April 20, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

LPG Naik Lagi, Liberalisasi Migas Makin Menjadi

Oleh : Fitri Khoirunisa, A.Md ( Aktivis BMIC Pontianak )

Semakin nyaring suara untuk 3 periode, di sisi lain terdapat kebijakan yang menyengsarakan rakyat terus-menerus digencarkan. Kenaikan bahan pangan termasuk masalah BPJS bagi rayat belum cukup untuk memuaskan nafsu para pemangku jabatan pada sistem kapitalis saat ini. Pemerintah juga menaikkan harga LPG non Subsidi dengan alasan menyesuaikan harga industri dan perkembangan global.

Harga LPG non subsidi resmi naik pada Minggu (27/2/2022) lalu. Pertamina menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. Telah tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai US$ 775 metrik ton, naik sekitar 21% dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” kata Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina Irto Ginting dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, (tribunnews.com, 28/2/2022).

PT Pertamina (Persero) melalui Sub Holding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga bahwa harga gas LPG 12 kg di tingkat agen naik menjadi Rp 187 ribu per tabung. Apa kata agen?
Beberapa agen yang ditemui detik.com, hari ini Senin, (28/2/2022) mengungkap, bila dijual secara eceran, harga gas LPG 12 kg per tabung bisa mencapai Rp 200 ribu. Sebelum melakukan transaksi para agen menginformasikan kenaikan harga kepada para pelanggan. Perbedaan harga jual gas LPG 12 kg dengan sebelumnya mencapai Rp 30 ribu. Untuk traffic penjualannya sendiri belum terlalu terlihat karena sejauh ini langganannya masih membeli.(detik.com/28/02/2022)

Meski elpiji subsidi tidak mengalami kenaikan, namun tetap saja penyesuaian harga elpiji non-subsudi ini akan membuat masyarakat menjerit dan semakin nyaring. Tingginya harga elpiji akan berdampak pada perekonomian masyarakat. Meski penikmat elpiji non-subsidi tidak sebanyak elpiji subsidi, masyarakat tetap bersusah payah untuk medapatkannya.

Bagi para pelaku usaha lain yang mengandalkan elpiji non-subsidi juga mengalami dampak untuk menjalankan usaha. Jika elpiji naik, mereka juga akan terpaksa menaikkan harga jual. Jika harga jual naik, maka bagi masyarakat juga akan mengalami dampak untuk membelinya. Jika usaha mereka sepi, lambat laun usaha yang berjalan akan mengalami kerugian hingga gulung tikar.

Dari sini bisa kita lihat bahwa dampak kondisi yang memberatkan rakyat tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah untuk meringankannya, karena sejak awal pemerintah merestui UU liberalisasi migas. Meski negeri ini memiliki sendiri kekayaan migas, namun rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis karena jusutru negara menyerahkan semuanya baik dari pengelolaan dan penjualan dami memberikan keuntungan terbesar bagi swasta, wajar saja rakyat yang menjadi korban.

Seharusnya tugas negara yang paling utama adalah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Negara harus memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan asasi mereka tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan mahalnya harga bahan-bahan pokok yang penting.

Negara juga harus menjamin bahwa setiap individu rakyat dapat terurus dengan baik, memudahkan mereka agar dapat mengakses berbagai kebutuhan, layanan publik, berbagai fasilitas umum dan sumber daya alam yang menguasai hajat publik.

Sayangnya, sistem kapitalisme telah melalaikan tugas, pokok, dan fungsi negara sebagai pelayan rakyat. Para penguasa kapitalis lebih mementingkan kepentingan korporasi. Rakyat ibarat warga kelas dua. Dikarenakan kebijakannya tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat. Mereka hanya mengatasnamakan rakyat untuk  memuluskan proyek oligarki kekuasaan.

Pengabaian inilah yang menjadikan negeri ini tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Belum lagi kapitalisasi terhadap hajat publik yang kerap terjadi. Penguasa melakukan liberalisasi harta milik rakyat dengan menyerahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada swasta. Kalaulah masih berdaulat atas kekayaan alam, itu hanya berlaku di hilir semata. Sementara bagian hulunya, negara bukan satu-satunya pemain tunggal. (muslimahnews.net)

Di dalam suatu rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Hadist ini menunjukkan haramnya menyerahkan pengelolaan SDA ke swasta secara penuh.

Karena di dalam Islam, tugas penguasa itu adalah ri’ayah su’unil ummat, yakni mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Penguasa bukanlah pelayan kepentingan korporat atau pejabat. Negara bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam yang berkaitan dengan hajat orang banyak. Negara tidak boleh menyerahkan pengaturan hajat publik seperti minyak bumi, gas alam, dan lainnya kepada individu atau swasta.

Negaralah satu-satunya penyelenggara pengelolaan hajat publik mulai dari proses produksi, distribusi hingga masyarakat yang dapat memanfaatkannya secara murah atau gratis. Tidak ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. Elpiji murah bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan jika pengelolaannya diatur berdasarkan syariat Islam.

Dan sebagai umat Muslim hendaknya kita harus bergerak untuk melawan korporat dengan aktivitas dakwah tanpa kekerasan yaitu menyampaikan yan benar serta mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat apalagi kebijakan yang bertentangan dengan Islam. Karena Islam adalah aturan untuk mengurusi urusan rakyat bukan korporat.

Wallahualambisawwab