March 28, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Harga BBM Semakin Tidak Ramah, Haruskah Kita Pasrah?

Oleh: Intan H.A

“September Ceria”, begitu bunyi sebuah lirik lagu yang pernah populer di masanya. Namun, keceriaan yang identik dengan bulan September seakan sirna. Tatkala orang nomor satu di negeri ini mengumumkan betapa tidak sanggupnya lagi negara menanggung beban anggaran subsidi yang membengkak. Dengan dalih subsidi tidak tepat sasaran, resmi lah palu diketuk mengesahkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, pertalite, dan pertamax.

Tak tanggung-tanggung kenaikannya cukup signifikan. Harga solar subsidi yang awalnya kisaran 5.150 perliter, kini menjadi 7.200 perliter. Harga pertalite dari 7.650 perliter, sekarang menyentuh harga 10.000. Pertamax harga lama 12.500 perliter, harga baru menjadi 16.000 perliter.

Sejumlah kalangan menilai, keputusan yang diambil para pemangku kebijakan nihil dari sikap empati terhadap kondisi ekonomi rakyat yang sedang tidak membaik. Setelah kurang lebih dua tahun lamanya negeri ini dihantam pandemi covid-19, ancaman resesi menghiasi wajah perekonomian dunia.

“Tidak pernah lepas dari penderitaan”, mungkin ini kalimat yang tepat menggambarkan kondisi rakyat menengah ke bawah saat ini. Sudah beban hidup semakin menghimpit, kebijakan yang baru saja disahkan seakan mencekik. Jika diibaratkan BBM seolah jantung perekonomian. Ketika BBM mengalami kenaikan harga, saat itu pula berbagai harga komoditas baik pangan hingga transportasi umum pun turut mengiringi penyesuaian harga. 

Sebut saja salah satu jasa ojek online yang terkenal di negeri ini. Resmi pertanggal 10 September 2022, jasa tarif ojek online mengalami penyesuaian. Kenaikan tarif ojol sendiri di wilayah Jabodetabek sendiri berkisar dari 5 hingga 13 persen. (CNNIndonesia.com, 10/9/2022)

Tak ketinggalan, beberapa bahan pangan juga mengalami kenaikan harga. Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Nasional (PIHPS), Selasa (6/9), komoditas pangan yang harganya naik antara lain komoditas cabai.

“Harga cabai merah keriting naik 1,63% menjadi Rp 71.850 per kg, harga cabai rawit hijau naik 0,58% menjadi Rp 52.100 per kg, dan harga cabai rawit merah naik 2,05% menjadi Rp 64.850 per kg,” tulis informasi pada laman PIHPS, Selasa (6/9).

Dari sekelumit fakta yang ada jelas tergambar kenaikan harga BBM yang diputuskan oleh pemerintah memicu kenikan harga di sektor lainnya. Hal inilah yang dikhawatirkan akan mengundang masalah berikutnya, baik inflasi, tingkat pengangguran, dan jumlah kemiskinan yang kian bertambah.

Seakan tak ada pilihan, begitulah kondisi rakyat ketika sebuah kebijakan sudah ditetapkan. Namun, apakah kita hendak berdiam diri menyaksikan apa yang terjadi. Tanpa melakukan tindakan yang mampu mengubah kondisi?

Akar Masalah BBM Tak Bisa Murah

Naasnya, di tengah polemik kenaikan harga BBM yang menyengsarakan rakyat. Ada saja pihak yang seolah-olah ingin membenarkan tindakan  yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengatakan, “Tenang saja, rizki kita sudah ada yang mengatur.”

Sayangnya, permasalahan yang dihadapi  bukan mengenai konsep rizki, percaya atau tidaknya.  Akan tetapi, hal yang perlu dikritisi lebih bersifat fundamental, yakni tata kelola yang diterapkan negara terhadap pengelolaan energi itu sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwasannya konsep pengeloaan SDA berupa bahan bakar minyak (BBM) di negeri yang berlimpah ruah kekayaan alamnya seperti Indonesia diserahkan kepada pihak swasta. Sebagaimana tertera dalam UU migas no. 22 tahun 2001 dimana penguasaan Negara terhadap sumber daya migas diamputasi untuk kemudian diserahkan kepada pihak swasta.

Bebasnya penguasaan pihak swasta terhadap sumber daya alam yang menjadi hajat hidup orang banyak ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme-liberal yang mencengkram negeri. Sistem ini menjadikan negara abai pada kewajibannya dalam menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep aturan Islam yang memandang bahwasannya BBM terkategori sebagai kepemilikan umum, dan negara berkewajiban untuk mengelolanya yang hasilnya dikembalikan lagi untuk rakyat. Sedangkan pihak swasta hanya akan diambil manfaat jasanya dalam membantu pengelolaannya melalui mekanisme konsep sewa (ijaarah).

Konsep Islam Mengatur Kepemilikan

Aturan mengenai kepemilikan ini tercantum dalam hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ

“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram.” (HR Ibn Majah dan Ath-Thabarani).

Di dalam hadits ini  BBM masuk dalam kategori api, yang di mana termasuk ke dalam bagian energi yang tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang. Konsep liberalisme energi yang menyerahkan pengelolaannya kepada swasta tidak akan diberlakukan dalam sistem Islam. Negara yang akan memiliki peran penuh dalam pengelolaannya, sehingga pendapatan negara akan lebih optimal dan mampu mensejahterakan rakyat dari hasil yang diperolehnya.

Di sisi inilah seyogianya menjadi perhatian kita bersama untuk mengoreksi kelalaian yang telah dilakukan oleh penguasa. Sebab, kebijakan yang tidak memihak pada rakyat dan menyengsarakan termasuk kategori perbuatan zalim penguasa terhadap rakyat. Ada beberapa poin yang patut menjadi perhatian diantaranya:

Pertama, imbas dari keputusan yang diambil pemerintah untuk menaikkan harga BBM lebih banyak dirasakan oleh rakyat kecil. Sudahlah kondisi ekonomi belum stabil, kini ditambah lagi dengan biaya hidup yang semakin mahal akibat dari kenaikan BBM.

Kedua, tata kelola salah yang diterapkan oleh negara dalam mengelola SDA berupa energi (BBM). Alhasil, pihak asing yang lebih diuntungkan ketimbang rakyatnya sendiri.

Ketiga, adanya pengabaian terhadap hukum-hukum Islam yang dilakukan oleh negara. Sehingga, tidak mampu memanfaatkan kekayaan alam untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Padahal, berhukum pada hukum-hukum Allah adalah suatu kewajiban. Allah Swt berfirman yang artinya :

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS. Al-Maidah: 50)

Maka takutlah bagi mereka yang berdiam diri menyaksikan kezaliman yang dipertontonkan para penguasa. Mengoreksi penguasa adalah salah satu kewajiban dari kewajiban lainnya. Rasulullah saw juga bersabda:

“Allah Swt tidak akan mengazab orang banyak akibat kesalahan pribadi sampai mereka melihat kemungkaran dihadapan mereka, kemudian mereka membiarkannya padahal mereka mampu mencegahnya. Apabila mereka melakukan hal itu Allah akan mengazab mereka, baik azab yang menimpa pribadi maupun masyarakat umum.” (Al-Hadits).[]

Wallahu’alam.