March 28, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Imbauan Keberagaman Yang Tiada Makna

Oleh : Sabrina (Pontianak Kalbar)

Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengajak masyarakat Kalbar menjaga keberagaman. Imbauan ini disampaikan saat Peringatan Hari Kelahiran Nabi Agung Kongzi atau Konghucu ke 2573 di Pontianak Convention Center, Kamis (22/9/2022).

Ma’ruf Amin mengatakan, Indonesia adalah negara yang beragam. Perjalanan bangsa ini telah merekam berbagai peristiwa penting yang menunjukkan keberagamaan adalah anugerah.

Menurut beberapa studi, keberagamaan jadi tantangan untuk mewujudkan demokrasi. Tapi, Indonesia justru berhasil mempraktikkannya dengan baik meskipun iklim demokrasi sedang diperbaiki secara terus menerus. Selain itu, Ma’ruf Amin juga menyebutkan studi lainnya bahwa keberagaman memperberat tantangan terhadap negara saat krisis melanda. Karena akan memicu konflik lebih besar.

Keberagaman atau disebut plural adalah keniscayaan dalam suatu negeri,  bangsa dan masyarakat manapun. Hanya saja saat ini keberagaman dijadikan sebagai alasan pemicu  konflik yang kemudian mengarah pada ide pluralisme yakni suatu ide untuk menyamakan semua agama adalah benar kemudian seolah-olah keberagaman di negeri ini adalah sumber permasalahan. Bahkan ada indikasi menganggap Islam sebagai biang keladinya.

Sepintas lalu, jika menilik ungkapan beberapa tokoh publik seperti tidak ada yang salah, semisal, “Bangsa Indonesia adalah masyarakat majemuk, meskipun bukan negara agama, komitmen kebangsaannya menerapkan prinsip beragama berindonesia, berindonesia beragama.” Ataupun “Indonesia ada karena keragaman, baik agama, budaya, ras, dan suku. Menjaga tempat ibadah semua agama, bagian cinta kita kepada Indonesia.”

Akan tetapi, bila kita cermati, pernyataan-pernyataan tersebut sangat berbahaya bagi umat Islam. Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian yang bertentangan dengan Islam dan semuanya bermuara pada satu konsep, yaitu pluralisme.

Islam sendiri tidak pernah memandang buruk adanya keberagaman di tengah masyarakat. Memang pluralitas atau keberagaman merupakan suatu hal yang wajar, sunnatullah yang harus kita terima sebagai suatu kenyataan. Akan tetapi, pluralitas (keberagaman) berbeda secara diametral dengan pluralisme.

Menurut Wikipedia, plural atau pluralitas berarti ‘kemajemukan atau keberagaman’, sedangkan pluralisme adalah ‘kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas)’. Artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat, hingga pandangan hidup, pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi. (Wikipedia)

Padahal tidak benar jika Islam dinilai intoleran dan menjadi biang keladi perpecahan atau menghalangi kerukunan umat beragama dan tentu saja pendapat ini salah besar. Fakta tidak terbantahkan, selama 14 abad Khilafah Islam menguasai hampir 2/3 wilayah di dunia, tidak pernah terjadi penjajahan ala kapitalis sekuler yang mengeksploitasi warga terjajahnya, memiskinkan dan menjadikan masyarakat terbelakang.

Islam mengakui adanya keberadaan Nasrani, Yahudi dan lainnya, serta adanya keragaman suku bangsa. Islam meletakkan kemuliaan manusia bukan pada agama, suku bangsa, pendatang atau warga asli, warna kulitnya; melainkan pada ketakwaannya kepada Allah Taala (lihat QS Al-Hujurat [49]: 13).

Kaum muslim, dengan beragam suku bangsa dan agama, dapat hidup berdampingan hampir selama 14 abad sebagai satu umat. Wilayah kekuasaan Khilafah Islam yang terbentang dari Afrika sampai Asia berhasil menata persatuan dan kerukunan antarumat manusia.[]