُهُمْ فَأَكَلَهُ»

“Makanlah sebagai rezki yang dikeluarkan oleh Allah, beri makan kami jika masih ada bersama kalian”. Lalu sebagian mereka memberikannya kepada beliau dan beliau memakannya”.

Itu mencakup bagian hewan-hewan lain semuanya berupa tulang, daging, kulit dan lainnya. Hal itu juga menunjukkan kesuciannya dan kebolehan pemanfaatannya.

Ketiga: hukum penggunaan bagian-bagian hewan dalam pembuatan kalung, gelang, tasbih, perkakas dan lainnya.

Berdasarkan rincian yang disebutkan di atas, jawaban atas pertanyaan Anda seputar penggunaan bagian-bagian hewan dan tulangnya dalam pembuatan kalung, gelang, tasbih dan lainnya … Jika boleh memanfaatkan bagian-bagian hewan tersebut sesuai yang disebutkan di atas maka boleh digunakan dalam pembuatan barang-barang itu … Jika tidak boleh memanfaatkan bagian-bagian hewan itu sebagaimana yang dijelaskan di atas maka tidak boleh digunakan dalam pembuatan barang-barang itu, dan barang-barang itu adalah najis jika dibuat dari bagian hewan najis yang haram dimanfaatkan. Dan pemanfaatan barang itu adalah haram karena kenajisannya.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

5 Rabi’u al-Akhir 1442 H

20 November 2020 M

Sumber :

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/71819.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/photos/a.1705088409737176/2798052587107414/