March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Mewujudkan Harapan Mengatasi Prevalensi Stunting dengan Sistem Khilafah

Oleh : Ika Rahmatika C (Aktivis Back to Muslim Identity)

Dilansir dari laman Kompas.com (23/12/2020) menyatakan bahwa angka balita stunting di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, angka stunting mencapai 27,67 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni maksimal 20 persen. Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, terlebih lagi di 14 provinsi yang prevalensinya melebihi angka nasional.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Permasalahan stunting bisa muncul sejak bayi berada dalam kandungan karena kurangnya asupan nutrisi pada ibu hamil. Data menyebutkan, sebanyak 70-80 persen ibu hamil di Indonesia kurang asupan energi dan protein. Padahal, itu adalah modal untuk menghasilkan generasi yang baik. Ahli gizi Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH mengatakan, kekurangan nutrisi terutama di 1.000 hari pertama kehidupan berdampak besar pada pertumbuhan anak di masa mendatang.

Intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan. Dalam jangka pendek, masalah gizi pada periode tersebut dapat memicu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan metabolisme dalam tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sedangkan dalam jangka panjang bisa menurunkan kemampuan kognitif dan prestasi belajar serta melemahnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit. Selain itu muncul pula risiko tinggi akan penyakit diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan kegemukan. Efek lanjutnya yakni kualitas kerja tidak kompetitif sehingga produktivitas ekonomi rendah.

Upaya menekan tingginya jumlah stunting tentu menjadi pekerjaan besar bagi negara. Stunting bukan hanya persoalan tumbuh kembang anak, tapi juga dapat merugikan ekonomi dan dapat menyebar di seluruh wilayah serta lintas kelompok pendapatan. Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia.

Menurut Kementerian Kesehatan, perbaikan stunting harus meliputi upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung atau intervensi gizi spesifik, dan secara tidak langsung alias intervensi gizi sensitif. Pada umumnya, intervensi gizi spesifik dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30 persen. Adapun 70 persen lainnya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan ketahanan pangan.

Jika dicermati secara mendalam, angka stunting yang semakin meningkat setiap tahunnya bersumber dari adanya ketimpangan ekonomi akibat sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem Kapitalisme saat ini telah menjadikan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah satupun yang berpihak kepada rakyat.

Dari segi pertanian misalnya, banyaknya lahan yang beralih fungsi ke non pertanian yg dikuasai korporat sehingga para petani tak memiliki lahan untuk berproduksi, belum lagi kebijakan impor pangan yang juga mematikan harga jual masyarakat. Akhirnya membuat ketahanan pangan negara terganggu yang tentu berimplikasi terhadap gizi masyarakat.

Ibarat penyakit yang mematikan, stunting adalah masalah besar yang mesti disikapi sebagai ancaman yang amat serius. Pemerintah beserta jajarannya seharusnya berkolaborasi mengambil sikap tegas serta membuat kebijakan menyeluruh menghapus dan mengatasi kemiskinan. Karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak harus didukung faktor yang layak pula.

Islam telah banyak menorehkan tinta emas kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi. Kesejahteraan hidup benar-benar dirasakan setiap individu masyarakat pada waktu itu. Produksi pangan berlimpah dan memenuhi kebutuhan bagi semua populasi masyarakat.

Kegemilangan Islam muncul bukan karena kebetulan atau isapan jempol belaka apalagi hanya retorika semata. Islam memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari tuntunan wahyu Allah. Sebagaimana pernyataan bahwa setiap ada syariah, maka pasti akan ada maslahat, yang artinya menjadikan negara Islam (Khilafah Islamiyyah) secara alami akan memberikan jaminan keberkahan dan maslahat bagi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kesejahteraan. Salah satu bentuk keagungan khilafah yang tidak dimiliki peradaban lainnya adalah kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya.

Hal ini terlihat dari beberapa bentuk aturan atau kebijakan khilafah yang memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat antara lain: Pertama, khilafah menetapkan bahwa setiap muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk bekerja guna memberikan nafkah baginya dan bagi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya sehingga ada dukungan lapangan pekerjaan memadai yang disediakan oleh negara. Kedua, Islam mengatur ketika masih ada kekurangan atau kemiskinan yang menimpa seseorang, maka tanggung jawab itu menjadi tanggung jawab sosial. Ketiga, seorang khalifah mendapatkan mandat untuk mengayomi dan menjamin kesejahteraan rakyat. Ia yang akan menerapkan syariah Islam, terutama dalam urusan pengaturan masyarakat seperti sistem ekonomi dan lainnya.

Dari sini, maka jelaslah hanya Islam satu-satunya solusi bagi setiap masalah kehidupan tak terkecuali masalah stunting. Itulah sebabnya kembali kepada kehidupan Islam (khilafah) merupakan kewajiban dan hal paling mendesak. Karena hanya sistem khilafah yang akan membawa rahmat bagi kehidupan. []

Wallahu a’lam bi ash-shawwab