April 16, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Kapal Kandas di Terusan Suez : Kapitalisme dan Ekonomi Global Terguncang Namun Lemahnya Pelayanan Untuk Rakyat Tidak Dipermasalahkan

Akibat sebuah kapal kandas di Terusan Suez, perekonomian global terguncang. Hanya Barat dan penguasa antek yang mengambil keuntungan dan juga mengalami kerugian. Dilansir dari alraiah.net (7/4) Ustadz Sa’id Fadhl menuliskan artikel yang berjudul “Mengapungnya Kapal di Negara yang Tenggelam”. Dikarenakanbeberapa hari sebelumnya terdapat kapal yang kandas dan menutup Terusan Suez selama enam hari penuh.

Fadhl menjelaskan bahwa warga Mesir tidak merasakan dampak dari tersangkutnya kapal atau penutupan Terusan Suez, karena keuntungan Terusan Suez sesungguhnya sejak awal telah dijarah dan tidak ada hasil yang didapat darinya yang membuat mereka merasakan dampak jika Terusan Suez terhenti atau berkurang nilainya.

“Maka pihak yang dirugikanlah yang diuntungkan. Satu-satunya pihak yang diuntungkan dari Terusan Suez ini hanyalah Barat yang kapal-kapalnya melintasi terusan untuk memperpendek jarak dan risiko, sedang para anteknya adalah para penguasa Mesir yang mengambil imbalan dari lalu lintas kapal-kapal tersebut untuk mereka nikmati sendiri.” tulis Fadhl

Sedangkan bagi warga penduduk Mesir, mereka memiliki infrastruktur yang berada di bawah rata-rata, kereta-kereta yang rusak dan rumah-rumah sempit, bahkan yang runtuh bersama penghuninya, hingga membunuh puluhan atau ratusan dari mereka.

Tercatat selama enam hari saat kapal kandas, kecelakaan kereta api Mesir di daerah El-Sha’id di mana puluhan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka, serta mereka yang terjebak berhari-hari di bawah gerbong kereta, tidak ada seorang pun yang membantu mereka dan tidak pula menyelamatkan mereka dari genangan darah.

“Kapal kargo raksasa milik kapitalis Barat telah mengapung membawa kekayaan yang dirampas dari bangsa-bangsa terjajah agar berlayar setelah berhari-hari menetap di negara-negara Barat yang menikmati keuntungan dari negeri-negeri kita (kaum muslimin). Kapal itu bergerak dan pergi sementara Mesir tenggelam dalam lumpur ketergantungan, abai dalam pengurusan rakyatnya, lalai atas hak-hak mereka dan justru membantu penjajah merampas kekayaan mereka. Kapal itu pergi mempublikasikan setelahnya bahwa rezim ini adalah milik para ‘pahlawan fiktif’ baru…” lanjut Fadhl menjelaskan.

Sebagaimana dilansir dari Kompas.com (27/3), Sedikitnya 32 orang tewas dan 165 lainnya luka-luka ketika dalam kecelakaan kereta api di Mesir tengah pada Jumat (26/3/2021). Kecelakaan tersebut melibatkan dua kereta yang melaju ke arah yang sama.

Otoritas kereta api Mesir mengatakan, ada orang tak dikenal yang memicu rem darurat di salah satu kereta dan menyebabkannya berhenti. Kereta kedua, yang melaju ke arah yang sama, langsung menabrak kereta pertama yang berhenti dari belakang.

Di sisi lain Jaksa penuntut pada Minggu (11/4/2021) mengungkapkan, baik masinis maupun asistennya tidak memegang kendali saat terjadi kecelakaan kereta Mesir yang mematikan bulan lalu.

“Begitu pula alat-alat rezim (pemerintahan) tidak digunakan untuk menyelamatkan para korban insiden kereta api yang mengancam para penguasa rezim dengan persebarannya selama enam jam ke penjuru negeri. (Alat-alat tersebut) alih-alih digunakan dalam rangka menyelamatkan orang-orang tersebut, namun malah digunakan untuk melawan setiap potensi pergerakan dari kalangan mereka.” ungkap Fadhl.

Di tempat berbeda Pimpinan Otoritas Pengelola Terusan Suez, Osama Rabie menjelaskan bahwa berbagai kerugian dan kompensasi yang disebabkan oleh penutupan terusan ini mencapai satu miliar dolar. Ia menyatakan dalam sebuah saluran televisi pada penghujung sore hari Rabu,

“Nilai kerugian, mesin keruk yang telah dihabiskan, dan semua keperluan yang akan diperhitungkan, perkiraan akan mencapai satu miliar sekian dolar. Inilah yang sebenarnya menimpa negara”, sebagaimana yang disampaikan saluran Al-Arabiyyah dalam portalnya pada Ahad (4/4).

Adapun dalam sebuah konferensi pers pada Sabtu (27/3) ia menyebutkan bahwasanya kerugian Terusan Suez pada pendapatan dan tarif bea cukai saja mencapai antara 12-14 juta USD per hari, berdasarkan gerak pelayaran laut melalui Terusan Suez.

Hal ini berarti bahwasanya kerugian Otoritas Pengelola Terusan Suez dalam hal tarif hingga hari ketujuh, sejak dari hari Selasa sampai Senin (29/3) mencapai kisaran 84-98 juta USD, tanpa perhitungan tarif yang seharusnya didapatkan dari kapal-kapal yang mengubah jalur pelayarannya melewati Tanjung Harapan, sebagaimana yang telah disebarkan oleh Al-Ain (media pemberitaan Uni Emirat Arab).

Para penguasa-penguasa antek lebih mementingkan kerugian para Kapitalis dibandingkan pelayanan kepada rakyat untuk membangun sarana prasarana transportasi yang memadai.

“Bisa disimpulkan, pemasukan Terusan Suez dalam satu pekan mencapai kurang lebih 100 juta USD, kemana perginya? Pemasukan sebanyak itu tidak dihabiskan untuk Terusan Suez sendiri, juga tidak untuk mengembangkan teknologinya dan persiapan menghadapi berbagai krisis semisal krisis itu (kecelakaan kereta api), bahkan tidak juga dipergunakan untuk merealisasikan resolusi semu yang diserukan oleh rezim. Tidak pula untuk jembatan layang dan jalan-jalan baru yang dibuat hanya untuk melayani Fir’aun baru, atau ibukota baru yang dikelilingi dengan pagar-pagar yang dipersiapkan untuk menjadi tempat pelarian para penguasa rezim dari rakyatnya ketika terjadi insiden baru yang suatu saat mungkin terjadi dan tidak mungkin dihindari, yang akan mengambil jalanan subur dan keringnya.” terang Fadhl.

“Kami memohon kepada Allah untuk mengembalikan sejarah kemuliaan Islam dan sepak terjang generasi pertama ansar, sehingga Mesir akan menjadi permata di mahkota Negara Islam dan kota barunya. Ya Allah, percepatlah segera tanpa penundaan…“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” Tutup Fadhl di akhir tulisannya. (WI)

Sumber :

https://www.alraiah.net/index.php/political-analysis/item/5962-word-number-ship-float-in-a-drowning-country