March 29, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Kilas Balik 2021 : Penistaan Agama dan Kebebasan Berekspresi

Oleh : Nanis Nursyifa

Tidak terasa kita sudah memasuki tahun baru masehi 2022. Berbagai kejadian silih berganti menghampiri di sepanjang tahun sebelumnya. Tentu saja peristiwa yang telah terjadi itu harus kita sadari sebagai sebuah pelajaran yang mesti kita perbaiki di tahun ini.

Apabila jika kita kilas balik tahun lalu, entah berapa banyak penistaan agama terjadi. Bukan tanpa sebab semuanya terjadi karena negara memfasilitasi warganya dengan “Kebebasan Berekspresi” yang pada akhirnya lahirlah para penista agama.

Penistaan agama yang terjadi di tahun 2021 diantaranya, pertama, Muhammad Kece. Dia adalah youtuber yang mengunggah videonya di media sosial dengan mengatakan kitab kuning yang dipelajari di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal. Selain itu, dia juga menyebut ajaran Islam Nabi Muhammad SAW tidak benar dan harus ditinggalkan.

Kedua, Joseph Paul Zhang dengan nama asli Shindy Paul Soerjomoeljono yang mengaku sebagai nabi ke-26. Munculnya ajaran Bahai yan mengaku ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW. Anehnya, ajaran yang pantas disebut aliran sesat ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas malah mengucapkan Selamat Hari Raya pada ajaran tersebut di videonya dan diunggah ke media sosial. Joseph Suryadi yang menyinggung soal Nabi Muhammad SAW yang menikahi Aisyah kemudian menyamakannya dengan Herry Wirawan (pemerkosa 12 santriwati) di Bandung beberapa waktu lalu.

Aktivis dan pegiat media sosial, Nicho Silalahi menyampaikan pesan kepada umat Islam, khususnya mengenai penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW. Nicho Silalahi menilai bahwa selama umat Islam diam, maka pelecehan dan penghinaan kepada keyakinan mereka akan terus terjadi. Ia mengatakan ini saat merespons pegiat media sosial, Helmi Felis yang mengkritik keras Joseph Suryadi yang menghina Nabi Muhamamd SAW.

Sebenarnya hal ini juga dikarenakan tidak adanya hukum yang membuat jera para penista agama justru semakin menambah eksistensi para pelakunya. Ditambah lagi tidak adanya kekuatan umat Islam dalam menghadapi kasus penistaan agama membuat mereka semakin gencar menyerang umat ini yang nota bene adalah mayoritas.

Fenomena kemunculan para penista agama tidak lain lahir dari sistem kapitalis yang serba permisif (serba boleh_red). Kaum imperialis (penjajah_red) pengusung kapitalis dan pengekornya secara ideologis dan politis berupaya menghancurkan Islam, memporak-porandakan barisan kaum Muslim, dan mengadu-domba mereka. Sistem kapitalis melahirkan ide-ide kebebasan. Kasus penistaan agama adalah wujud dari kebebasan berekspresi tersebut.

Sistem ini menganggap manusia boleh berekspresi sesuka hatinya meskipun menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Halal dan haram tidak menjadi standar penentu sikap/perbuatan. Ditambah lagi, kapitalisme melahirkan asas sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga manusia dalam menjalankan kehidupan tidak lagi bersandar pada aturan Sang Maha Pencipta bumi, langit dan seisinya yaitu Allah SWT.

Termasuk ketika berinteraksi dengan orang lain atau bermuamalah, aturan Allah SWT dipilah – pilih yang mengungutngkan saja. Bahkan justru dicampakkan dalam sistem sekuler ini. Dan untuk urusan agama hanya digunakan di ranah ibadah saja.

Bagaimana pandangan Islam bagi para penista agama?

Dalam Fatawa al Azhar, ulama’ sepakat bahwa siapa saja yang menghina agama Islam, hukum murtad dan kafir.

مَنْ يَلْعَنُ الدِّيْنَ كاَفِرٌ مُرْتَدٌّ عَنْ دِيْنِ الْإِسْلَامِ بِلَا خِلَافٍ

Artinya: “Barangsiapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan murtad dari agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat” (Fatawa al Azhar, Juz 6, Hal 64)

Hukuman apa bagi penista agama menurut Fiqh ?

Seperti yang disampaikan sebelumnya, penista agama hukumnya termasuk perbuatan haram, bahkan bisa hukum murtad bila menghina agamanya. Dalam Fiqh, hukum dilaksanakan agar pelaku menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatan yang sama. Sehingga jika hukuman butuh kepada tindakan keras, maka perlu untuk kepada yang keras.

Begitu juga terhadap penista agama, jika hukuman penjara 5-6 tahun sudah cukup membuat jera pelaku, maka tidak perlu melakukan hukuman yang lebih berat lagi seperti membunuhnya. Namun jika hal tersebut tetap saja tidak memberikan efek apapun, maka boleh pada tingkatan membunuh. (Ibn Qasim al Ghazi, Fathul Qarib, Hal 77)

Maka sudah sepantasnya kita sebagai umat yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya memberantas orang-orang yang selalu melecehkan dan menghina agama Islam. Dan semua ini tidak bisa terlaksana tanpa adanya sistem yang komprehensif yang membuat aturan agar si pelaku menjadi jera.

Semua itu hanya bisa terlaksana dalam sistem kenegaraan yang menerapkan aturan islam dalam semua aspek kenegaraan. Jika tidak menerapkan sistem islam yang komprehensif, pastinya penistaan agama islam dan baginda Nabi Muhammad SAW akan terus berlanjut dan para penistanya akan terus bermunculan.[]

Wallahu’alam