April 20, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Muhammad Alfatih dan Remaja Pejuang Khilafah

Kekhilafahan sudah ada sejak wafatnya Rasulullah saw. Di mulai dari masa Khulafaurrasyidin dan dilanjutkan dengan Kekhilafahan sesudahnya, baik di masa Umayyah, Abbasiyah hingga Turki Utsmaniyah. Kekuasaan Khilafah berakhir ketika Mustafa Kamal At-Turk yang bekerja sama dengan Inggris berkonspirasi jahat untuk menghancurkan Khilafah pada tahun 1924 M.

Pemimpin Khilafah disebut dengan Khalifah. Dibai’at sebagai pemimpin umat Islam, dan berfungsi sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah saw dalam mengatur urusan dunia dan mengurusi urusan masyarakat, baik dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sosial, maupun ekonomi dan sebagainya. Di masa awal dakwah Rasulullah saw, para sahabat beliau yang kebanyakan para pemuda dan remaja telah ditempa dan dibina oleh Rasulullah saw secara langsung. Sehingga di tangan para pemuda tersebutlah risalah kepemimpinan Islam dilanjutkan dengan institusi Khilafah.

Di masa Kekhilafahan Turki Utsmaniyah, Mehmed II, termasuk remaja yang hidup dalam naungan Khilafah Turki Utsmaniyah. Mehmed II atau dikenal juga dengan Muhammad Al-Fatih juga tumbuh menjadi remaja pejuang, membawa misi Khilafah. Seorang anak yang kelak ditakdirkan untuk menjadi sebaik-baik panglima penakluk Konstantinopel dan menjadi ahlu bisyarah yang membuktikan ucapan Rasulullah saw. Ayah beliau Sultan Murad II, ketika menunggu proses kelahiran, menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan lahirlah anaknya saat bacaannya sampai pada surah Al-Fath. Sebuah surah yang berisi janji-janji Allah akan kemenangan umat Islam.

Sultan Murad II telah mendidik Mehmed II dan mempersiapkannya untuk menjadi pejuang dan mewujudkan impian Utsmaniyyah menaklukkan Konstantinopel. Beliau memperhatikan pendidikan untuk anak-anaknya termasuk masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya berbagai madrasah keislaman di Edirne, Bursa, Amasya, Manisa dan kota-kota Utsmani lainnya. Karena keimanan dan ketakwaan adalah modal dasar untuk peradaban yang kuat.

Proses pendidikan tersebut berpengaruh juga kepada Mehmed II, beliau dikelilingi oleh ulama-ulama terbaik pada zamannya dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, baik ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, tsaqofah Islam dan juga ilmu fiqh, maupun ilmu lainnya seperti bahasa, astronomi, matematiska, kimia, fisika, dan juga teknik perang dan militer. Dan karakter mehmed yang keras menjadi modal untuk menjadi salah satu panglima perang yang terbaik namun tetap karakter tesebut dibimbing dan diarahkan oleh dua orang ulama besar yaitu Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin.

Bahkan Imam Suyuthi menulis mengenai Syaikh Ahmad Al-Kurani, “Sesungguhnya ia adalah seorang yang berilmu lagi faqih. Para ulama pada zamannya telah menjadi saksi atas kelebihan serta kekonsistenan beliau. Dan ia melampaui rekan-rekannya dalam ilmu-ilmu ma’qul dan manqul. Mahir dalam nahwu, ma’ani dan bayan, serta fiqh dan masyhur dengan berbagai keutaman.” Sedangkan Aaq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya bersambung dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan seorang polymath (menguasai lebih dari satu bidang ilmu), seorang hafidz, ahli biologi, kedokteran, astronomi dan pengobatan herbal.

Didikan kedua orang ulama ini mampu membuat Mehmed II terbentuk karakter seorang remaja yang tangguh dan berani, namun di bawah koridor tuntunan ilahi. Syaikh Ahmad Al-kurani berkata kepadanya “Ayahmu telah mengutusku untuk mendidikmu dan memukulmu bila engkau tidak menuruti perintahku.” Mendengar itu Mehmed II tertawa namun langsung dipukul dengan tongkat di tengah majlis hingga Mehmed II jera, dan akhirnya berbuah menghafalkan Al-Qur’an di usia 8 tahun.

Sedangkan dibawah bimbingan Syeikh Aaq Syamsuddin, Mehmed II diingatkan tentang kemuliaan ahlu bisyarah yang akan membebaskan Konstantinopel. Beliau mengulang-ulang perkataan kepada Mehmed II “Konstantinopel akan takluk di tangan seorang laki-laki maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik tentara adalah tentara”. Syaikh Aaq Syamsuddin betul-betul ingin meyakinkan bahwa Mehmed II-lah ahlu bisyarah-nya.

Hasil didikan, ayahnya, para ulama dan tempaan lingkungan, maka Mehmed II tumbuh menjadi remaja pejuang. Beliau memperjuangkan visi misi Khilafah, Turki Utsmaniyah, yaitu menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia, melalui dakwah dan jihad. Hal ini tergambarkan syair Mehmed II di waktu ia remaja :

“Niatku; Taat kepada Perintah Allah “Dan hendaklah kalian berjihad di jalan-Nya” (Al-Maaidah [5]: 35).

“Semangatku; Berupaya dalam kesungguhan dalam melayani agamaku, agama Allah”

“Tekadku; Aku akan tekuk lututkan orang-orang kafir dengan tentaraku, tentara Allah”

“Pikiranku; Terpusat pada pembebasan, atas kemenangan dan kejayaan, dengan kelembutan Allah”

“Jihadku; dengan jiwa dan harta dan apa yang tersisa di dunia setelah ketaatan pada perintah Allah”

“Kerinduanku; Perang dan perang, ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridha Allah”

“Harapanku; pertololongan dan kemenangan dari Allah, dan ketinggian negara ini atas musuh-musuh Allah.”

Dari semua hal, yang paling utama adalah kedekatan Mehmed II kepada Allah SWT. Maka sifat dan sikap senantiasa taqarrub kepada Allah SWT. Beliau satu-satunya panglima yang tidak pernah masbuq dalam shalatnya, bahkan selalu menunaikan dalam keadaan berjama’ah. Mehmed II juga selalu menjaga shalat malamnya sebagai mahkota dirinya dan menjadikan shalat rawatib sebagai pedangnya.

Maka dari itu, bagi para remaja Muslim, sebagai penerus risalah kenabian, dalam arti menyampaikan risalah Islam ini kepada siapapun, harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan risalah tersebut akan semakin nyata dengan tegaknya kembali Khilafah ala minhajin nubuwwah, sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Rasulullah saw “…Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian….” [HR Ahmad]. Oleh karenanya melibatkan diri dalam upaya perjuangan dan penegakkannya, sebagaimana Mehmed II menaklukkan Konstantinopel.

Wallahu’alam