March 28, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

MUI Jangan Jadi Motor Pemecah Belah Umat!

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

(Institut Literasi dan Peradaban)

MUI sudah mengalami reformasi beberapa pengurusnya. Ada beberapa yang tetap ada beberapa pula yang digantikan. Rakyat tetap memiliki harapan yang sama terhadap organisasi manifestasi ulama ini, diantaranya tetap lantang menyuarakan Islam. Dan menjadi pemersatu umat Islam hingga kapanpun.

Dilansir dari CNN Indonesia (3/12/2020), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Masduki Baidlowi mengatakan pihaknya akan menggandeng jaringan influencer atau tokoh-tokoh berpengaruh seperti kiai dan ulama untuk membidik 30 persen dari jumlah umat Islam Indonesia yang tak memiliki afiliasi ke organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.

Ia mengatakan hal itu bertujuan untuk mempromosikan Islam wasathiyah atau Islam yang moderat terhadap 30 persen umat yang tak terafiliasi ormas tersebut.  Masduki membeberkan 30 persen umat Islam Indonesia itu masih tak peduli dengan kehadiran ormas-ormas Islam. Kelompok ini, kata Masduki, memiliki karakter khas di mana saat mempelajari agama hanya dengan ustaz atau ulama yang disukainya saja.

Meskipun demikian, Masduki menilai langkah tersebut baik bila mereka mengikuti ulama yang memiliki ilmu agama mumpuni dan pemahaman Islam moderat. Namun, akan jadi masalah bila mereka justru terjerumus menyukai ulama yang memiliki pemikiran Islam nonmoderat.

Ia mencontohkan Gus Baha, UAS, Aa’ Gym yang dijadikan idola tak masalah. Namun jika yang diidolakan dari media sosial info-info yang justru keras, paham-paham keras. Ini harus jadi garapan MUI dengan merancang pelbagai konten narasi moderasi Islam dalam media sosial MUI, sebab media sosial identik dengan kelompok milenial sehingga diharapkan bisa dirangkul untuk lebih memahami Islam moderat.

Cukup memprihatinkan juga langkah yang diambil sang ketua, dan ternyata pula sudah sejak lama menjadi program dakwah MUI. Alih-alih menjadi media pemersatu umat, kini sejak awal sudah memantik api perpecahan. Sebab kita tahu, ide Islam wasathiyah atau moderat bukanlah dari Islam. Dan sungguh tak berdalil.

Jikapun di dalam Alquran surat Al Baqarah :143 ada disebutkan washathiyah  para ahli tafsir menafsirkan umat yang adil bukan moderat. Artinya lagi jika adil dimaknai sebagai upaya menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, baik akidah, ibadah atau muamalah, maka itu artinya semua harus sesuai dengan yang syariat maksudkan. Bukan justru menolak Islam Kaffah dan berafiliasi dengan ajaran kafir. 

Sayangnya ada beberapa pihak yang kemudian mengartikan Wasathiyah  atau moderasi Islam yaitu lebih mengarah pada upaya menyingkirkan ajaran Islam yang dianggap radikal dan tak toleran terhadap perkembangan zaman. Itulah mengapa ajaran Islam tentang jihad dan khilafah dianggap sebagai radikal karena dianggap bertentangan dengan Islam moderat. Dai perlu disertifikasi, ulama distigmasisasi antara yang radikal dengan yang tidak dan sebagainya.

Semestinya kita sebagai umat Islam harus lebih sadar bahkan waspada bahwa ini adalah jebakan kafir yang ia suntikkan kepada para agen-agennya yang justru muncul dari umat Islam sendiri untuk memecah belah kesatuan kaum Muslim. Untuk alasan apa pengkotak-kotakkan ulama dengan stigma melalui media sosial yang cenderung” keras” dengan ulama yang lebih moderat jika bukan untuk memecah belah umat? Bahkan membuat bingung umat dengan ajaran agamanya sendiri.

Makna keras mereka definisikan sendiri secara bebas. Asal bicara Islam Kaffah, jihad, wajibnya persatuan umat, khilafah dan lain-lain maka itu sudah terkatagori keras dan wajib diciduk. Bagaimana bisa kemudian merangkul umat agar berada dalam satu pemikiran, perasaan dan peraturan jika upaya ini datang justru dari badan pemerintah yang disetting untuk persatuan umat Islam?

Allah SWT berfirman: “Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan para hamba-Nya hanyalah para ulama” (TQS Fathir [35]: 28). Secara gamblang ayat ini memberitahu hakikat posisi ulama bagi umat. Mereka sangat istimewa sebab merekalah pemilik ilmu sehingga mereka pulalah yang paling merasa lebih takut kepada Allah disebabkan ilmu yang mereka miliki.

Oleh karena itu, ulama yang sebenarnya akan selalu berada di garda terdepan membela agama Allah, menjaga kemurnian Islam dan ajaran-Nya, mendidik masyarakat dengan syariah-Nya, meluruskan yang menyimpang dari petunjuk-Nya dan berteriak lantang terhadap berbagai kezaliman. Tanpa ada rasa takut sedikit pun akan risikonya.

Akankah menjadi suatu ilusi jika mengharapkan MUI akan memiliki sikap seperti ini? Yaitu menjadi garda terdepan di dalam membela Islam dan umat Islam? Tentu tidak jika di dalamnya diliputi dengan kesadaran yang tinggi bahwa merekalah ulama tumpuan umat. Maka, yang harus dikedepankan adalah sikap adil, yakni benar-benar menempatkan kebenaran ada ditempat yang seharusnya. Bukan kemudian menjadi alat penguasa dzalim yang memecah belah umat sedemikian rupa. Sikap tersebut akan terwujud jika tetap berpegang teguh pada syariat Islam. []

Wallahu a’ lam bish Shawab.