March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Liberalisme Alat Dan Strategi Barat Menghancurkan Islam

Pendahuluan

Pemikiran liberalisme muncul di Eropa pada abad 17 masehi sebagai akibat dari pergolakan yang berkobar antara gereja-gereja dan para agamawan dari satu sisi, dan antara para cendikiawan dengan filosof pada sisi lain.[1] Sebenarnya diawali dari ideologi sekulerisme (baca: pemisahan agama dari kehidupan) yang melahirkan paham kebebasan individu yang berujung pada liberalisme. Ide ini muncul dengan anggapan bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya. Mereka mempertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik dan kebebasan pribadi.[2] Dari kebebasan hak milik lahir sistem ekonomi kapitalis, yang termasuk perkara paling menonjol dalam ideologi sekulerisme.

Berdasarkan sudut pandang etimologinya (asal kata), kata-kata liberal diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.[3]

Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, sehingga ada tiga hal yang menjadi dasar atas liberalisme, yakni menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity). Namun tetap dianggap ada keteraturan, karena kebebasan yang diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Awalnya perkembangan terjadi sekitar tahun 1215M, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta[4], dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Magna Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).[5]

Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688M yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland, serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris.  Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.[6]

Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918, beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik.[7]

Selain ke-empat kebebasan diatas, sisi lain dari liberalisme sosial dan politik adalah kebebasan intelektual. Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya yaitu -abad ke 17-. Saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan bahkan Tuhan. Konsekuensinya adalah penghapusan hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang diperoleh dari Tuhan;  penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadikannya bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial.  Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral.

Didalam buku Dr. Adian Husaini, Membendung arus liberalisme di Indonesia, secara fakta kalangan kaum liberal terbagi menjadi empat kategori, yaitu : pertama; liberal professional. Mereka ini adalah orang liberal yang hidup matinya diperuntukkan bagi “sang pemesan” alias penyokong dana. Orang jenis ini pemikirannya sangat liberal, selalu menyebarkan paham liberal dalam tulisan-tulisan dan ceramahnya, berusaha meliberalkan orang lain, merasa paling benar dan menganggap orang yang tidak liberal adalah salah. Orang-orang seperti ini sangat mahir memutar balikkan fakta, menggiring opini, memelintir dalil dan mengesankan seolah-olah apa yang mereka lakukan adalah ilmiah dan obyektif. Ia juga mahir bermain kata-kata dengan retorika yang tinggi.

Adapun yang kedua; liberal amatir. Mereka adalah yang masih belajar dengan orang-orang yang pertama. Sikap dan pemikirannya sekedar ikut-ikutan, bahkan jarang menghasilkan tulisan-tulisan yang liberal. Senantiasa membela liberal, dengan pemahaman apa adanya. Sedangkan yang ketiga; liberal freelance. Karakteristik liberal jenis ini hampir sama dengan yang pertama, hanya saja tidak seratus persen liberal, namun mampu menghasilkan tulisan-tulisan yang berbau liberal dalam rangka mendapatkan bayaran. Makanya dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan yang pertama. Dan yang keempat; liberal volunteer, ia adalah seorang liberal sukarelawan, orang-orang seperti ini tidak mencari financial dalam aktivitasnya,  namun dikarenakan latar belakang pendidikan serta pergaulannya. Justru tipe yang terakhir ini lah yang berbahaya karena diam-diam menghanyutkan.

Strategi Barat dalam Menyerang Islam

Dalam liberalisme pemikiran keagamaan adalah masalah yang pertama kali dipersoalkan yaitu terkait konsep Tuhan (teologi) kemudian doktrin atau dogma agama. Kemudian persoalan memisahkan hubungan agama dan politik (sekularisme). Akhirnya liberalisme pemikiran keagamaan menjadi sekularisme dan dipicu oleh gelombang pemikiran postmodernisme yang menjunjung tinggi pluralisme, persamaan (equality), dan relativisme. Kini paham liberalisme ini sedang diekspor ke dunia Islam, khususnya Indonesia. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa paham ini menjadi alat bagi penjajah barat dalam menghancurkan islam.

Lembaga-lembaga pendidikan yang muncul pada masa-masa terakhir kekhilafahan Turki Ustmani merupakan bentuk strategi awal untuk mempengaruhi pemikiran dalam benak kaum muslim saat itu. Mereka menjalankannya dengan memasukkan paham-paham liberal melalui invasi misionaris dan serangan budaya berkedok ilmu pengetahuan. Yang tujuan mereka tidak lain untuk mengeksploitasi seluruh potensi yang dimiliki negeri-negeri islam serta menyedotnya demi kepentingan ekonomi dan politik mereka.[8]

Serangan berikutnya yang mereka lakukan adalah melalui media massa, selain menawarkan gaya hidup, sekaligus sebagai wadah menyebarkan opini dan memberikan informasi yang buruk bagi kaum muslim. Melengkapi serangannya dengan berbagai macam tontonan hiburan hasil dari hak kebebasan berekspresi tanpa batas bisa kita temukan di berbagai media televisi yang berkembang kepada media digital internet saat ini maupun sosisal media.

Selain itu paham ini semakin berkembang karena sejalan dengan penguasa boneka ciptaan barat yang membebek pada kepentingan asing. Khusus di Indonesia, kebijakan-kebijakan neo-liberal dimulai sejak era pemerintahan orde baru, para pengambil kebijakan terutama dalam bidang ekonomi-politik merupakan hasil dari didikan barat melalui program-program pendidikan, yang dikenal juga dengan sebutan mafia barkeley.[9]

Pada tahun 1776M, Adam Smith mencetuskan idenya melalui buku “The Wealth of Nations”. Smith mampu meyakinkan dunia, bahwa tatanan ekonomi yang adil akan segera terwujud, yang penting negara tidak perlu ikut campur tangan dalam urusan ekonomi. Mekanisme pasar bebas akan dapat menyelesaikan semuanya.[10] Namun upaya Smith mulai runtuh ketika gejolak resesi ekonomi pada tahun 1930-an, para pakar bingung bagaimana hal itu bisa terjadi. John Maynard Keynes muncul dengan resep untuk memperbaiki ekonomi negara melalui kebijakan fiskal, namun hal ini juga tidak dapat bertahan karena inflasi yang sangat tinggi.

Kaum neo-liberalis menyatakan, bahwa akibat terlalu banyaknya campur tangan negara, dunia terjebak dalam krisis berkepanjangan pada tahun 1970-an, menurut mereka, peningkatan belanja publik Keynesian dianggap menciptakan terlalu banyak demand (permintaan). Itulah yang menjadi penyebab timbulnya inflasi yang semakin meluas.[11] Sekali lagi neo-liberalisme terselamatkan melalui mekanisme kebijakan, pada tahun 1979M Perdana Menteri Margareth Thatcer merupakan tokoh politik yang merevolusikan paham ini di Inggris. Di Amerika, arsitek utamanya adalah Ronald Reagan. Pada era pasca Reagan dan Tatcher, dengan gagasan neo-liberal mulai merebak melalui lembaga-lembaga internasional. Paham ini semakin dominan dalam usahanya menciptakan liberalisasi perdagangan dan investasi di seluruh dunia dengan menekankan arti pentingnya pasar bebas dunia dan berusaha meminimalkan peran negara dalam proses ekonomi.[12] Inilah yang dimaksud bahwa liberalisme sejalan dengan kebijakan penguasa atau negara sekaligus membiarkan pemahaman liberalisme keagamaan di tengah-tengah masyarakat.

Adapun strategi liberalisasi pada suatu negara dapat diringkas sebagai berikut :

  • Infiltrasi pemikiran-pemikiran liberal di tengah-tengah umat islam melalui agen-agen liberal
  • Liberalisasi melalui jalur pendidikan
  • Proyek-proyek bantuan asing dengan mengatasnamakan penelitian agama, seminar, lokakarya dan lainnya.
  • Ekspose tokoh-tokoh liberal melalui media.
  • Kerjasama pemuda dan pelajar serta kunjungan ke luar negeri.

Faktor-faktor  Pemerkuat Liberalisme

Pemikiran liberalisme tidak mudah berkembang kalau tidak diduung oleh faktor-faktor penguatnya. Adapun liberalisme di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :

Pertama: negara ini mengadopsi ideologi dan sistem politik yang memberikan justifikasi dan ruang yang sangat luas bagi tumbuh dan berkembangan liberalisme; yakni sekulerisme dan demokrasi. Sejak era reformasi, kelompok liberal berhasil memaksa pemerintah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali. Amandemen ini setidaknya menghasilkan 7 keputusan penting yang semakin memperkokoh eksistensi liberalisme; (1) mempertegas pemisahan kekuasaan negara;(2) menetapkan dasar hukum atas sistem pemilu; (3) menetapkan pemilihan presiden dan wakil presiden langsung; (4) membatasi periodesasi lembaga kepresidenan secara tegas; (5) kekuasaan kehakiman yang mandiri; (6) akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota parlemen dengan suara terbanyak; (7) perlindungan tegas terahdap HAM.[13]

Kedua : lahirnya undang-undang yang semakin mempertegas dan mengokohkan liberalisme. Di bidang minyak dan gas ada UU migas. Di bidang pertambangan dan mineral ada UU Minerba. Di bidang sumber daya air ada UU SDA. Di bidang usaha dan bisnis ada UU Penanaman modal. Di bidang pendidikan ada UU Sisdiknas dan UU BHP, yang terbaru dicanangkan RUU PT. di bidang politik tentu saja ada UU pemilu dan UU otonomi daerah. Di bidang sosial ada UU KDRT, UU Pornografi, RUU KKG,  dan puluhan lainnya dalam bentuk rancangan juga. Dalam bidang keamanan ada RUU terorisme yang pabila sudah disahkan menjadi UU terorisme, termasuk turunannya melalui program deradikalisasi agama.[14]

Ketiga : faktor lain yang juga memberikan andil dalam memperkuat kokohnya liberalisme  adalah adanya pragmatisme politik pada pelaku-pelaku politik di negeri ini. Partai-partai islam yang diharapkan melakukan perubahan malahan menjadi korban sekaligus disadari atau tidak turut menjadi pelaku. Akibatnya, partai-partai politik justru cenderung menjustifikasi realitas yang serba sekular dan liberal.

Keempat: melalui peran media-media dalam mendistribusikan propaganda dan pemikiran ke tengah-tengah masyarakat, sehingga terbentuk opini tentang liberalisme. Sekaligus menyerang pemikiran islam dan menyalahkan islam sebagai penyebab berbagai kerusakna yang terjadi selama ini.

Perlunya Penerapan Syariah Islam dan Khilafah

Cara untuk membendung liberalisme adalah dengan menanamkan pemahaman, standarisasi dan tata nilai islami di tengah-tengah masyarakat agar rakyat meninggalkan pemahaman ini, dan agar mereka tidak menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok-kelompok liberal. Selain itu harus ada aktivitas politik untuk mengungkap kebijakan-kebijakan dan makar-makar jahat kaum neo-liberal yang bertentangan dengan islam, dan merugikan rakyat. Harus dilakukan pula upaya mengungkap persekongkolan para politikus dan penguasa negeri ini dengan pihak-pihak asing yang menjadi antek-antek mereka. Aktivitas penting lain yang harus dilakukan oleh kelompok islam adalah menggalang dukungan dari kelompok-kelompok kuat yang ada di negeri ini, agar mereka turut serta dalam perjuangan menegakkan syariat Islam dalam bingkai khilafah. Tidak lupa pula bagaimana peran media dalam membentuk opini yang benar di tengah-tengah umat.

Umat islam juga harus disadarkan akan tanggungjawab dan kewajibannya untuk menerapkan kembali islam secara menyeluruh. Mereka juga harus disadarkan bahwa berdiam diri justru semakin membuat masyarakat semakin terjajah. Dengan cara-cara seperti inilah, umat islam bisa meruntuhkan dominasi paham-paham kufur, ala liberalisme.

Wallahu ‘alam bi ash-shawab.


[1] Mafahim Islamiyah, Muhammad Husain Abdullah, al-izzah, 2003.

[2] Sistem peraturan hidup dalam islam, Taqiyuddin annabhani, hti press, 2007.

[3] Liberalisme: Dari Ideologi menjadi Teologi, Hamid Fahmy Zarkasyi

[4] Magna Carta (Latin untuk “Piagam Besar”) adalah piagam yang dikeluarkan di Inggris pada tanggal 15 Juni 1215 yang membatasi monarki Inggris, sejak masa Raja John, dari kekuasaan absolut. Magna Carta adalah hasil dari perselisihan antara Paus, Raja John, dan baronnya atas hak-hak raja: Magna Carta mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum. Magna Carta adalah langkah pertama dalam proses sejarah yang panjang yang menuju ke pembuatan hukum konstitusional — http://id.wikipedia.org/wiki/Magna_Carta

[5] Liberalisme: Dari Ideologi menjadi Teologi, Hamid Fahmy Zarkasyi

[6] Idem

[7] idem

[8] Invasi pemikiran dan budaya barat di dunia islam, O.solihin, 2003

[9] Mafia Berkeley adalah julukan yang diberikan kepada sekolompok menteri bidang ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia pada masa awal pemerintahan Presiden Suharto. Mereka disebut mafia karena pemikiranya dianggap sebagai bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka Amerika

[10] Penjelasan lebih rinci dapat dibaca: Deliarnov, 1997, Perkembangan pemikiran ekonomi, Rajawali Press, Jakarta.

[11] Bahaya ekonomi neo-liberal di Indonesia, Dwi condro triono, 2005.

[12] idem

[13] Pemerintahan baru: makin liberal?, Syamsudin Ramadhan an-Nawiy, 2009.

[14] idem