April 20, 2024

Beranda Islam

Terpercaya – Tajam – Mencerdaskan Umat

Ada Apa Dengan Warisan Kolonial?

Oleh: Ika Rahmatika Chalimi (aktivis Back to Muslim Identity)

Dilansir dari Id.Today (13/10/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa utang yang diderita Indonesia saat ini karena andil dari pemerintahan kolonial penjajah. Menurutnya, utang Indonesia bukan hanya disebabkan oleh neraca keuangan pemerintah semata, akan tetapu juga disebabkan karena mewarisi ekonomi yang rusak sepeninggal pemerintah kolonial Belanda.

Di sisi lain Sri Mulyani justru mendapatkan penghargaan kedua kalinya untuk menjadi menteri keuangan terbaik masuk dalam  kategori Finance Minister of The Year for East Asia Pasific tahun 2020 dari majalah Global Markets. Sebelumnya ia mendapatkan penghargaan yang sama pada tahun 2018. Tentu saja kabar ini sangat mengejutkan lantaran di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan, ternyata  Indonesia sedang berada di bawah kendali Menteri Keuangan berpredikat terbaik di kawasan Asia-Pasifik.

Di saat yang bersamaan, dalam catatan Bank Indonesia (BI), Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia semakin meningkat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2020 tercatat sebesar USD413,4 miliar atau setara Rp6.076,98 triliun (kurs Rp14.700 per USD) (okezone.com, 24/10/2020). Laporan Bank Dunia berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021, yang terbit 12 Oktober 2020, menyebutkan Indonesia termasuk dalam jajaran 10 besar negara dengan utang luar negeri (ULN) terbanyak. Pada prestasi tersebut Indonesia menduduki peringkat ke-7 (bisnis.com, 14/10/20).

Selain utang Indonesia yang semakin menggunung, pandemi Covid-19 juga telah menampar perekonomian hingga akhirnya masuk dalam lubang resesi. Hal ini terlihat bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dan III yang masih tumbuh negatif. Di kuartal II pertumbuhannya -5,32% sedangkan pada kuartal III masih bertahan pada -2,9%.

Tentu saja penghargaan yang diraih telah memastikan Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Bukan hanya lebih baik dari negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Bahkan bisa jadi lebih baik daripada negara-negara maju di Eropa sekalipun, seperti Spanyol dan Inggris.

Mantan direktur pelaksana World Bank ini pun meminta kepada masyarakat untuk tidak khawatir dengan rasio utang Indonesia. Dan memastikan bahwa defisit fiskal RI yang pada tahun ini dipatok sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih terjaga. Jadi seharusnya tidak ada alasan bagi rakyat Indonesia khawatir dengan utang besar saat ini, karena posisinya masih lebih baik dari negara-negara maju.

Justru yang menjadi pertanyaan adalah, apa parameter yang digunakan Menteri Keuangan untuk menilai situasi perekonomian semakin baik? Apakah karena rasio utang itu bagus? Padahal jelas terlihat bahwa utang yang semakin bertumpuk akan berdampak pada lanjutannya adalah Indonesia harus melepas satu demi satu aset milik umat kepada negara/lembaga kreditur untuk diambil alih oleh pihak asing.

Dengan demikian, negeri ini akan terus menyelesaikan masalah keuangan  ala ekonomi kapitalis. Jika kekurangan uang, maka solusinya dengan cara menaikkan pajak atau mencari pinjaman berbasis ribawi. Bisa juga dengan mengundang investasi asing ke dalam negeri atas nama percepatan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan ekonomi dengan perbankan ribawi, transaksi ekonomi non-real seperti valas, saham, dan sebagainya. Jadi, inilah sebenarnya warisan kolonial, yaitu menjebak negeri ini kepada konsep ekonomi kapitalis.

Perlu disadari bawa utang luar negeri adalah alat penjajah untuk menjajah. Sebagai negara yang berdaulat tentu saja kita harus kembali menegakkan kedaulatan kita dengan penanganan terhadap masalah utang luar negeri, jika Indonesia ingin terlepas dari cengkraman kapitalisme atau neoliberalisme.

Oleh karena itu diperlukan sistem yang baik untuk membenahi karut marutnya masalah ekonomi di negeri  ini. Sistem ini untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalis yang telah gagal mengatasi perekonomian. Sistem pengganti ini menjadi solusi, sistem ini adalah sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Salah satu syariat Islam yang diterapkan adalah sistem ekonomi Islam. Islam punya cara metode yang sempurna untuk mengatasi masalah ekonomi.

Pengelolaan Ekonomi Islam

Islam memiliki aturan yang khas dan jelas dalam pengelolaan ekonomi. Islam menetapkan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat. Rasulullah bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka” (HR.Muslim). Islam telah mengatur bahwa upaya memperoleh dan mengelola ekonomi tidak dapat dilakukan dengan cara-cara yang mendatangkan mudharat (kerugian) bagi orang lain.

Sumber-sumber pendapatan negara di zaman Rasulullah Saw. tidak hanya terbatas pada zakat semata, namun ada beberapa pos lain yang tidak kalah pentingnya dalam menyokong keuangan negara. Pemasukan negara dimasukkan bagian dari harta kepemilikan negara (milkiyah ad daulah) di antaranya adalah usyur, fa’i, ghonimah, kharaj, jizyah, dan sebagainya.

Sedangkan untuk harta kepemilikan umum (milkiyah ammah) seperti pengelolaan hasil tambang, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan sebagainya juga menjadi salah satu pendapatan negara yang akan dikelola untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Negara bertanggung jawab atas optimalisasi dari harta kepemilikan umum dan negara. Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari.

Perlu diketahui, sistem ekonomi Islam akan dapat diterapkan ketika didukung dengan sistem pemerintahan dalam Islam. Sistem pemerintahan dalam Islam bukanlah pemerintahan seperti saat ini yang aturannya merujuk kepada hukum buatan manusia. Namun, pemerintahan yang dimaksud adalah sistem pemerintahan Islam, yang disebut sebagai Khilafah. Khilafah akan menyelesaikan jebakan utang sesuai pandangan syariat yang merujuk kepada Al-Quran dan hadist.

Bagaimana dengan kondisi masyarakat yang hidup dibawah naungan sistem ekonomi selain Islam? Secara jujur harus kita katakan, bahwa fakta dan data telah terlihat, bahwa sistem ekonomi saat ini membawa kepada kesengsaraan. Akankah kita terus hidup dalam bayang-bayang sistem ekonomi yang sudah terbukti tidak kunjung menciptakan kesejahteraan hidup bagi masyarakat? []

Wallahu’alam bisshowwab