April 20, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

CSR (Corporate Social Responsibility) & Konsep Tanggung Jawab Sosial dalam Islam (Bagian 2)

Oleh : Andi Septiandi, S.P (Aktivis Islam)

Antara CSR Dan Kapitalisme

Jika ditelaah secara mendalam konsep CSR muncul dilatarbelakangi akibat dari berdirinya perusahaan-perusahaan di tengah-tengah masyarakat yang seiring berjalannya waktu telah menimbulkan masalah baik masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Timbulnya masalah tersebut dikarenakan konsep ideologi kapitalisme yang diterapkan oleh hampir di seluruh negara.

Dalam sistem kapitalisme yang manganut ide dasar sekulerisme dan liberalisme dalam hal ini telah menghilangkan peran negara dalam mengurusi urusan manusia. Negara hanya menjadi regulator untuk para kapital atau pemilik modal agar dapat mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan. Karena dalam sistem kapitalisme meniscayakan kebebasan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang tanpa mempedulikan dampaknya.

Hal ini menyebabkan lahirnya perusahaan-perusahaan besar yang menimbulkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan ditengah masyarakat. Ketika peran negara hanya sebatas regulator berarti negara lepas tangan dalam mengurusi urusan rakyat dan melepaskan tanggung jawab untuk mengatasi masalah. Pada akhirnya seluruh masalah sosial masyarakat yang sangat kompleks diserahkan kepada perusahaan untuk menyelesaikannya dengan menerapkan konsep CSR tersebut.

Tanggungjawab Sosial Dalam Islam

Gambaran tanggungjawab sosial di dalam Islam tercermin pada bagaimana kebijakan politik ekonomi Islam berjalan. Politik Ekonomi Islam tersebut seperti yang dijelaskan oleh Abdurahman al-Maliki (2001) di dalam bukunya, As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah al-Mutslâ (Politik Ekonomi Ideal) adalah jaminan pemenuhan atas pemuasan semua kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan) setiap orang serta pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup di dalam masyarakat tertentu yang memiliki gaya hidup yang khas.

Kebijakan politik ekonomi Islam diterapkan oleh negara untuk membedakan kebutuhan pokok individu dengan kebutuhan pokok masyarakat berdasarkan syariah Islam. Termasuk mekanisme pemenuhannya. Islam telah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan, dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh syariah dengan strategi-strategi sebagai berikut :

1. Memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja.

Barang-barang kebutuhan pokok tidak mungkin diperoleh, kecuali manusia berusaha mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki, dan berusaha. Bahkan, Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut adalah fardhu. Banyak ayat dan hadis yang telah memberikan dorongan dalam mencari nafkah. Di dalam ayat Al Qur’an surat Al Jumu’ah ayat 10 Allah SWT berfirman :

“…Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamuberuntung” (QS al-Jumu’ah :10).

Adapun di dalam hadits terkait kewajiban ini banyak sekali yang memotivasi seorang muslim untuk bekerja. Diantaranya adalah sebagai berikut :

“Tidaklah seorang di antara kamu, makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri” (HR.Baihaqi).

“Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni.” (HR. Ahmad).

“Sesungguhnya di antara perbuatan dosa, ada dosa yang tidak bisa terhapus oleh shaum dan Shalat. Ditanyakan pada beliau : ‘Apakah yang dapat menghapuskannya, Ya Rasulullah ?” Jawab Rasul saw: “Bekerja (kesusahan) dalam mencari nafkah penghidupan”(HR. Abu Nu’aim).

2. Negara wajib menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, agar rakyat bisa bekerja dan berusaha.

Rasulullah saw pernah memberi dua dirham kepada seseorang dan bersabda, “makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakanlah ia untuk bekerja.”

3. Islam mewajibkan kepada kerabat dan muhrim yang mampu untuk memberi nafkah yang tidak mampu.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al-baqorah Ayat 233 :

“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seorang tidak dibebani selain menurutkadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian…” (QS al-Baqarah : 233)kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian…” (QS al-Baqarah : 233).

4. Kewajiban negara (Baitul Maal ) untuk memenuhi jika tidak mampu bekerja dan tidak ada ahli waris yang mampu menafkahinya.

Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya bagi yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki ahli waris baik dananya berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syar’i yang diambil oleh negara dari orang-orang kaya dan mampu dan menjadi harta milik negara. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS at-Taubah : 103).

5. Pemenuhan Kebutuhan Pokok Masyarakat

Pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan asasi dan harus dapat dinikmati oleh manusia di dalam hidupnya. Berbeda dengan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, dan papan), Islam telah mewajibkan kepada negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan asasi tersebut melalui mekanisme secara bertahap. Adapun terhadap kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan maka negara wajib secara langsung memenuhinya bagi setiap individu rakyat.

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa keamanan adalah salah satu kebutuhan jasa pokok adalah sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memilliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya” (Al-Hadis).

Adapun dalil bahwa yang menjamin terpenuhinya keamanan tersebut merupakan kewajiban negara adalah tindakan Rasulullah Saw sebagai kepala negara yang memberikan keamanan kepada setiap warga negara baik muslim maupun nonmuslim (kafir dzimmi) sebagaimana sabda Beliau :

“Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulullah. Apabila mereka telah melakukannya (masuk Islam atau tunduk pada aturan Islam), maka terpelihara olehku darah-darah mereka, harta-harta mereka, kecuali dengan jalan yang hak. Adapun hisabnya terserah kepada Allah” (HR Bukhari)

Pendidikan juga merupakan tanggungjawab negara. Berkaitan dengan masalah pendidikan Rasulullah saw bersabda : “Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.” [HR. Thabarni]. Begitu juga Rasulullah pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang Badar, apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk Madinah dalam hal baca dan tulis maka akan dibebaskan sebagai tawanan.

Begitu pula yang dilakukan oleh Khalifah setelahnya. Ad-Damsyiqy menceritakan suatu kisah dari al-Wadliyah bin Atha’, yang mengatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh Khalifah ‘Umar bin Khaththab ra. guru-guru tersebut digaji 15 dinar setiap bulannya.

Sedangkan pada masalah kesehatan, Rasulullah saw pernah membangun tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan membiayainya dengan harta dari Baitul Maal. Pada masa Rasulullah saw, juga pernah mendapatkan hadiah dari Muqauqis yaitu seorang dokter. Oleh Rasulullah saw dokter tersebut dijadikan sebagai dokter umum untuk seluruh rakyat. Dari kedua peristiwa diatas telah menunjukkan bahwa kebutuhan pemeliharaan kesehatan rakyat menjadi tanggungjawab negara.

Kesimpulan

Konsep CSR (Corporate sosial responsibility) sejatinya adalah bentuk dari penerapan sistem kapitalisme yang menghilangkan tanggungjawab negara di dalam mengurusi urusan rakyat dan pada akhirnya tanggungjawab sosial ini dibebankan kepada perusahaan yang tentunya kemampuan perusahaan mempunyai batasan.

Berbeda halnya dengan konsep Islam. Islam memiliki cara yang khas dalam melakukan tanggungjawab sosial kepada masyarakat yaitu dengan cara menjalankan dan menerapkan syariah islam secara kaffah. Syariat itu sendiri yang telah dibebankan kepada individu, keluarga, masyarakat dan negara.

Negara adalah pilar yang sangat penting dalam melaksanakan tanggungjawab sosialnya kepada umat. Karena dengan tegaknya daulah (red_negara) islam atau Khilafah Islam berarti syariah Islam wajib diterapkan secara kaffah baik dalam tataran negara, individu dan masyarakat. Dan syariah Islam telah mewajibkan negara untuk melaksanakan tanggungjawab sosialnya.[]

Wallahu’alam Bisshowwab

Refrensi :

  • https://bangazul.com/sejarah-tanggungjawab-sosial-perusahaan-atau-history-of-corporate-sosial-responsibility/
  • https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/18/110300865/angka-kemiskinan indonesia-naik-ini-data-per-provinsi?page=all
  • https://tirto.id/bentuk-ketimpangan-sosial-dan-dampak-kesenjangan-di-berbagai-sektor-f92V
  • An-Nabhani, T. (1996). An-Nizām al-Iqtisād fi al-Islām (Membangun Sistem Ekonomi Alternatif-Perspektif Islam), Alih bahasa MohMaghfur Wachid. Surabaya: Risalah Gusti
  • Abdurahman al-Maliki (2001) dalam bukunya, As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah al-Mutslâ (Politik Ekonomi Ideal)