April 16, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Ada Apa di Balik Pembangunan Pangkalan Militer UEA di Pulau Mayun?

Oleh: Ir. Hisham Baabad, Yaman

Associated Press mengungkapkan, Selasa (25/5), Uni Emirat Arab (UEA) sedang membangun pangkalan udara rahasia di Pulau Vulkanik Mayun di lepas Pantai Yaman, yang mana pangkalan tersebut terletak di salah satu titik pusat maritim yang penting di dunia untuk semua energi dan jalur pelayaran komersial, khususnya di Selat Bab al-Mandab.

UEA mengungkapkan kepada Associated Press untuk menunjukkan parahnya konflik Anglo-Amerika atas Yaman, terutama di wilayah dengan lokasi geografis yang penting.

Yaman memiliki lebih dari 180 pulau, yang paling penting adalah Kamaran, Zuqar, Hanish al-Kubra, dan Hanish al-Sughra di Laut Merah; Socotra, Abd al-Kuri, Darsa, dan Samha di Laut Arab; dan Pulau Mayun.

Disebut juga Pulau Perim, adalah sebuah pulau vulkanik di pintu masuk Selat Bab al-Mandab yang dianggap sebagai titik pertemuan antara Laut Merah dan Laut Arab, dengan luas 13 kilometer persegi dan tingginya mencapai 65 meter.

Secara administratif, ini adalah salah satu pulau yang berafiliasi dengan Direktorat Bab Al-Mandab, Dibab di Kegubernuran Taiz. Populasi penduduknya sekitar 250 orang. Di sisi barat daya pantainya terletak sebuah pelabuhan laut dan bandara di sisi utara.

Inggris selaku pemilik otoritas di Yaman mempercayakan para anteknya di UEA untuk melakukan tindakan tersebut dalam upaya berpegang teguh dan melestarikan apa yang tersisa dari pengaruhnya di pantai Laut Merah dan kanal-kanal air penting di sana.

Pada saat Inggris merasakan bahaya terhadap otoritasnya –terutama setelah pembunuhan anteknya, Ali Saleh, di tangan Houthi– ia mendorong UEA untuk mengambil kendali pantai barat Yaman, karena khawatir akan jatuh ke tangan Amerika. Bahkan, ia hampir merebut kembali sepenuhnya karena telah mencapai Kota Hudaidah.

Seandainya Amerika tidak melakukan intervensi untuk menghentikannya karena takut kepada antek-antek Houthi yang akan kehilangan Pelabuhan Hudaidah, maka usulan akan dihentikan melalui Perjanjian Stockholm di Swedia pada 13 Desember 2018 di bawah pembenaran kemanusiaan!

Pembentukan pangkalan militer UEA di Pulau Perim tidak lain adalah untuk membatalkan skenario perebutan Pulau Socotra karena mengetahui bahwa lokasi Pulau Perim lebih penting, yakni menghubungkan Laut Merah dengan Laut Arab, juga (dapat) mengawasi Bab al-Mandab sebagai jalur air terpenting di dunia yang memiliki kepentingan strategis dari posisinya yang spesifik untuk mengawasi jalur pelayaran maritim dan perdagangan internasional yang menghubungkan tiga benua—Asia, Eropa, dan Afrika—di mana sekitar 21.000 kapal raksasa lewat setiap tahunnya dan 57 kapal pengangkut minyak setiap harinya, menurut statistik Kementerian Perdagangan di Sana’a beberapa tahun ini.

Diperkirakan, jumlah minyak yang melewati selat ini sekitar 3,3 juta barel per hari, sebagaimana selat tersebut merupakan jalur perdagangan utama antara timur dan barat, serta terintegrasi penuh dengan Terusan Suez.

Apabila navigasi atau pelayaran di sana terhenti, maka berhenti pula aktivitas Terusan Suez, begitu pun sebaliknya. Panjang pangkalan militer yang dibangun di dalam landasan mencapai 1.800 meter.

Hal ini memungkinkan UEA untuk memiliki kontrol militer atas selat dan daerah yang berdekatan dengan pulau itu, dan pangkalan tersebut dianggap sebagai titik awal untuk setiap operasi militer di Laut Merah dan Afrika Timur.

Pengaruh langsung pangkalan tersebut tidak terbatas pada Yaman saja. Dari pulau ini, UEA dapat menjadi ancaman bagi otoritas Amerika yang bergerak melalui Turki di Somalia.

Tampak nyata bahwa pengambilalihan Pulau Mayun sama artinya dengan kontrol kegiatan ekonomi dan militer di selat. Ini memungkinkan pulau itu memiliki kepentingan geostrategis yang besar sepanjang sejarah dan membuatnya didambakan oleh negara-negara besar yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut.

Portugis telah mendudukinya pada tahun 1513, akan tetapi mereka tidak menetap di sana karena pengusiran yang dilakukan Kekhilafahan Utsmani terhadap mereka, dan diambil alih oleh Prancis pada tahun 1738.

Pada 1799, British East India Company mendudukinya untuk waktu yang singkat sebagai persiapan pendudukan Mesir, kemudian Inggris mendudukinya kembali pada 1857 dan menghubungkannya dengan tanah jajahan Aden, untuk menyaksikan masa keemasannya dengan pembukaan Terusan Suez pada 1869 sebagai stasiun cadangan batu bara untuk kapal.

Selama Perang Dunia Pertama, Kekhalifahan Utsmaniyah mencoba untuk mengembalikannya, tetapi Kekhalifahan Utsmaniyah tidak mampu karena kelemahannya pada saat itu.

UEA (beserta Inggris di belakangnya) bersandar pada Dewan Transisi (Transitional Council) dan Tareq Saleh—bersama pasukannya—di Selatan dan Pantai Barat. Dalam wawancara yang dilakukan Pusat Studi Strategis Sana’a dengan Tareq Saleh pada 9 April 2021, dia menyatakan bagaimana hubungannya dengan UEA, “Ini adalah hubungan kerja sama, kami dan Emirat telah meletakkan dasar bagi aliansi ini. Tujuan utamanya adalah untuk memulihkan negara dan memulihkan institusi yang sah dan pemerintahan.”

Mengenai Perjanjian Stockholm, dia berkata, “Kami berharap bahwa Perjanjian Stockholm akan mencapai sesuatu untuk masyarakat Yaman.”

Meski demikian, dia tidak mencapai apa-apa selain (menghentikan) pertempuran demi membebaskan Hudaidah. Ini menunjukkan bahwa penghentian pasukan memang perlu dilakukan seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.

Dengan kata lain, agen Inggris di Yaman Selatan berperan untuk melayani Inggris melalui Dewan Transisi. Tareq Saleh menyatakan tentang hubungannya dengan Dewan Transisi Selatan dalam wawancara yang sama, “Kami berterima kasih kepada mereka karena sejak awal mereka bersama kami dan membantu kami membangun inti perlawanan pertama. Dewan berdiri bersama kami, dan kami tidak akan melupakan kebaikan ini.”

Harus ditegaskan, ada perbedaan posisi antara Houthi dan Pemerintah Hadi, sekalipun keduanya tampak sama dalam menghadapi tindakan UEA di Yaman, sebagai dua pihak yang menolak pendirian pangkalan militer UEA di Pulau Mayun.

Kenyataannya, posisi Houthi di UEA adalah musuh, karena UEA merupakan alat Inggris untuk menghambat tindakan Amerika di Yaman.

Adapun Pemerintahan Hadi, ia berada di bawah tekanan dan kontrol Saudi. Karena pendirian pangkalan militer UEA itu merupakan kepentingan Inggris, maka ia (Pemerintahan Hadi) akan menunjukkan bahwa pemerintah bertentangan dengan tindakan UEA yang menjamin tidak terlaksananya agenda Arab Saudi dan Amerika yang ada di belakangnya di selatan, setelah pengaruh Inggris di utara berkurang.

Terakhir, kami menyeru kepada saudara-saudara kami di Yaman, bahwa tidak ada kebaikan bagi Anda dari orang-orang yang memerangi Anda siang dan malam demi melayani kafir penjajah.

Sungguh, kebaikan adalah setiap kebaikan yang ada dalam perjuangan orang-orang yang ikhlas untuk umat, orang-orang yang sadar akan fakta umat dan tipu daya para musuhnya. Yang dengan izin Allah, mereka mampu menggagalkan tipu daya itu dan menghentikannya ketika Daulah Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian berdiri.

Sebagaimana mereka sadar akan umat hari ini, sebelum berdirinya Daulah Khilafah, mereka memiliki hak lebih untuk memutus tangan kaum kafir penjajah ketika Daulah didirikan.

Maka dari itu, yang tersisa bagi Anda adalah mengulurkan tangan Anda kepada saudara-saudara Anda di Hizbut Tahrir, serta berjuang bersama mereka untuk kemuliaan dunia dan kemenangan di akhirat.

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul (Nabi Muhammad) apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu! Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal: 24) []

Diterjemahkan dari Surat Kabar Ar-Rayah edisi 345, terbit pada Rabu, 19 Dzulqa’dah 1442 H/30 Juni 2021 M

Sumber :
https://www.alraiah.net/index.php/political-analysis/item/6170-beyond-the-uae-s-construction-of-a-military-base-on-mayon-island